Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute (TII), Christina Clarissa Intania, merespons aksi Cuti Bersama Hakim yang menuntut kenaikan gaji dan jaminan kesejahteraan lainnya. Dia menyebut, kenaikan gaji hakim harus dibarengi dengan komitmen memberangus pungutan liar (pungli) di pengadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Christina, praktik pungli dan suap masih marak terjadi di pengadilan. "Institusi peradilan juga harus berkomitmen dan lebih tegas menindak praktik pungli, suap dan tindakan korup lainnya di lingkungan peradilan, bersamaan dengan kenaikan kesejahteraan yang diperjuangkan," katanya dalam keterangan tertulis pada Selasa, 8 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Christina, gaji hakim yang tidak dinaikkan selama 12 tahun memang perlu menjadi sorotan. Pasalnya, perubahan situasi ekonomi seperti inflasi, membuat nilai gaji tak lagi relevan.
Namun, dia menekankan harus dipastikan bahwa praktik korup diberantas habis. Adanya tindakan korup di pengadilan, kata Christina, sudah menjadi momok dan berdampak buruk bagi pencari keadilan. Pada akhirnya, berimbas pada independensi yudikatif, hingga pada keadilan dan putusan hakim di ruang sidang.
"Jika upah dan kualitas hidup nantinya sudah ditingkatkan, maka godaan menerima pungli, suap, dan lainnya seharusnya tidak bisa lagi menjadi alasan ketakutan lagi," tutur dia.
Dia berharap, peningkatan kesejahteraan hakim dapat menyokong kinerja hakim yang berat dan penuh risiko. Namun pada saat bersamaan, setiap hakim juga diminta jujur dan menjaga independensinya untuk secara kolektif, untuk mewujudkan independensi lembaga peradilan.
"Harapannya, kedua aspek ini bisa diperbaiki untuk terus meningkatkan independensi yudikatif,” tutur Christina.
Aksi Cuti Bersama hakim dimulai sejak tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024. Aksi disebut akan berlanjut jika tuntutan tak dipenuhi.
Pilihan editor: Jubir Cerita di Balik Persiapan Debat Perdana Ridwan Kamil