Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Membaca Kembali Situs Liyangan

Situs Liyangan adalah situs yang pernah tertimbun material ledakan Gunung Sindoro.

1 Januari 2023 | 00.00 WIB

Candi I atau Candi Utama di Teras 1 di Situs Liyangan di Kecamatan Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah, 17 Desember 2022. TEMPO/Pito Agustin Rudiana
Perbesar
Candi I atau Candi Utama di Teras 1 di Situs Liyangan di Kecamatan Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah, 17 Desember 2022. TEMPO/Pito Agustin Rudiana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEMARI kaca panjang di rumah warga bernama Samudi di Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, penuh deretan guci Cina. Guci-guci itu berasal dari era Dinasti Tang (618-907 Masehi). Terlihat beberapa guci hasil rekonstruksi kepingan-kepingan atau fragmen-fragmen pecahan. Samudi adalah petugas satuan pengamanan situs arkeologis Liyangan di Temanggung. Guci-guci itu adalah hasil temuan para arkeolog Yogyakarta saat menggali situs Liyangan. Rata-rata guci dari Dinasti Tang saat ditemukan dalam bentuk pecahan. “Samudi saya ajari untuk merekatkan fragmen-fragmen keramik. Sekarang dia sudah jago membentuk utuh,” kata Sugeng Riyanto, arkeolog Yogyakarta, peneliti ahli madya Badan Riset dan Inovasi Nasional. Sugeng dulu bertugas di Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta dan memimpin eksvakasi-eksvakasi di Liyangan.

Menurut Sugeng, temuan keramik lain disimpan di Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah. Di rumah Samudi tak hanya ada keramik, tapi juga aneka temuan lain dari ekskavasi yang dilakukan Sugeng. Misalnya alat pertukangan, alat pertanian, perkakas rumah tangga, tempat menyalakan lampu minyak atau clupak, lampu gantung, tempat meletakkan tungku atau plengker, dan penggilingan rempah dari batu. Balai Arkeologi Yogyakarta dan BPCB Jawa Tengah melakukan penelitian pada 2009-2019. Proses ekskavasi terhenti saat pandemi merebak. “Sekarang seharusnya kami melangkah lagi untuk mengetahui detail permukiman, arkeobotani, dan unsur ritualnya,” ucap Sugeng. Pada Sabtu pagi, 17 Desember lalu, Sugeng membawa rombongan peserta pendidikan dan pelatihan jurnalisme arkeologi yang dikoordinasi Borobudur Writers and Cultural Festival Field Study ke Liyangan.

Sebelum situs itu ditemukan, lahan yang berada di ketinggian 1.100-1.165 meter di atas permukaan laut di lereng timur laut Gunung Sindoro tersebut adalah lahan tembakau. Pada 2007, harga tembakau anjlok dan membuat petani menyewakan lahannya kepada penambang pasir. Sugeng ingat, saat menggali sampai kedalaman 10-14 meter, ia berkolaborasi dengan penambang pasir. Setiap mereka menemukan suatu benda yang diduga artefak, tim ekskavasi akan menindaklanjuti.

Sampai sekarang para arkeolog telah menemukan empat teras di Liyangan. “Dimungkinkan akan bertambah lagi apabila area ekskavasi diperluas,” tutur Sugeng. Teras-teras itu menuju pada satu titik teras yang dianggap suci yang letaknya paling tinggi. Teras terendah (Teras 4) adalah tempat petirtaan, yaitu tempat bersuci sebelum pengunjung naik ke bangunan suci. Di teras itu juga ditemukan lumbung padi yang masih menyisakan arang padi. Teras 3 memiliki sebuah candi kecil unik tapi tanpa tangga. Diperkirakan candi itu adalah lokasi kremasi jenazah dan tempat ibadah pada waktu ritual tertentu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus