Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KESIBUKAN Anton Kristiono menjadi rangkap sejak sekitar setengah tahun lalu. Semula Anton, yang lulus bidang komputer dari Universitas Parahyangan pada 2007, hanya sibuk mengurusi apotek warisan keluarganya di Ciamis. Tapi sekarang kesibukannya bertambah dengan rajin membuka-buka Internet. Ia ikut kuliah terbuka. Bidang yang ia ambil tak bersangkutan dengan komputer yang ia pelajari di Bandung atau obat-obatan sesuai dengan pekerjaannya sekarang. Ia sedang mengambil gelar sarjana ilmu agama Konghucu.
Anton beruntung ada di Sekolah Tinggi Agama Konghucu di Indonesia. Pemuda pemeluk Konghucu ini memang ingin menambah wawasan soal agamanya. Ia lebih beruntung karena ada model kelas jarak jauh. Jika kampusnya reguler, ia bisa jadi malah tidak bisa ikut. ”Saya masih ada usaha di Ciamis,” katanya. Tidak mungkin ia tetap mengurus apotek di Ciamis sekaligus kuliah di Solo, pusat kampusnya.
Sekolah Tinggi Agama Konghucu diresmikan Oktober lalu. Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia Budi Tanuwijaya pekan lalu mengatakan salah satu tujuan pendirian sekolah tinggi itu adalah mengatasi kekurangan guru agama asli Tiongkok ini. ”Saat ini sekolah masih meminta tolong rohaniwan (untuk mengajarkan Konghucu),” katanya.
Awalnya mereka ingin membuka kampus reguler, dengan mahasiswa datang setiap kuliah. Tapi banyak peminat yang tak bisa meninggalkan kegiatan masing-masing. Karena itu, pengelola lalu berpikir praktis, membuka kampus dalam dua program: reguler yang belum menerima mahasiswa dan kuliah jarak jauh dengan mahasiswa seperti Anton. ”Kita buka kampus di sini, mahasiswanya tidak bisa datang,” kata Oesman Arif, doktor dari Universitas Sebelas Maret Surakarta yang mengajar di kampus ini.
Pada tahun pertama ini, menurut Oesman, jumlah mahasiswanya hampir 80 orang. Sebagian baru saja lulus sekolah menengah. Tapi yang lainnya, ”Banyak yang sudah berkeluarga, sudah sarjana, ingin belajar tentang Konghucu,” katanya.
Dalam model kuliah ini, pihak kampus membuat situs Internet dan materi kuliah diletakkan di sana. Tapi tidak sembarang orang bisa mengunduh materi kuliah ini. ”Dalam situs itu hanya mahasiswa yang bisa mengunduh materi kuliah,” kata Oesman.
Beberapa mata kuliah tidak hanya soal teori, yang gampang dipahami dengan bahasa tulisan. Ada juga mata kuliah musik yang, tentu saja, mesti dengan mendengarkan musik. Untuk ini sudah ditemukan cara. Dosennya—seorang guru musik yang kebetulan putra pemimpin litang (tempat ibadah Konghucu) Solo—akan merekam lewat video. Mata kuliah musik ini dianggap penting. ”Kebaktian kan ada menyanyi,” kata Oesman.
Para dosen juga akan memberikan tugas seperti kalau mengajar di tempat lain. Secara teratur tugas-tugas ini diberikan kepada para mahasiswa. Pengelolanya tidak berniat menjadikannya sekolah jarak jauh terus-menerus. ”Saya berharap (kelas reguler) bisa dibuka dalam dua atau tiga tahun lagi,” kata Lucia Herawati, Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Agama Konghucu.
Mahasiswa yang sudah sarjana akan bisa menempuh kuliah di sekolah tinggi ini lebih cepat. ”Kan, yang MKU (mata kuliah umum) tidak perlu diulang,” kata Lucia. Beberapa mata kuliah di sekolah tinggi ini memang sama dengan di tempat lain, sehingga para mahasiswa tidak perlu mengulangi pelajaran.
Selain mempersiapkan kuliah reguler, yang akan mengundang mahasiswa ke gedung kuliah yang belum berdiri di Solo, pihak yayasan sedang mengurus pengesahan pendidikan di Kementerian Pendidikan Nasional. ”Izin dari pemerintah sedang diproses,” kata Lucia.
Jika sudah lulus, tak semua mahasiswa langsung menjadi rohaniwan. Anton, misalnya, belum memutuskan apa yang ia lakukan nantinya, apakah serius menjadi rohaniwan atau seperti sekarang, mengurusi apotek saja. ”Saya belum berpikir sampai ke situ,” katanya.
Nur Khoiri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo