Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Polisi membongkar jaringan perdagangan ginjal Indonesia di Kamboja.
Jaringan itu dikendalikan dua warga negara Cina.
Kebutuhan ginjal donor Indonesia mencapai 40 ribu setahun.
PELARIAN Lutfi Fauzia Rachman alias Lukman berakhir di Surabaya pada Rabu, 12 Juli lalu. Personel Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menciduk pria 32 tahun itu setelah kabur bersama 14 korban perdagangan ginjal ilegal dari Phnom Penh, Kamboja. Saat diperiksa, hanya enam orang yang ginjalnya masih lengkap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi menyebut Lukman sebagai koordinator jaringan perdagangan ginjal Kamboja. Namanya muncul setelah tim Polda Metro Jaya mendatangi Phnom Penh pada Juli lalu. Setelah memetakan jaringannya, polisi menangkap 12 orang yang diduga anggota sindikat penjual ginjal orang Indonesia ke negeri itu. Polisi juga menangkap tiga petugas imigrasi di Bandar Udara Ngurah Rai, Bali, yang diduga meloloskan para calon donor ginjal ilegal. “Ini jaringan internasional,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Sub-direktorat Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Indrawienny Panjiyoga mengatakan sindikat perdagangan ginjal Kamboja dikendalikan oleh Huang dan Dokter Chen. Keduanya warga negara Cina yang tinggal di Kamboja. Saat berada di Phnom Penh, polisi mendatangi Preah Ket Mealea Hospital. Rumah sakit pusat militer Kamboja itu ditengarai menjadi lokasi pengangkatan ginjal para donor ilegal asal Indonesia.
Para tersangka dihadirkan saat rilis pengungkapan perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jaringan internasional Indonesia-Kamboja berupa penjualan organ tubuh di Polda Metro Jaya, Jakarta, 20 Juli 2023/Tempo/Febri Angga Palguna
Rupanya, Huang dan Chen mengendus kedatangan polisi Indonesia. Mereka mengabarkan kehadiran polisi Indonesia kepada Lukman. Selama masa pengangkatan ginjal, Lukman bertugas mengawasi kebutuhan donor ginjal di Kamboja dan memastikan mereka kembali ke Indonesia. Huang memerintahkan Lukman bersama 14 donor kabur ke sebuah hotel di dekat bandara di Kamboja. Mereka melanjutkan pelarian ke Vietnam, lalu ke Malaysia, hingga akhirnya tertangkap di Surabaya.
Huang dan Chen masih bebas. Polisi menggambarkan Huang sebagai perempuan yang mengendalikan jaringan dan fasih berbahasa Indonesia. Ia juga berperan sebagai penerjemah. Chen diduga adalah dokter berjenis kelamin pria yang bekerja di Kamboja. Polisi sebenarnya sudah memiliki dua alat bukti untuk menjerat keduanya. Tapi koordinasi mereka dengan kepolisian Kamboja terganjal. Polisi Kamboja beralasan tengah bersiap menghadapi pemilihan umum pada Ahad, 23 Juli lalu.
Ajun Komisaris Besar Indrawienny mengatakan kesibukan polisi Kamboja membuat mereka ogah-ogahan bekerja sama. Otoritas setempat juga tertutup. “Dalam operasi ini, batasan polisi cuma itu. Kami enggak bisa bekerja tanpa kerja sama dengan Kamboja,” ujarnya.
Rumah Sakit Preah Ket Mealea , di Kamboja, tempat dilakukannya operasi pengambilan ginjal dari donor/Dok. Polda Metro Jaya
Meski menemui berbagai hambatan, operasi tetap berjalan. Selain menangkap semua pelaku, polisi mengetahui jaringan perdagangan ginjal Huang dan Chen beroperasi sejak 2019. Dalam hitungan polisi berdasarkan pengakuan para tersangka, jumlah korban perdagangan ginjal ke Kamboja mencapai 122 orang. Untuk satu ginjal, donor menerima Rp 135 juta yang langsung ditransfer selepas operasi. Makelar yang mendampinginya, seperti Lukman, mendapat Rp 65 juta per satu donor. Polisi menaksir uang yang bisa dikumpulkan sindikat perdagangan ginjal Kamboja mencapai Rp 24,4 miliar selama empat tahun.
Selain menangkap Lukman, polisi menahan Hanim. Ia disebut mengendalikan sindikat perdagangan ginjal di Indonesia sejak 2019. Dalam jaringan ini, ia berkomunikasi langsung dengan Huang. “Dia yang mengatur semuanya di Kamboja,” ucap Hanim, menyebut peran Huang, di Polda Metro Jaya, Jumat, 21 Juli lalu.
Baca: Jual Ginjal Demi Menutup Utang
Jaringan perdagangan ginjal Kamboja terbongkar setelah polisi menggerebek rumah kontrakan di perumahan Villa Mutiara Gading, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Senin, 19 Juni lalu. Polisi mencurigai rumah tersebut sebagai lokasi penampungan para donor ginjal sebelum dibawa ke Phnom Penh melalui Bandara Ngurah Rai di Bali dan Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten. Saat penggerebekan, polisi menemukan lima calon donor ginjal.
Polisi menangkap penjaga rumah, Muhammad Akmal alias Limon. Kesaksian Akmal dan lima donor lain membuka tabir sindikat perdagangan ginjal internasional. Setelah menerima informasi ada 14 warga negara Indonesia yang sudah berada di Kamboja, polisi langsung mengirim tim ke negara itu. Penyidik juga bergerak di Jakarta. Mereka menciduk Ramdani di jalan tol Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Polisi menduga ia bertugas mengurus paspor para donor ginjal.
Dua perekrut calon donor juga diciduk di tempat berbeda, yakni Darma Sugesta alias Robi di Palembang pada Selasa, 20 Juni lalu, dan Husni Awali alias Dito di Bali pada Kamis, 22 Juni lalu. Menurut polisi, jaringan ini menyisir calon korbannya lewat grup Facebook bernama “Donor Ginjal Indonesia” dan “Donor Ginjal Luar Negeri”. Di grup ini berkumpul orang yang menawarkan ginjal dengan harapan mendapatkan uang. Hingga kini, kedua grup itu masih aktif. “Mereka menjual ginjal karena sedang kesulitan ekonomi,” ujar Komisaris Besar Hengki Haryadi.
Petugas mengemas barang bukti saat rilis pengungkapan perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jaringan internasional Indonesia-Kamboja berupa penjualan organ tubuh di Polda Metro Jaya, Jakarta, 20 Juli 2023/Tempo/Febri Angga Palguna
Selain menangkap petugas imigrasi, polisi membekuk personel Kepolisian Sektor Bekasi Selatan, Ajun Inspektur Dua Mansur. Indrawienny Panjiyoga mengatakan Mansur melindungi anggota jaringan saat mereka panik setelah terjadinya penggerebekan di Tarumajaya. “Dia menyuruh anggota jaringan lain membuang telepon seluler dan berpindah-pindah,” kata Indrawienny.
Polisi juga menangkap Andy Hidayat, petugas stempel paspor di Kantor Imigrasi Bandara Ngurah Rai. Ia ditengarai membantu meloloskan sindikat dan para donor terbang ke Kamboja melalui Malaysia. Polisi turut menggeledah Kantor Imigrasi Bandara Ngurah Rai pada Kamis, 27 Juli lalu. Esoknya, tiga pegawai Imigrasi Ngurah Rai juga menjadi tersangka, yaitu Nugroho Willy Saputra, Randra Anditya Putra, dan Jusbar.
Perjalanan ke Kamboja sebenarnya tak membutuhkan visa. Para petugas imigrasi membantu para donor melewati jalur cepat atau fast track yang biasa digunakan untuk ibu hamil, kru pesawat, atau pejabat pemerintah agar lolos dari pemeriksaan. Andy mengutip Rp 3,5 juta untuk setiap keberangkatan. Ia mengajak rekannya yang lain untuk berkomplot meloloskan para donor ginjal.
Polisi sudah memeriksa Kepala Kantor Imigrasi Bandara Ngurah Rai, Sugito. Kepada penyidik, ia mengaku tak tahu ulah anak buahnya. Tempo mengirim permintaan wawancara ihwal kasus ini kepada Sugito lewat tim Hubungan Masyarakat Kantor Imigrasi Ngurah Rai. Namun ia tak membalas permohonan wawancara itu.
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Silmy Karim juga tak kunjung menjawab pertanyaan Tempo. Dalam konferensi pers pada Rabu, 2 Agustus lalu, ia hanya memberi penjelasan singkat tentang kelakuan anggotanya. “Kami akan memperketat pengawasan di fasilitas fast track,” katanya.
Seorang mantan pejabat yang mengetahui perdagangan ginjal di Phnom Penh mengatakan sindikat perdagangan ginjal muncul di Kamboja karena kedatangan komplotan dari Cina. Peraturan di Kamboja perihal donor ginjal relatif longgar. Sementara itu, aturan transplantasi organ di Cina makin ketat. Pejabat ini menambahkan, dokter dari Cina yang melakukan praktik transplantasi ginjal pun disebut ikut pindah ke Kamboja. Di Kamboja, jaringan Huang dan Chen memanfaatkan prosedur operasi transplantasi di Preah Ket Mealea Hospital yang tak berbelit-belit.
Meski sempat terhambat karena kesibukan polisi Kamboja, kasus perdagangan ginjal internasional ini membuka kerja sama baru antara Indonesia dan Kamboja. Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Besar Indonesia di Phnom Penh, Lauti Nia Astri, menyebutkan dalam waktu dekat kedua negara akan meneken nota kesepahaman guna mencegah dan menangani kejahatan transnasional. “Rencananya akan disepakati akhir Agustus,” ucapnya.
Tempo menyurati Kedutaan Besar Kamboja di Jakarta untuk meminta konfirmasi soal kasus perdagangan ginjal ini. Namun surat itu tak direspons hingga Sabtu, 5 Agustus lalu. Duta Besar Kamboja untuk Indonesia yang namanya masih tercatat di situs Kementerian Luar Negeri Kamboja, Iv Heang, enggan berkomentar. “Saya telah menyelesaikan tugas saya dan telah meninggalkan Indonesia,” tutur Iv Heang lewat sambungan telepon.
•••
SINDIKAT perdagangan ginjal internasional juga pernah terungkap pada 2016. Pada waktu itu Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI menangkap sejumlah anggota komplotan perdagangan ginjal yang dipimpin Kwok Herry Susanto. Polisi juga mengungkap ada 30 warga Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang hanya memiliki satu ginjal. Separuhnya teridentifikasi sebagai korban kelompok Herry.
Cerita kelompok perdagangan ginjal ini dimuat dalam laporan utama majalah Tempo edisi 15-21 Februari 2016 berjudul “Makelar Gagal dari Majalaya”. Saat itu kegiatan perdagangan ginjal yang dilakukan kelompok Herry juga melibatkan warga negara asing. Polisi menyebutkan ada warga Singapura yang diboyong ke Indonesia untuk menjalani transplantasi ginjal. “Dia mengaku ada orang luar yang dibawa ke Indonesia,” kata kuasa hukum Herry, Osner Johnson Sianipar, saat dihubungi Tempo.
Praktik perdagangan ginjal juga pernah terungkap pada Maret 2022. Media asal Turki, TRT Haber, melaporkan empat orang yang diduga terlibat perdagangan ginjal telah ditangkap oleh kepolisian Turki. Tiga di antaranya warga negara Indonesia dan India. Donor dan penerima ginjal sama-sama orang Indonesia yang mengaku suami-istri. Pendonoran lebih mudah jika kedua pihak berkerabat. Rupanya, akta nikah mereka palsu.
Baca: Penjaja Ginjal di Rumah Sakit Pemerintah
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha membenarkan adanya kejadian di Turki itu. “Pelaku memilih operasi ginjal di Turki karena aturan di Indonesia sangat ketat,” ujar Judha.
Kantor Imigrasi Kelas II Ponorogo, Jawa Timur, juga mencegah rencana perdagangan ginjal pada Selasa, 4 Juli lalu. Dua calon donor, MM asal Sidoarjo, Jawa Timur, dan SH asal Tangerang Selatan, Banten, ditangkap saat mengurus paspor di kantor imigrasi. “Keduanya tidak bisa menunjukkan berkas yang diminta petugas,” tutur Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur Hendro Tri Prasetyo.
Dari penelusuran petugas imigrasi, polisi menangkap WI, warga Bogor, Jawa Barat; AT, warga Jakarta; dan IS, warga Mojokerto, Jawa Tengah, yang juga berencana menjual ginjalnya. Mirip dengan jaringan Huang dan Chen, sindikat di Ponorogo juga membawa korban ke Kamboja untuk operasi pengangkatan ginjal.
Rumah yang diduga sebagai penampungan pendonor organ ginjal di Perumahan Villa Mutiara Gading,Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 20 Juni 2023/Antara/Fakhri Hermansyah
Orang yang menawarkan ginjalnya diperkirakan masih terus muncul. Tempo mewawancarai Dian—bukan nama sebenarnya—calon donor yang pernah menawarkan ginjalnya di Facebook. Pria 30-an tahun itu sebenarnya sudah bersepakat menjual ginjalnya kepada seorang penerima ginjal donor di Semarang dengan harga Rp 135 juta. Dian mengaku butuh uang karena terlilit utang biaya pengobatan istrinya yang kemudian meninggal. "Juga kebutuhan sekolah anak," katanya.
Dian sudah berada di Semarang untuk bertemu dengan makelar yang membawanya ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi. Di sana juga sudah ada calon penerima ginjalnya. Dian menggambarkan calon resipien itu memiliki rumah dua lantai dan dua mobil serta dua sepeda motor. Ia juga sudah mengurus surat rekomendasi untuk mendapatkan kartu kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk membiayai pemeriksaan kesehatan di rumah sakit dan operasi pengangkatan ginjal.
Rumah Sakit Dr Kariadi merupakan satu dari 13 rumah sakit yang telah mendapatkan izin Komite Transplantasi Nasional membuka layanan transplantasi ginjal. Rencana Dian gagal karena tak punya uang untuk bolak-balik dari rumahnya di Jawa Barat ke Semarang untuk mengurus kartu BPJS. Tapi niatnya menjual ginjal tak surut. Belakangan, ia dihubungi seorang makelar bernama Nor Iksan untuk membicarakan rencana penjualan ginjal. “Saya butuh uang,” tuturnya.
Direktur Utama Rumah Sakit Dr Kariadi, Farichah Hanum, menyebutkan saat ini ada lima calon donor dan lima calon resipien yang sudah masuk tahap advokasi dan menunggu transplantasi ginjal. Dari lima pasang donor dan resipien tersebut, Farichah memastikan pihaknya belum menemukan upaya percobaan transplantasi ginjal dengan motif komersial seperti yang akan dilakukan Dian. “Kami tidak mengidentifikasi kasus tersebut,” ucapnya.
Transaksi jual-beli ginjal itu yang kini menjadi fokus penyidikan di Polda Metro Jaya. Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Hengki Haryadi mengatakan penjualan organ tubuh melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pelaku perdagangan orang, Hengki menjelaskan, biasanya memiliki sindikat dan jaringan transnasional. “Hukumannya 15 tahun penjara,” katanya.
Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia Tony Samosir mengatakan perdagangan ginjal masih marak karena ada kebutuhan yang besar, sedangkan jumlah donor sangat sedikit. Kini pasien cuci darah mencapai 300-400 ribu orang. Saat ini semuanya membutuhkan transplantasi ginjal.
Mereka berharap bisa mendapat pendonoran organ lewat bantuan pemerintah. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 38 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Transplantasi Organ melahirkan Komite Transplantasi Nasional. Lembaga ini mengatur lalu lintas donor organ. Tapi, Tony mengimbuhkan, lembaga itu tak jelas perannya dalam membantu orang yang membutuhkan donor sejak pertama kali didirikan. “Kantornya saja saya tak tahu ada di mana,” ucapnya.
Ketua Komite Transplantasi Ginjal Budi Sampurno mengakui kekurangan lembaganya. Ia memperkirakan ada 40 ribu pasien gagal ginjal setiap tahun yang butuh transplantasi. Sementara itu, jumlah donor rata-rata hanya 150 per tahun. Ia menyebutkan masalah muncul karena belum ada sistem yang mengatur nomor register terpusat secara nasional. Agar diproses dengan cepat, pasien harus datang sendiri ke rumah sakit transplantasi tanpa peran Komite. “Karena belum ada sistem yang terpusat, kami mengarahkan para donor dan resipien mendaftar ke rumah sakit dan langsung dikerjakan di sana,” katanya.
Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Jatim Hendro Tri Prasetyo (tengah) didampingi Kepala Kantor Imigrasi Ponorogo Yanto (kiri) dan Kapolres Ponorogo AKBP Wimboko menunjukkan barang bukti pengungkapan sindikat perdagangan ginjal internasional di Kantor Imigrasi Ponorogo, 5 Juli 2023/Antara/HO-Kanwil Kemenkumham Jatim
Masalah lain terjadi dalam urusan penghargaan negara terhadap donor. Seharusnya, tutur Budi, pemerintah memberikan reward kepada donor. Mereka juga berhak memperoleh asuransi dan penghargaan. Besaran uangnya akan ditentukan Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan. “Tapi aturan itu belum ada,” ujar Budi.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi tak memungkiri kabar bahwa jumlah pasien yang membutuhkan ginjal lebih banyak ketimbang jumlah donor sehingga memicu perdagangan ginjal secara ilegal. Komite Transplantasi Nasional juga masih merancang sistem pendonorannya. “Memang sistemnya belum bekerja optimal,” ucap Nadia.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ihsan Reliubun, Hendrik Yaputra, Jamal Abd Nashr dari Semarang dan Made Argawa dari Bali berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jalur Cepat Sindikat Perdagangan Ginjal"