Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jakarta - Terkait kasus penangkapan preman pungli di Tanjung Priok, Tempo menelusuri dengan ikut perjalanan sebuah truk kontainer.
Di bawah teriknya kawasan Cilincing, Tanjung Priok, Jakarta Utara, seorang sopir, sebut saja Wawan, duduk di kabin truk kontainer selama satu jam. Dia sedang antre masuk ke dalam depo kontainer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tanpa pendingin ruangan di kabin, peluh terus mengucur dari wajahnya. Entah berapa kali kain warna abu-abu di dashboard diambil guna mengelap keringat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ya beginilah, kadang bisa sampai dua jam," kata Wawan kepada Tempo yang mendampingi di truk itu, pada Sabtu siang, 12 Juni 2021.
Di gerbang depo, spanduk yang isinya mengimbau siapa saja untuk melapor ke call center jika melihat pungutan liar atau pungli, terpampang. Spanduk seperti ini juga banyak ditempelkan di bagian dalam depo.
Ketika masuk ke gerbang depo, satpam meminta sopir untuk menunjukkan surat jalan dari perusahaannya. Setelah lengkap, dua petugas depo yang mengenakan seragam merah melakukan survei kondisi peti kemas.
"Biasanya kita ngasih Rp 2 ribu di pos satpam, terus Rp 2 ribu lagi pas survei," tutur Wawan.
Namun pada hari itu, tidak ada karyawan depo yang meminta pungli kepada Wawan. Lelaki berusia 21 tahun ini menduga, tindakan pungli sedang hilang karena polisi tengah gencar menangkap para pelakunya.
Lokasi depo yang Wawan masuki bertetangga dengan depo PT Greating Fortune Container (GFC). Pada Kamis, 10 Juni lalu, polisi menangkap 12 orang pelaku pungli di depo GFC.
Tidak hanya di GFC, peringkusan pelaku pungli juga dilakukan di kawasan Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok dan Depo Dwipa Kharisma Mitra Jakarta.
Operasi ini dilakukan setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta langsung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, untuk membersihkan pungli dan premanisme pemalakan terhadap sopir truk di kawasan Jakarta Utara.
"Beritanya kan viral. Mungkin karena itu," Wawan menjelaskan.
Selepas survei, bongkar muat dikerjakan. Pembongakaran atau pemuatan kontainer ke truk dilakukan oleh seorang petugas menggunakan alat berat seperti forklift. Di proses ini, angka pungutan liar paling besar dirasakan oleh sopir.
"Kadang Rp 5 ribu, kadang Rp 10 ribu. Kalau mau dapat kontainer yang bagus, ya Rp 10 ribu," kata Wawan lagi.
Pada hari ini, dia sedang mengembalikan kontainer atau tak sedang mengambil kontainer. Perusahaannya, PT LLB menyewa kontainer dari depo itu. Biasanya jika mengambil kontainer dan mendapatkan unit dengan kondisi jelek, kata Wawan, perusahaan akan komplain kepadanya.
Wawan mengatakan, pungutan-pungutan itu memang tidak dipaksakan. Namun menurut dia, semua sopir pasti bakal memberikan uang kepada petugas depo. Jika tak memberi uang, pelayanan bongkar muat akan sangat lambat.
"Serba salah kita jadinya," kata pria asal Bogor itu.
Wawan mengaku pesimis jika hilangnya pungli pada saat ini dapat berlangsung lama setelah operasi penangkapan oleh polisi. Untuk itu, dia berharap polisi rutin memeriksa depo maupun pelabuhan untuk mencegah pungli muncul lagi.
Baca juga : 49 Pelaku Pungli Digaruk di Tanjung Priok, Polisi: Pungutan Mulai dari Rp 2.000
M YUSUF MANURUNG