Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dengan surat registrasi kedaluwarsa, pekerja kantoran yang bukan tenaga kesehatan bisa mendapat vaksin.
Anggota DPRD DKI Jakarta mendapat vaksin meski belum waktunya.
Kebocoran vaksinasi diperkirakan mencapai 5 persen jumlah vaksin tahap pertama.
MEMBAWA surat tanda registrasi apoteker yang sudah kedaluwarsa, Mansyur—bukan nama sebenarnya—mendatangi satu pusat kesehatan masyarakat di kawasan Jakarta Timur pada Kamis, 11 Februari lalu. Laki-laki 29 tahun itu berharap bisa mendapat vaksin Covid-19 secara cuma-cuma. “Saya khawatir tertular dan membawa virus corona ke rumah,” kata Mansyur kepada Tempo pada Jumat, 19 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, dua puskesmas menolak menginjeksi Mansyur, yang datang bersama tiga temannya. Alasannya, dia bukan tenaga kesehatan meski bekerja di bagian penelitian dan pengembangan sebuah pabrik farmasi. Mansyur pun sesungguhnya sadar dia tak masuk kategori tenaga kesehatan. Namun, di puskesmas ketiga, dia beroleh kemujuran. Tanpa ada verifikasi, satu vial vaksin Sinovac asal Cina disuntikkan ke lengan kirinya. Ia menunjukkan sertifikat vaksinasi tahap pertama. Menurut Mansyur, tiga temannya yang juga bukan tenaga kesehatan pun sukses mendapat cairan penangkal virus corona itu dari puskesmas lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua hari sebelum Mansyur diinjeksi, seorang sosialita bernama Helena Lim juga mendapat vaksin Sinovac. Melalui akun Instagram-nya, Helena membagikan video yang menunjukkan dia bersama teman-temannya sedang antre untuk divaksin di Puskesmas Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Helena bukanlah tenaga kesehatan. Dia menerima vaksin dengan menunjukkan surat keterangan bekerja sebagai anggota staf pengadaan yang dikeluarkan Apotek Bumi di Green Garden, Jakarta Barat. Menurut pengakuan pemilik apotek, Helena adalah mitra bisnisnya. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya sedang menyelidiki kasus tersebut.
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meninjau pelaksanaan Vaksinasi Massal bagi tenaga kesehatan dosis pertama di Istora Senayan, Jakarta, 4 Februari 2021. ANTARA/HO/Setpres-Kris
Mulai Kamis, 14 Januari lalu, pemerintah menggeber vaksinasi tahap pertama untuk tenaga kesehatan. Ada 1,468 juta tenaga kesehatan yang diprioritaskan mendapat vaksin. Dalam wawancara khusus dengan Tempo pada Sabtu, 20 Februari lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan prioritas itu berdasarkan tingkat risiko dan dampak penularan virus corona. Setelah itu, vaksinasi difokuskan pada orang lanjut usia dan pelayan publik.
Namun jatah vaksin prioritas yang seharusnya untuk tenaga kesehatan juga mengalir ke lengan para pejabat. Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta telah mendapat suntikan vaksin. Anggota Komisi B DPRD DKI, Hasan Basri Umar, mengakui ada sejumlah koleganya yang divaksin. “Saya belum tahu persis jumlahnya. Tapi ada (yang divaksin),” ujarnya. Politikus Partai NasDem ini mengaku belum divaksin.
Seorang anggota DPRD DKI bercerita, vaksin diberikan oleh Palang Merah DKI untuk kalangan terbatas. Syaratnya, kata politikus yang lebih dari satu periode menjadi anggota parlemen DKI itu, anggota DPRD harus mendonorkan darah. Namun Kepala PMI DKI Rustam Effendi mengatakan lembaganya belum ditugasi untuk menyelenggarakan vaksinasi.
Ketua Bidang Pengembangan Sumber Daya PMI Jakarta Syarifuddin membantah adanya vaksinasi terhadap kalangan legislator Ibu Kota. Namun dia mengakui banyak orang meminta vaksin kepadanya. Misalnya pengurus dan tenaga kesehatan PMI hingga bekas pejabat di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. “Vaksinnya terbatas dan hanya untuk tenaga kesehatan,” kata mantan anggota DPRD dari Partai Hati Nurani Rakyat ini.
Tak hanya di Ibu Kota, kebocoran vaksin juga terjadi di sejumlah daerah. Di Pinrang, Sulawesi Selatan, Andi Ichsan, putra bungsu Bupati Andi Irwan Hamid, turut divaksin bersama ayahnya pada Rabu, 3 Februari lalu. Andi mengklaim mewakili kelompok milenial. Adapun Bupati Pinrang Andi Irwan Hamid sengaja mengajak anaknya agar kelompok milenial mau mengikuti program vaksinasi.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan istrinya, Siti Atiqoh Supriyanti, sempat masuk kelompok awal lantaran menjabat Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga. Namun Ganjar buru-buru mencoret nama istrinya. “Stok vaksin kan terbatas,” tutur politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui adanya kebocoran. “Vaksin dibagikan ke 34 provinsi, 512 kabupaten/kota. Ada 10 ribu puskesmas. Tidak mungkin kalau tidak bocor,” katanya. Namun Budi menyatakan tetap akan berfokus pada vaksinasi untuk kelompok prioritas ketimbang mengurus kebocoran vaksin tersebut. Seorang pejabat di Kementerian Kesehatan yang memantau jalannya vaksinasi di berbagai daerah pun membenarkan adanya kebocoran. Diperkirakan jumlah vaksin yang tidak tepat sasaran mencapai 5 persen dari vaksinasi tahap pertama.
Budi pun mengakui ada persoalan dalam pendataan peserta vaksinasi. Awalnya Kementerian menggunakan data Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan. Berdasarkan data di sistem tersebut, dikirimlah pesan pendek serentak atau SMS blast kepada tenaga kesehatan untuk melakukan registrasi ulang.
Nuraini Bafadhal, perawat di Rumah Sakit Jakarta, menyatakan dia bersama sejumlah temannya tak terdaftar sebagai penerima vaksin. Rumah sakit tempatnya bekerja kemudian mendaftarkan Nuraini dan teman-temannya. Namun dia harus menunggu sampai mereka yang terdaftar selesai divaksin pada akhir Januari lalu. Nuraini baru menuntaskan vaksinasi kedua pada pertengahan Februari lalu.
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksinasi COVID-19 pada warga lanjut usia (lansia) di RSUD Tanjung Priok, Jakarta Utara,20 Februari 2021. ANTARA/M Risyal Hidayat
Di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, 18 tenaga kesehatan di Kecamatan Pajangan belum terdaftar saat vaksinasi tahap pertama di wilayah itu dimulai pada Senin, 1 Februari lalu. Kepala Puskesmas Pajangan, Santoso Hardoyo, mengatakan 18 orang itu baru mendapat vaksin pada Sabtu, 20 Februari.
Kekacauan data ini sempat membuat Menteri Budi Gunadi Sadikin meradang. Ia pun memutuskan menggunakan data pemilih dari Komisi Pemilihan Umum. Budi juga berkoordinasi dengan organisasi dokter, perawat, dan bidan untuk mendapatkan data yang lebih mutakhir. Karena masih banyak tenaga kesehatan belum terdaftar, Kementerian Kesehatan membuka pendaftaran secara manual. Syaratnya, cukup menyertakan fotokopi surat tanda registrasi atau surat izin praktik serta surat keterangan kerja dari instansi. “Kami tak mau menyulitkan tenaga kesehatan,” ucap juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi.
Namun sistem manual ini ikut membuka celah kebocoran vaksinasi. Direktur Kebijakan Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives Olivia Herlinda mengatakan hasil riset lembaganya menunjukkan pendataan manual memiliki kelemahan dari sisi verifikasi. Olivia juga menilai Kementerian Kesehatan tak tegas soal definisi tenaga kesehatan yang harus divaksin. “Kategori tenaga kesehatan ini masih abu-abu,” katanya. Dia mencontohkan, sejumlah dokter di lembaganya belum mendapat vaksin.
Koordinator Lapor Covid-19, Irma Hidayana, menilai Kementerian Kesehatan terkesan mengejar target vaksinasi. Akibatnya, terjadi kesemrawutan dalam pelaksanaannya. Berbagai celah yang muncul pun dimanfaatkan sejumlah kalangan untuk mendapatkan vaksin.
Hasil penelusuran Tempo menunjukkan sejumlah pejabat di dinas kesehatan di sejumlah daerah di Yogyakarta dan Jakarta telah mendapat vaksin. Kepala Dinas Kesehatan Jakarta Widyastuti juga mengaku sudah mendapat vaksin tahap pertama. Ia pun membenarkan kabar bahwa sejumlah anak buahnya telah divaksin. Namun dia tidak mengetahui jumlah persisnya. Widyastuti beralasan dia dan anak buahnya ikut menangani wabah dan sering ke lapangan.
Istri anggota DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Sumatera Selatan, Muhammad Bastari, juga telah divaksin sehari setelah vaksinasi tahap pertama di wilayah itu digelar pada 3 Februari lalu. Hari itu Bastari bersama sembilan pejabat dari institusi lain mendapat vaksin tahap pertama sebagai bagian dari promosi vaksinasi. Bastari mengklaim istrinya yang menjabat kepala seksi kesehatan lingkungan di dinas kesehatan masuk kategori tenaga kesehatan. “Kami sering ketemu orang. Undangan kondangan saja banyak,” ujar politikus Partai NasDem ini.
Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan pejabat dinas kesehatan tak masuk prioritas penerima vaksin. Siti menyebutkan birokrat yang berada di dinas itu masuk tahap kedua, yaitu pejabat publik. Bahkan mereka bisa digolongkan sebagai masyarakat lain atau golongan ketiga dan keempat. Siti pun mengklaim para pejabat di Kementerian Kesehatan juga belum divaksin. Ia mencontohkan para birokrat di subdirektorat imunisasi bahkan belum mendapat vaksin.
Kekisruhan sistem data vaksinasi ini juga sempat dipertanyakan daerah. Sejumlah kepala daerah di wilayah Jawa sempat meminta agar daerah bisa mengelola data sendiri. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku sudah menyampaikan permintaan itu kepada Menteri Kesehatan. Ia meyakini, dengan data dari daerah, vaksinasi lebih tepat sasaran. Namun Menteri Budi Gunadi Sadikin menilai daerah memiliki kecepatan berbeda-beda dalam mengelola data. “Kalau satu daerah dikasih kewenangan mengelola data sendiri, daerah lain juga harus diberi kewenangan yang sama.”
Tidak akuratnya data vaksinasi ikut berdampak pada jumlah vaksin yang diterima daerah. Kepala Seksi Surveilans Imunisasi Dinas Kesehatan Bantul, Abednego Dani, mengatakan daerahnya masih kekurangan vaksin untuk tenaga kesehatan. Bantul mendapatkan 11.960 vial vaksin yang, dengan dua kali suntik, hanya cukup untuk 5.980 tenaga kesehatan. Menurut Abednego, jumlah tenaga kesehatan di wilayah itu sebanyak 7.728 orang. Sebanyak 1.520 tenaga kesehatan belum mendapat jatah.
•••
MEMULAI tahap vaksinasi kedua pada akhir Februari, Kementerian Kesehatan menyasar kelompok orang lanjut usia dan petugas pelayanan publik. Targetnya, ada sekitar 33 juta orang yang menerima vaksin, yaitu 16,9 juta petugas pelayanan publik dan 21,5 juta orang berusia lebih dari 59 tahun.
Pada Jumat, 19 Februari lalu, Kementerian Kesehatan mengeluarkan formulir pendaftaran untuk lansia. Dalam waktu singkat, formulir di tautan Google Forms itu beredar di berbagai grup WhatsApp. Namun, beberapa jam kemudian, Kementerian Kesehatan membatalkan formulir tersebut dan menggantinya dengan daftar isian yang hanya bisa diunduh di situs Kementerian serta situs Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Petugas membawa kardus berisi vaksin COVID-19 Sinovac saat pendistribusian di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, 13 Januari 2020. ANTARA/Atika Fauziyyah
Juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, dengan keluarnya tautan baru ini, tautan lama tak bisa digunakan lagi. “Tautan yang tersedia di website Kemenkes dan Komite sekaligus memperbarui tautan yang beredar di masyarakat sejak tadi pagi,” tuturnya melalui kanal YouTube Kementerian Kesehatan, Jumat, 19 Februari lalu.
Seorang pejabat yang mengikuti rapat persiapan pendaftaran itu mengatakan formulir tersebut disebar tanpa ada koordinasi di dalam Kementerian Kesehatan sendiri. Kementerian belakangan menyadari formulir awal yang disebar tersebut berpotensi disalahgunakan. Sangat mungkin ada pihak yang meniru membuat daftar isian serupa. Padahal di formulir tersebut terdapat data pribadi calon penerima vaksin.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan banyak pihak membuat formulir pendaftaran, dari rukun tetangga hingga berbagai lembaga. Namun Kementerian Kesehatan akan tetap berpegang pada data yang diunduh dari situs resmi. “Yang penting database-nya satu,” katanya.
DEVY ERNIS, RAYMUNDUS RIKANG, SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA), MADE ARGAWA (BALI), DIDIT HARIYADI (MAKASSAR)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo