Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KENIKMATAN Yorrys Raweyai menyantap durian bersama Ade Komarudin terhenti oleh panggilan telepon dari Airlangga Hartarto. Di ujung telepon, Airlangga meminta dua politikus Partai Golkar itu segera menemuinya. Jam tangan Yorrys ketika itu menunjukkan pukul 7 malam. Mereka baru saja menghadiri resepsi pernikahan putri Presiden Joko Widodo, Kahiyang Ayu, dengan Bobby Nasution di Medan, Sumatera Utara, 26 November 2017.
Rupanya, bukan hanya Airlangga yang ada di tempat pertemuan tak jauh dari lokasi resepsi pernikahan Kahiyang-Bobby itu. Presiden Jokowi juga hadir di situ. Yorrys bercerita, dalam pertemuan singkat itu, Jokowi menyatakan mendukung Airlangga menjadi Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Setya Novanto, yang terjerat kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Menurut Yorrys, Jokowi meminta mereka mengkondisikan kalangan internal Golkar agar tak ribut. Jokowi juga berpesan agar Airlangga dipilih oleh pengurus Golkar tingkat provinsi dan kabupaten/kota secara aklamasi. “Kami ditanya kapan bisa. Saya bilang, izin, kalau diperintah sekarang, besok pun bisa dibikin,” ujar Yorrys kepada Tempo di rumahnya di Tegal Parang, Jakarta Selatan, Jumat, 15 Maret 2024.
Tak sampai sebulan setelah pertemuan itu, pengurus Golkar mengukuhkan Airlangga sebagai ketua umum dalam rapat pleno di Jakarta pada 13 Desember 2017. Sesuai dengan permintaan Jokowi, Airlangga terpilih secara aklamasi. Adapun kandidat lain, Azis Syamsuddin, mundur dari bursa pencalonan ketua umum. “Jokowi waktu itu firm-nya dengan Airlangga,” kata Yorrys.
Kala itu Yorrys berada di barisan pendukung Airlangga Hartarto. Ia dicopot oleh Setya Novanto dari jabatan Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Dewan Pimpinan Pusat Golkar pada Oktober 2017. Penyebabnya, ia kerap bersuara agar Setya dilengserkan dari kursi ketua umum lantaran terjerat korupsi e-KTP.
Di antara enam Ketua Umum Partai Golkar setelah reformasi, Setya Novanto paling singkat menduduki kursi nomor satu di partai beringin. Bekas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu menjabat ketua umum mulai Mei 2016 hingga Desember 2017. Saat Setya menjadi ketua umum, Golkar bergabung dalam koalisi Jokowi setelah dua tahun berada di luar pemerintahan.
Seperti Airlangga Hartarto, Setya Novanto disebut-sebut mendapat dukungan Presiden Jokowi untuk menjadi ketua umum. Baik Yorrys Raweyai maupun Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono tak membantah kabar bahwa Setya didukung Jokowi. Yorrys mengatakan saat itu dicari orang yang punya sedikit masalah dan patuh.
Menurut Agung, Golkar memiliki tradisi bertanya kepada pemerintah dalam segala urusan, termasuk pemilihan ketua umum. “Kami didoktrin mendukung dan bekerja membangun negeri bersama pemerintah yang sah,” kata Agung kepada Tempo di rumahnya di Cipinang, Jakarta Timur, Kamis, 14 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto setelah Pelantikan Pimpinan MPR RI 2019-2024 di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Oktober 2019. Tempo/M Taufan Rengganis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum Setya Novanto menjadi ketua umum, Golkar memilih berada di luar pemerintahan. Di era Aburizal Bakrie alias Ical, Golkar sempat menjadi partai penyeimbang pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Keputusan itu diambil setelah calon yang diusung Golkar, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, kalah melawan Jokowi-Kalla dalam pemilihan presiden 2014.
Keputusan itu membuat lingkup internal Golkar terpecah, yaitu kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. Konflik itu terjadi sejak akhir 2014 hingga Mei 2016. Aburizal mengklaim sebagai Ketua Umum Golkar yang terpilih lewat Musyawarah Nasional di Bali pada pengujung 2014. Sedangkan Agung menjadi nakhoda Golkar berdasarkan Musyawarah Nasional di Jakarta.
Dalam dualisme itu, pemerintah mendukung Agung Laksono. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan surat keputusan yang mengesahkan kepengurusan Golkar di bawah Agung pada awal Maret 2015. Agung mengaku mengagumi Jokowi sejak 2012, ketika dia bertarung dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta. “Sayangnya, Golkar sudah mendukung Fauzi Bowo,” ujarnya.
Aburizal Bakrie kemudian menggugat keputusan itu ke pengadilan tata usaha negara. Kedua kubu bertarung lewat jalur hukum demi merebut Golkar. Pertarungan kedua kubu mulai mereda setelah Mahkamah Partai Golkar menunjuk Bacharuddin Jusuf Habibie dan Jusuf Kalla memimpin tim transisi. Agung pun memilih berdamai dengan Aburizal.
Kepada Aburizal, Agung mengatakan mereka sebaiknya tak maju lagi dalam pemilihan Ketua Umum Partai Golkar. Ical menyanggupi itu. Tim transisi pun menyiapkan jadwal Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar pada Mei 2016. “Kami cari yang muda. Dapatnya Setya Novanto,” kata Agung. “Tapi salah karena ternyata dia jatuh juga.”
Setelah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Setya Novanto terpental sebagai Ketua Umum Golkar. Pada awal Desember 2023, mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo, menyatakan Jokowi cawe-cawe dalam kasus tersebut. Agus mengatakan Jokowi dengan nada tinggi meminta dia menghentikan kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.
Pernyataan Agus itu menimbulkan kehebohan. Jokowi menanggapi omongan Agus tersebut dengan mempertanyakan motif mantan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah itu. “Saya kecewa dengan pemberantasan korupsi yang melemah,” tutur Agus menanggapi Jokowi pada 5 Desember 2023.
Jokowi kembali mendukung Airlangga Hartarto agar dia terpilih lagi sebagai ketua umum. Berpidato dalam peringatan ulang tahun Golkar ke-55 di Jakarta, 6 November 2019, Jokowi menyebut Airlangga sebagai pembantu yang top. Jokowi, yang mengenakan batik kuning keemasan, juga menyatakan Golkar akan melejit di bawah kepemimpinan Airlangga.
Menuju Munas Desember 2019, ada sejumlah calon Ketua Umum Partai Golkar selain Airlangga. Salah satunya Bambang Soesatyo. Belakangan, Bambang mundur dari bursa ketua umum setelah ia menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat pada Oktober 2019. Airlangga pun terpilih kembali secara aklamasi.
Airlangga sebelumnya sempat digadang-gadang oleh Jokowi menjadi calon wakil presiden. Pada Maret 2018, Jokowi yang mengenakan kaus kuning berolahraga bersama Airlangga. Namun, pada Agustus tahun itu, Jokowi memilih Ma’ruf Amin sebagai pendampingnya.
Kini mencuat isu bahwa Presiden Jokowi akan bergabung, atau memimpin, Golkar setelah tak lagi menjabat presiden. Seusai rapat pleno di kantor Dewan Pengurus Pusat Golkar, Jakarta, 10 Maret 2024, Airlangga Hartarto mengatakan Jokowi sangat dekat dengan partainya. “Lihat saja iklan-iklan Golkar bersama Pak Jokowi. Itu menunjukkan kedekatan dan kenyamanan Pak Jokowi dengan Golkar,” kata Menteri Koordinator Perekonomian tersebut.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Francisca Christy Rosana dan Septia Ryanthie berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Instruksi Penentu Aklamasi"