Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Empat perusahaan Israel diduga memasok teknologi spyware dan surveillance ke Indonesia sepanjang 2017–2023. Empat vendor yang teridentifikasi termasuk Q Cyber Technologies SARL yang berbasis di Luksemburg (terkait dengan NSO Group), konsorsium Intellexa, Wintego Systems Ltd dan Saito Tech yang berbasis di Israel (juga dikenal sebagai Candiru), dan Raedarius M8 Sdn Bhd yang berbasis di Malaysia (terkait dengan FinFisher).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lab Keamanan Amnesty International bekerja sama dengan Tempo, Haaretz, Inside Story, kelompok riser WAV, dan Woz telah menyelidiki dugaan ini melalui intelijen sumber terbuka, termasuk database perdagangan komersial dan pemetaan infrastruktur spyware.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dari penyelidikan itu, mereka menemukan bukti penjualan dan penyebaran spyware sangat invasif dan teknologi pengawasan lainnya ke perusahaan dan lembaga negara di Indonesia antara 2017 dan 2023.
Spyware merupakan sejenis malware yang mampu memata-matai titik akhir atau endpoint yang terinfeksi. Karena itu, spyware dirancang untuk mengawasi dan melacak kegiatan pengguna dan mencuri informasi yang dapat membuat pengguna beresiko terkena serangan siber.
Amnesty menyebutkan, entitas sasaran penjualan teknologi spyware termasuk Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri dan Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN. Polri dan BSSN belum menjawab surat permintaan wawancara Tempo hingga Jumat, 3 Mei 2024.
Jurre van Bergen, teknolog di Amnesty International, menyatakan penjualan dan transfer perangkat lunak mata-mata dan teknologi pengawasan yang sangat invasif ke Indonesia menjadi ancaman bagi penegakan HAM. "Perdagangan rahasia dari alat-alat mata-mata terus berlangsung pada saat hak-hak atas kebebasan berekspresi sudah berada dalam serangan di negara tersebut," kata van Bergen dalam keterangan tertulis, Rabu, 1 Mei 2024.
Indonesia tidak memiliki legislasi khusus yang mengatur penggunaan spyware atau teknologi pengawasan. Dalam ketiadaan regulasi dan mekanisme pengawasan hukum yang nyata, tulis Haaretz pada Kamis, 2 Mei 2024, peluang teknologi tersebut akan disalahgunakan oleh klien-kliennya di negara-negara non-Barat semakin meningkat.
Hasil liputan investigasi selengkapnya akan dimuat di majalah Tempo yang terbit pada Ahad, 5 Mei 2024 untuk edisi digital, sedangkan edisi cetaknya terbit pada Senin, 6 Mei 2024.
Pilihan Editor: Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware