SEDANGKAN puntung telunjuk diselamatkan untuk barang bukti, apalagi sebingkah lengan. Ini kisah lain lagi dari Desa Seputih, Jember, Jawa Timur. Syahdan, yang empunya lengan namanya Sadeli, 27. Putra bungsu dari enam anak Pak Buni ini, sampai medio Februari lalu, hanya menelan duka. Ia terus-menerus memandang lengan kirinya tergeletak dalam stoples. Organ tubuh itu terputus karena dibabat kelewang Nasir, November silam. Ternyata, Nasir, 17, termakan asungan Buchori dan Misyono. Kedua orang ini bilang bahwa Nasir pernah dibanting Sadeli. Dan itu mereka dengar dari pengakuan Sadeli sendiri. Keruan saja, Nasir tersengat dan naik pitam. Tanpa mengusut kebenaran cerita kedua kawannya itu, Nasir membokong Sadeli dari belakang. Sabetan pertama segera menghantam pergelangan tangan kiri Sadeli. Putus. Sabetan berikutnya -- membabi buta mengenai bagian perut, dada, dan telinga. Belum puas sampai di situ, jari manis tangan kanan Sadeli disayatnya pula. Sadeli memang tak tewas. Ia dirawat di RS Jember. Sedangkan Nasir diseret ke pengadilan. "Saya sakit hati," begitu Nasir menjawab pertanyaan Jaksa Zainul Arifin. Yang bikin hatinya sakit, ya, kabar yang disampaikan Buchori dan Misyono itu. "'Nggak pernah saya ngomong begitu," Sadeh menyanggah. Setelah empat kali sidang, begitu laporan Jalil Hakim dari TEMPO, Nasir divonis 8 tahun penjara. Dan ia menerimanya. Sadeli, yang sudah minus lengan, kini memang sehat walafiat kembali. Usai sidang, Jaksa bilang, betapa risinya dia ketika bolak-balik mengurus potongan lengan dalam stoples itu. "Mestinya, 'ndak usah dijadikan barang bukti. Wong tangan Sadeli memang sudah jelas terpotong, kok. Nanti, kalau ada orang digorok, kepala yang terpotong apa ikut naik di meja hijau?" kata Pak Jaksa itu. Sadeli sendiri tak berniat mengawetkan potongan lengannya. Dalam sebuah upacara kecil, sembari diiringi doa, sang lengan yang sudah awet itu kemudian dimakamkan di kuburan umum. Kapan-kapan Sadeli mau menziarahi lengannya itu? Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini