Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

HUT Jakarta, Gaya Menonton Bioskop Anak Muda Tahun 1980-an

Pada HUT Jakarta ke-491, Tempo menyajikan tempat-tempat nongkrong anak muda yang menonjol dan berkesan bagi generasi era 1980-an.

2 Juli 2018 | 11.24 WIB

Bioskop Hollywood XXI Jakarta tutup sementara karena kebanjiran dari atap bangunan, Senin, 11 Desember 2017. Tempo/Hendartyo Hanggi
Perbesar
Bioskop Hollywood XXI Jakarta tutup sementara karena kebanjiran dari atap bangunan, Senin, 11 Desember 2017. Tempo/Hendartyo Hanggi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengantar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiap generasi memiliki dan merasakan romantismenya masing-masing. Romantisme anak muda di Jakarta kerap dihubungkan dengan tempat-tempat nongkrong atau mejeng favorit yang amat berkesan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pada ulang tahun atau HUT Jakarta ke-491, Tempo menyajikan tempat-tempat nongkrong atau mejeng anak muda yang menonjol dan berkesan bagi generasi era 1980-an. Termasuk bioskop pada saat itu.

_________________.

Puluhan penonton bergerombol di bagian depan bioskop 21 Kartika Chandra di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Ada yang merokok, ada yang ke toilet, ada pula yang ngobrol membicarakan film yang baru diputar 30 menit.

Tak berapa lama, seorang pria turun dari sepeda motor dan masuk ke ruang pemutaran film. Dia memanggul kotak berisi rol film. Penonton yang berkerumun di luar bioskop, masuk kembali melanjutkan nonton film.   

"Orang yang menjadi kurir  itu datang membawa pita film," kata Baor, kepada Tempo 24 Juni 2018.  Pria kelahiran tahun 1966 itu menceritakan perilaku generasi tahun 1980-an menonton bioskop.

Menurut Baor, bioskop di tahun 80-an tidak secanggih masa kini. Film harus didukung dengan pita film dan perangkat alat pemutar.

Satu pita film rata-rata berdurasi 30 menit. Padahal total durasi satu judul film bisa 90 menit atau lebih. Itu artinya penonton harus rehat sejenak karena pita film harus diganti dengan yang baru.

Ada jeda atau 'istirahat' 10-15 menit atau maksimal 30 menit untuk menunggu petugas mengambil pita film ke bioskop lain.  Ada yang diambil dari bioskop Djakarta Theater atau Empire 21 di Jakarta Pusat.

Yang pasti pita film harus diambil dari cabang yang sama, yakni bioskop 21 milik Sudwikatmono, pengusaha ternama yang merupakan saudara Presiden Suharto. Kini bioskop 21 berubah menjadi Cineplex 21 Group yang menaungi Cinema XXI.

"Ada enaknya juga pas jeda bisa ke toilet," ujar Baor yang berprofesi sebagai fotografer pribadi Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono ini.

Pada saat itu, beberapa orang memilih keluar dari teater. Tapi ada juga yang tetap menunggu di dalam.

Kala itu Baor memilih tinggal di dalam teater. Dia duduk di kursi paling atas dekat dinding yang memisahkan teater dengan lokasi pemutar film. Laki-laki kelahiran 1966 itu pernah menggedor dinding bila film tak juga dilanjutkan.

Hal itu merupakan bentuk komunikasi Baor kepada petugas bioskop agar segera memutar kelanjutan film. Bila tak sabar menunggu, ada juga penonton berteriak, "Woi, kapan (mulai), woi."

Nonton di bioskop menjadi salah satu pilihan nongkrong anak muda Jakarta  era 1980-an. Baor berujar, mereka yang pergi ke bioskop mayoritas masyarakat menengah ke atas.

Kartika Chandra menjadi bioskop favorit yang banyak disambangi warga. Bahkan, banyak model dan artis menonton di sana.

Wajar saja, Kartika Chandra merupakan studio bioskop 21 pertama di Jakarta. Antrean pembeli tiket bisa mengular sampai pintu masuk gedung. Baor dan kawan-kawannya pernah tiga kali kehabisan tiket.

Bioskop 'tempo doeloe' menyediakan dua jenis tiket, yakni midnight alias tengah malam dan reguler. Tiket midnight hanya diisi dengan film-film unggulan dan barat yang baru tayang pukul 00.00 WIB atau 00.30 WIB. Sementara film dengan tiket reguler dimulai pukul 17.00 WIB.

Harga satu tiket midnight Rp 5 ribu. Hanya ada satu film Indonesia yang dijual dengan tiket midnight, yaitu Warkop DKI.

Soal tampilan, film 80-an tak lagi monoton hitam putih. Ada tulisan hitungan mundur lima sampai satu sebagai pengantar dimulainya film.

Gorden merah mulai menutupi layar film setelah muncul kata END untuk film barat atau SEKIAN untuk film dalam negeri. Itu sisi lain dari HUT Jakarta.

 

Lani Diana

Menjadi wartawan Tempo sejak 2017 dan meliput isu perkotaan hingga kriminalitas. Alumni Universitas Multimedia Nusantara (UMN) bidang jurnalistik. Mengikuti program Executive Leadership Program yang diselenggarakan Asian American Journalists Association (AAJA) Asia pada 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus