Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robin Pattuju mengungkapkan ada diskriminasi atau perbedaan perlakuan petugas terhadap tahanan di rumah tahanan atau Rutan KPK yang tidak membayar iuran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini diungkapkan Robin, sapaannya, saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan pungutan liar atau pungli Rutan KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Terpidana kasus pengurusan perkara itu hadir sebagai saksi secara daring.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan apakah Robin mengetahui tahanan yang tidak membayar iuran kepada petugas Rutan KPK. Robin menyebut memang ada beberapa tahanan yang tidak membayar. "Seingat saya, pada saat itu ada yang tidak bayar, ada kurang lebih tiga atau empat orang," ujar Robin di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin, 30 September 2024.
Jaksa pun menanyakan lagi, "siapa? Masih ingat saudara?" "Namanya sudah lupa, Pak," jawab Robin.
JPU lantas menanyakan darimana asal tahanan yang enggan membayar pungli tersebut. Robin menyebut satu orang berasal dari Jawa Timur, serta tiga lainnya dari Muara Enim, Sumatera Selatan.
"Ada perbedaan perlakuan kepada para tahanan itu oleh petugas?" tanya jaksa. Robin pun mengiyakan. Jaksa kembali bertanya bagaimana perbedaan perlakuan tersebut.
"Ya mereka sering dicek di kamar, kemudian jam olahraganya dikurangi," beber Robin. Ia mencontohkan waktu olahraga adalah satu jam setengah. Namun, tahanan yang tidak membayar hanya diberikan waktu setengah jam. "Dan mereka tidak boleh meminjam handphone," ucap Robin.
Tahanan yang membayar uang bulanan memang diberikan fasilitas ponsel oleh petugas. Namun, tahanan yang tidak membayar dilarang meminjam handphone tersebut.
"Ada enggak konsekuensi kalau ketahuan pegang handphone?" tanya jaksa. Robin pun menjawab, "kalau mereka ketahuan pinjam handphone teman, maka handphone tahanan tersebut diambil, disita."
JPU lantas menanyakan bagaimana layanan kesehatan bagi tahanan yang tidak membayar. "Layanan kesehatan juga kurang direspons kalau yang tidak bayar," tutur Robin.
Sebanyak 15 terdakwa kasus dugaan korupsi pungli di Rutan KPK tengah menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Jaksa KPK mendakwa mereka dengan berkas perkara yang berbeda.
Delapan terdakwa yakni Deden Rochendi, Hengki, Ristanta, Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Achmad Fauzi, Agung Nugroho, dan Ari Rahman Hakim teregister dengan nomor perkara 69/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst. Sedangkan berkas perkara tujuh terdakwa lain yakni Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah teregister dengan nomor 68/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum dari KPK menjelaskan selama kurun waktu selama empat tahun, mulai Mei 2019 hingga Mei 2023, masing-masing terdakwa mengumpulkan uang sebesar Rp 6.387.150.000 atau Rp 6,3 miliar. Uang itu diperoleh melalui pungutan tidak resmi dari para tahanan.