Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cikeas, 20 Oktober 2004. Jarum jam baru saja bergerak dari angka tujuh pagi. Pintu penghubung antara ruang keluarga dan ruang perpustakaan besar itu tiba-tiba terbuka. Susilo Bambang Yudhoyono muncul dengan tersenyum ramah. "Selamat pagi! Apa kabar, Dik?" katanya seraya menghampiri Tempo, yang telah menunggu kehadirannya di situ.
Yudhoyono pun mengulurkan tangan dan menjabat tangan Tempo erat-erat. "Maaf, saya masih begini, nanti motretnya setelah rapi, ya. Mungkin kalau sedang pakai dasi," ujarnya. Memang, tak seperti penampilannya di muka umum yang selalu dandy dengan pantalon dan kemeja yang disetrika rapi serta sepatu kulit mengkilat, pagi itu SBY tampak sangat bersahaja. Berkaus oblong putih sederhana, celana training abu-abu dan sandal jepit putih bertali hitam. Beberapa titik keringat menetes di dahi, namun rambutnya tetap mengkilat dan tersisir rapi. "Bapak biasa olahraga pagi sebelum memulai kegiatan," kata Arifin, sekretaris pribadi Yudhoyono.
Pagi itu wartawan Tempo Hanibal W.Y. Wijayanta memang telah diizinkan meliput seluruh kegiatan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan ini pada hari pertamanya sebagai presiden.
Masih dalam pakaian olahraga, Yudhoyono melangkah menuju kamar kerjanya. Ia memeriksa draf pidato yang akan dibacakannya siang hari di Istana Merdeka. Mantan Kepala Staf Teritorial itu pun segera tes vokal. Dibacanya draf pidato itu dengan suara keras. Namun, pada halaman kedua, ia membaca dengan hati-hati. "Ada beberapa kalimat yang saya ganti agar lebih halus. Saya mencoba menghindari janji-janji muluk dalam pidato ini," ujarnya. Koreksi Yudhoyono pun cukup banyak. "Ada sekitar 6 halaman yang dikoreksi dari total 17 halaman teks pidato," kata Arifin.
Usai mengoreksi pidato, Yudhoyono mengecek berkas-berkas yang akan dibawanya ke Istana. Kemudian dipanggilnya ajudan baru, Kolonel M. Munir, untuk membawa berkas itu ke mobil. "Saya mandi dulu, ya...," ujarnya seraya melangkah menuju ruang keluarga.
Lima belas menit kemudian, Yudhoyono telah siap. Mengenakan peci hitam, setelan jas biru gelap, kemeja putih, dasi merah bertotol keemasan, dan sepatu hitam mengkilat, ia muncul di perpustakaan. Di sana sudah menunggu istri, kedua anaknya, serta ibu kandung Yudhoyono dan ibu mertuanya.
Di luar, Mercedes-Benz B 1086 BD, telah menderum lembut. Para ajudan, pengawal dari Pasukan Pengamanan Presiden dan staf pribadi sudah menunggu ketika Yudhoyono dan istrinya muncul di teras depan dengan senyum terkembang. Disalaminya para petugas itu satu per satu, lalu diperkenalkannya beberapa orang dekatnya kepada mereka.
Rombongan SBY bergerak menuju Gedung MPR di Senayan, Jakarta, pukul 08.55. Di sepanjang jalan, khalayak menunggu sambil melambaikan tangan. Begitu pula ketika mobil Mercy yang dikendarai SBY memasuki pintu utama Gedung MPR. Serombongan ibu-ibu meneriakkan yel, "SBY! SBY!" sambil melambaikan tangan. Yudhoyono pun membalasnya dengan lambaian tangan dan seuntai senyum.
Setelah berbincang sejenak di ruang tunggu VIP bersama Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Yudhoyono memasuki ruang sidang paripurna. Prosesi pun dimulai.
Nur Wahid segera membuka persidangan. Setelah itu Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nazaruddin Syamsuddin membacakan keputusan KPU. Namun anggota Fraksi Bintang Reformasi Bursah Zarnubi menginterupsi dan meminta Yudhoyono berpidato seusai pelantikan. Yudhoyono tampak agak terkejut. Dengan alasan pidato pertama presiden sudah diagendakan di Istana Merdeka, Nur Wahid meneruskan acara. SBY dan Kalla lalu bergantian mengucapkan sumpah presiden dan wakil presiden.
Usai pelantikan, tepat pukul 11.30, presiden keenam Indonesia itu meninggalkan kompleks DPR/MPR. Yudhoyono tampak tersenyum lebar sambil melambaikan tangan menyambut antusiasme masyarakat yang mengelu-elukannya. Beberapa pot dan tanaman terinjak-injak massa tanpa ampun. Dari mobil Mercedes-Benz B 1086 BD yang kini berganti nomor menjadi Indonesia I itu, ia melambaikan tangan dengan jendela terbuka. Di depan gerbang utama kompleks DPR/MPR, Presiden disambut unjuk rasa ratusan orang yang menuntut pemerintahan yang bersih.
Rombongan meluncur ke Istana Merdeka. Di pintu sisi barat Istana, Presiden disambut Sekretaris Presiden Kemal Munawar dan Sekretaris Militer Mayjen Tb. Hassanudin. Perlahan ia menapaki 11 anak tangga didampingi istri, kedua putra, ibu, serta mertuanya. Tak lama kemudian rombongan Wakil Presiden tiba.
Yudhoyono dan Kalla memulai kegiatan pertamanya di Istana. Mereka meninjau seluruh ruangan Istana Merdeka, kantor presiden, dan Istana Negara diiringi keluarga dan para pengawal. Kemal menjelaskan nama ruangan-ruangan itu. Saat memasuki ruang kerja presiden, Yudhoyono sempat duduk dan berpose di belakang meja kerja peninggalan Presiden Sukarno itu bersama istrinya dengan senyum bangga.
Setelah berkeliling 45 menit, acara peninjauan pun usai. Yudhoyono dan Kalla bersama istri, anak, dan menantunya lalu berkumpul di Ruang Jepara. Nyonya Habibah (Ibu Yudhoyono) dan Nyonya Sarwo Edhi pun hadir. Yudhoyono meminta pengawal keluar ruangan, lalu memberikan wejangan sekitar lima belas menit kepada keluarga. Ia meminta seluruh anggota keluarga dan anak-anak tidak mempersulit orang tua mereka. "Saya harapkan istana ini tidak membuat kita jauh dari rakyat," ujarnya.
Usai pertemuan keluarga itu, Kalla dan seluruh keluarga pamit. Mereka pulang ke Istana Wakil Presiden di Jalan Merdeka Selatan. Sementara itu, Yudhoyono dan istrinya salat zuhur dan beristirahat, sedangkan dua anak mereka, Agus Harimurti dan Edhie Baskoro, pulang ke Cikeas. "Saya belum bawa baju ganti," kata Agus.
Dua jam telah berlalu ketika Jusuf Kalla kembali ke Istana Merdeka. Di ruang kerjanya SBY mengecek kembali teks pidatonya, kemudian bersama Kalla ia melangkah ke ruang kredensial. Tamu pun berdatangan, selain Direktur Utama Metro TV Surya Paloh, Direktur Utama RCTI Hari Tanoe, tampak pula konglomerat Siti Hartati Murdaya.
Presiden baru itu memulai pidato dengan ucapan terima kasih kepada masyarakat atas partisipasinya dalam pemilu. Ia pun mengucapkan terima kasih kepada mantan presiden Megawati Soekarnoputri dan mantan wakil presiden Hamzah Haz. Ia juga berjanji memberantas korupsi, menegakkan hukum, menerapkan otonomi daerah, dan sebagainya. "Kami akan menjaga amanat rakyat dan memohon doa restu," ujarnya menutup pidato.
Sore harinya, sekitar pukul 17.00, Presiden menerima Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi. Setengah jam kemudian, Sultan Brunei Hassanal Bolkiah pun tiba. Keduanya lalu diajak berbuka puasa dan salat jamaah di Istana Negara. Seusai jamuan buka puasa bersama itu, Yudhoyono mengantarkan kedua tamu kehormatan yang berpamitan.
Diiringi Kemal Munawar, ajudan, dan beberapa pengawal, Yudhoyono kembali ke Istana Merdeka. Sambil berjalan santai ia melihat-lihat pemandangan malam di taman yang asri itu. "Apa taman ini ada 200 meter panjangnya?" tanya SBY. "Lebih, Pak, ada 300 meter," kata Kemal. "Oh, ya? Kalau putar tiga kali sudah 3 kilometer lebih, sama kalau kita pakai treadmill," ujarnya. Dilayangkan pula pandangannya ke gazebo di tengah taman. "Wah, indah sekali. Kapan-kapan kita undang Ebiet G. Ade saja untuk main gitar tunggal di situ, ya Dik," ujarnya kepada Tempo, yang berdiri tak jauh darinya.
Sejam kemudian, rombongan Kalla tiba kembali di Istana. Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra menyusul. Maklumlah, seperempat jam lagi pukul 20.00, waktu yang dijanjikan untuk mengumumkan kabinet. Namun, tepat pukul 20.00, bukan SBY yang tampil. Justru Andi Mallarangeng yang meraih mikrofon didampingi Dino Patti Djalal. "Pengumuman ditunda sampai pukul 23.00," ujarnya. Suasana gaduh, diiringi desah kekecewaan wartawan yang telah menunggu sejak pagi.
Di ruang utama Istana Merdeka ketegangan terasa. Kalla tampak keluar-masuk ruang kerja SBY. Sesekali Yusril mengikuti. Menjelang pukul 21.00 Kalla melangkah ke ruang kredensial setelah dipanggil wartawan. Saat itu ia membantah isu tentang alotnya pembicaraan. "Mengurus RT saja lama, apalagi menyusun kabinet," ujarnya.
Lima menit kemudian, diiringi para pengawal, Kalla berjalan ke kantor kepresidenan. "Ada wawancara lagi," ujarnya. Di sana mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Alwi Shihab, anggota KPU Hamid Awaluddin, Yusuf Anwar, Bachtiar Chamsah, Fadilah Supari, dan M.S. Kaban telah menunggu.
Hanya 10 menit Kalla mewawancarai calon menterinya. Ia segera kembali ke Istana Merdeka. Kini, giliran Yudhoyono berjalan menuju kantor kepresidenan bertemu semua calon menteri itu selama 30 menit.
Malam semakin larut, kegelisahan semakin memuncak. Hingga pukul 11 malam belum ada tanda-tanda susunan kabinet akan segera diumumkan. Beberapa tokoh Partai Demokrat seperti Suko Sudarso muncul pula. Tiba-tiba seorang anggota tim SBY mendapatkan kabar terakhir. "Rizal Ramli out," ujarnya.
Menjelang hari hendak berganti, akhirnya Yudhoyono didampingi Kalla melangkah menuju podium. "Saya memahami, siapa pun yang dinominasikan menjadi menteri, ada pandangan pro-kontra, karena tak mungkin memuaskan semua pihak," ujarnya memulai pidato. Maka diumumkannya anggota Kabinet Indonesia Bersatu itu satu per satu.
Tengah malam itu, Kalla pun pamit diiringi belasan pengiringnya. Yusril keluar dari ruang kerja SBY sambil mengepit map dan memasukkan kedua tangannya ke kantong celana. Wajahnya tampak berseri-seri. Tak lama kemudian SBY keluar dari kamarnya dan bersiap pulang. "Kami kembali ke Cikeas, banyak barang pribadi yang belum dibawa," kata Kristiani. Ia mengaku masih merasa asing tinggal di istana megah itu.
Lalu, Tempo menghampiri Yudhoyono. Saat Tempo menanyakan susunan kabinet yang kurang memuaskan, ia berucap singkat. "Memang tidak bisa memuaskan banyak pihak, tapi saya akan terus mengawal kabinet ini. Tolong teman-teman wartawan membantu menjaga," ujarnya sambil menjabat tangan Tempo. Tangannya terasa basah. Wajahnya pun tampak letih, dengan kening berkerut. Di luar, embun dini hari telah turun satu-satu.
Hanibal W.Y. Wijayanta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo