Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah video memperlihatkan sejumlah orang tengah bernegosiasi di atas tanah gamping yang tampak lapang. Video itu awalnya hanya menampakkan kaki-kaki para peserta negosiasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang pria di video itu menyatakan, bila ibu-ibu yang diajaknya bicara berniat memortal akses lahan menuju area tambang batu bara, dia tak bisa terima. Sebab, dia mengklaim lahan itu telah dimiliki oleh PT Jasa Tambang Nusantara (JTN), perusahaan yang mempekerjakannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiba-tiba, keributan terjadi. Seorang pria berseragam merah muda dan berhelm proyek tampak mendorong tampak mendorong pria berjaket kuning. Dua orang berseragam polisi tampak melerai mereka.
Salah di antaranya berkata, “Saya sudah kasih catatan, jangan ribut-ribut di sini.” Suara ibu-ibu kembali terdengar, memprotes suaminya didorong. Pria berkaos putih meminta polisi jangan hanya diam. “Saya dicekik ini,” kata dia.
Kepada Tempo, Kristin, 41 tahun, menjelaskan duduk perkara peristiwa itu. Dia mengatakan keributan itu terjadi di lokasi tambang batu bara yang dikelola oleh PT JTN di Paser, Kalimantan Timur pada pekan kedua Mei 2024. Tambang itu beroperasi di atas tanah yang membentang di tiga desa, yakni Desa Jemparing, Desa Bukit Saloka, dan Desa Krayan Sentosa.
Kristin mengklaim dia, suami, dan adiknya datang baik-baik untuk meminta perusahaan menghentikan dulu aktivitas penambangan mereka. “Itu mereka (karyawan PT JTN) tiba-tiba langsung mendorong suami saya, terus itu mau mencekik adik saya,” ujar Kristin saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis, 9 Mei 2024.
Adapun para polisi di tengah keributan itu, Kristin mengaku dialah yang mengajak mereka. Ajakannya kepada para polisi itu bertujuan untuk mengantisipasi supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. “Tapi ternyata ada pihak yang berwajib, tetap juga terjadi anarkis, yang memulai itu dulu adalah karyawan dari JTN sendiri,” kata dia.
Keributan ini bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, Kristin mengaku pernah beberapa kali mendatangi langsung kantor PT JTN. Kepada perusahaan, ia tak langsung meminta ganti rugi. Ia justru hanya meminta mereka membuatkan parit untuk mengantisipasi kelongsoran. Tapi, menurut Kristin, pemenuhan atas permintaan itu selalu diulur-ulur oleh perusahaan.
Bahkan, Kristin mengklaim perusahaan pernah mengancamnya untuk disantet. Dia menganggap, itu merupakan bentuk intimidasi. Tapi ia mengaku tak gentar dengan ancaman itu. “Saya bilang silakan menyantet saya, kalau memang saya salah, berarti saya kena, tapi kalau tidak, berbalikkan kepada bapak sendiri,” kata dia.
Manajer Humas PT JTN, Muhamad Azmi Azaki, mengatakan sepengetahuannya tidak ada intimidasi dari karyawan. Sebaliknya, dia justru mengklaim kerap mendapatkan intimidasi dan perlakuan yang kurang menyenangkan dari warga. "Karena ingin tuntutannya segera di penuhi," kata dia kepada Tempo, Senin, 13 Mei 2024.