Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah menilai Dinas Pendidikan DKI perlu memberikan sanksi atas tindakan intoleransi di sekolah. Fraksi PDIP mencatat intoleransi terjadi di 10 sekolah sejak 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya rasa ini harus ada sanksi serius biar tidak terulang lagi di sekolah-sekolah lain," kata dia di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 10 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bentuk intoleransi yang dimaksud Ima adalah mulai dari kewajiban memakai jilbab hingga siswi tidak boleh membeli celana pendek. Di SMPN 46 Jakarta Selatan misalnya, guru pendidikan kewarganegaraan (PKN) memaksa siswinya memakai jilbab. Pemaksaan jilbab itu dilakukan di hadapan murid-murid lainnya.
"Lebih parahnya yang memaksakan guru pendidikan kewarganegaraan. Bayangin guru PKN yang memaksa anak tersebut di depan murid, sampai anaknya jadi ketakutan," jelas Ima.
Tak hanya itu, dia juga mendapat laporan dari orang tua murid non-muslim. Orang tua ini mau membeli celana pendek untuk anak perempuannya. Namun, petugas koperasi menyebut harus membeli celana panjang.
Kasus berikutnya terjadi di SMAN 101 Jakbar. Menurut dia, seorang non-muslim melaporkan dipaksa mengenakan kerudung di hari Jumat.
Ima lantas meminta Kepala Dinas Pendidikan DKI Nahdiana untuk menyelesaikan masalah intoleransi tersebut. Dia berharap sekolah yang intoleran dikenakan sanksi. "Bu Nahdiana dipercaya untuk bisa membereskan ini, karena ini kejadian sudah berulang kali," ujar anggota Komisi E Bidang Kesra DPRD DKI itu.
Baca juga: PDIP Terima Laporan Kasus Intoleransi di 10 Sekolah, Dipaksa Pakai Jilbab hingga Tidak Boleh Beli Celana Pendek