Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aktris sekaligus model, Widika Sidmore, menjadi korban teror stalker selama dua tahun terakhir. Meski sudah melapor ke Polda Metro Jaya pada pertengahan tahun lalu, namun laporan tersebut belum juga ditindaklanjuti. Aktivis isu hak digital dan gender, Ellen Kusuma, menilai adanya kecenderungan kepolisian mendiamkan laporan penguntitan atau stalking yang dialami korban perempuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ellen, sebagai praktisi yang pernah mendampingi korban perempuan yang mengalami kekerasan berbasis gender online (KBGO) menyoroti kinerja kepolisian yang tak memprioritaskan laporan korban. “Memang terlihat ada kecenderungan secara umum pelaporan perempuan korban tidak mendapatkan prioritas,” kata Ellen ketika dihubungi Tempo, Rabu, 9 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus stalking di ranah digital yang dialami Widika Sidmore bukan terjadi pertama kali. Ellen menyinggung kasus serupa yang dialami seorang perempuan asal Surabaya, Nimas Sabella. Selama 10 tahun, Nimas diganggu oleh pria yang terobsesi dengannya. Lewat akun X, Nimas menceritakan berbagai teror hingga pelecehan yang diduga dilakukan seorang pria bernama Adi Pradita. Penguntitan itu baru ditangani oleh kepolisian setelah kasusnya viral di media sosial. “Tapi pelaporan mandek atau lama prosesnya ini tidak hanya pada penguntitan saja, banyak pelaporan oleh perempuan korban di kepolisian juga lama diproses,” tutur Ellen.
Bahkan, ia menjelaskan, ada situasi kekerasan yang tereskalasi sedemikian rupa hingga merenggut nyawa korban atau yang dikenal dengan istilah femisida. Ketika kasusnya mencuat ke publik dan dilakukan penelusuran lebih mendalam, ditemukan informasi bahwa korban pernah membuat laporan ke kepolisian. “Ternyata sebelumnya korban sudah sempat melapor ke polisi tetapi tidak ada proses lebih lanjut,” kata dia. “Memang belum terlihat adanya prioritas di kepolisian untuk segera menindaklanjuti laporan dari korban perempuan.”
Meski demikian, Ellen menaruh harapan penyelesaian kasus-kasus yang melibatkan korban perempuan melalui kepolisian dapat dilakukan di Direktorat Tindak Pidana Perempuan, Anak, dan Pidana Perdagangan Orang (Dir. PPA-PPO). Direktorat di bawah naungan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri ini dibentuk oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ia telah menunjuk Brigadir Jenderal Desy Andriani sebagai Direktur Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri. “Perlu dikawal bersama kehadiran dan kerja direktorat tersebut,” kata Ellen.
Langkah yang Dapat Ditempuh Korban Stalking
Adapun, Ellen menjelaskan, ada tiga langkah yang dapat ditempuh oleh korban penguntitan atau stalking di ranah digital seperti Widika maupun Nimas. “Pertama, dokumentasikan situasi ataupun kejadian yang dialami terkait dengan stalking ini,” ujar Ellen. “Itu penting sekali karena terkait bukti gitu ya.”
Korban perlu mencatat dan menyimpan dokumentasi peristiwa-peristiwa apa saja yang terjadi, mulai dari tangkapan layar berupa foto, video, hingga rekaman audio. Lalu, Ellen menambahkan, korban juga perlu mendokumentasikan jika ada eskalasi serangan teror.
Kemudian, korban didorong untuk berkonsultasi dengan pakar atau praktisi keamanan digital. Ellen menjelaskan, konsultasi ini penting untuk menggali lebih lanjut soal keamanan digital dan privasi korban. Konsultasi ini juga dapat memberikan informasi mengenai gawai atau perangkat korban yang telah dipantau oleh sang stalker.
Tak hanya pakar keamanan digital, korban juga bisa berkonsultasi dengan komunitas ataupun kolektif lainnya yang bergerak di bidang keamanan digital. “Untuk mengetahui sebenarnya modus operandi stalking-nya itu terjadinya seperti apa,” kata Ellen.
“Ketiga, bisa berkonsultasi dengan lembaga bantuan hukum jika ingin memprosesnya secara legal,” ujar dia. Pendampingan hukum diperlukan untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat diambil oleh korban untuk memproses kasus stalking itu secara hukum.
“Jika penguntitannya ada nuansa seksualnya atau bertujuan untuk melakukan kekerasan seksual, maka itu juga bisa diproses dengan menggunakan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual,” kata Ellen. “Itu bisa dikonsultasikan terlebih dahulu dengan teman-teman yang ada di lembaga bantuan hukum.”
Sebelumnya, artis Widika Sidmore mengungkapkan kasus penguntitan yang ia alami melalui akun media sosial X @wdkdsid. Ia menjelaskan bahwa dirinya telah menjadi korban stalking sejak Maret 2022.
“Sudah melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya namun sudah 1 tahun, tidak ada update apapun hingga hari ini,” katanya. Laporan Widika mengenai kasus stalking ini terregister di Nomor: LP/B/4145/VIl/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 18 Juli 2023.
Widika menyayangkan kinerja kepolisian yang lamban dalam mengusut kasus ini. “Selama ini yang ngebantuin aku itu cyber security consultant,” kata Widika ketika diwawancarai Tempo pada Rabu pagi, 2 Oktober 2024.
Ia mengaku sudah mengantongi informasi mengenai IP address pelaku dari konsultan keamanan sibernya, Teguh Aprianto. Lewat IP address itu, Widika sudah mengetahui jenis ponsel dan kartu SIM yang digunakan pelaku, hingga lokasi keberadaannya. Widika mengungkapkan, sang stalker berada di Yogyakarta.
Meski begitu, ia belum mendapatkan informasi secara detail mengenai identitas si pelaku. “Satu-satunya yang bisa dilakukan untuk mencari identitas orang ini itu lewat polisi,” tuturnya. Ia pun sudah menyerahkan semua detail tersebut kepada kepolisian untuk ditindaklanjuti. “Sampai sekarang belum ada jawabannya.”