Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Angka Kekerasan Seksual di Kampus Sangat Tinggi

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menerbitkan aturan yang mencegah kekerasan seksual di kampus. Ditolak organisasi agama.

20 November 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Menteri Nadiem Anwar Makarim mendatangi pimpinan organisasi Islam usai pengesahan Permendikbud Nomor 30/2021.

  • Sosialisasi akan dilanjutkan hingga beberapa bulan ke depan.

  • Tidak ada hukum yang melindungi korban kekerasan seksual di kampus.

PERATURAN Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi menuai penolakan dari Muhammadiyah dan Partai Keadilan Sejahtera. Mereka keberatan dengan frasa “persetujuan korban” dalam peraturan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Organisasi muslim ini menganggap peraturan ini akan melegalkan pergaulan bebas di kampus. Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam, mengatakan peraturan ini justru disusun karena kasus pelecehan seksual di kampus sudah sangat banyak. "Banyak korban takut dan tidak tahu ke mana melapor," kata Nizam kepada Agung Sedayu dari Tempo pada Jumat-Sabtu, 19-20 November lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apa tanggapan Anda dengan penolakan terhadap Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021?
Saya yakin semua ingin kampus aman dari kekerasan seksual. Kalaupun ada penolakan, mungkin karena salah persepsi saja. Kami tetap terbuka atas segala masukan untuk mewujudkan kampus sebagai tempat yang aman, sehat, dan nyaman bagi semua warganya.

Apakah Menteri Nadiem Makarim menjelaskannya kepada penolak?
Iya. Kementerian selalu terbuka dan mendengar masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk organisasi keagamaan.

Organisasi atau lembaga apa saja yang didatangi Menteri Nadiem?
Saya tidak selalu mendampingi menteri. Saya mendampingi ketika silaturahmi ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Kementerian Agama, itu sebelum peraturan ini ramai di media massa. Kami juga ke Pengurus Pusat Aisyiyah (organisasi sayap Muhammadiyah).

Apa hasil pertemuan itu?
Kami menyampaikan apresiasi atas kerja aktif organisasi keagamaan dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual. Kami menjelaskan bahwa peraturan ini sama sekali tidak memiliki intensi melegalkan pergaulan bebas di kampus. Kami memohon dukungan dan masukan untuk membangun kampus yang aman dan sehat bagi semua warganya. Termasuk masukan untuk penyempurnaan peraturan ini.

Ada kritik?
Kami menerima semua masukan, tapi mohon waktu untuk mendengar dan menerima masukan secara komprehensif dari berbagai kalangan beberapa bulan ke depan.

Bagaimana awal peraturan ini?
Selama ini kami banyak menerima laporan dari adik-adik mahasiswa, badan eksekutif mahasiswa, dan organisasi mahasiswa lain tentang fenomena kekerasan seksual di kampus, termasuk yang tak tertangani. Banyak korban takut dan tidak tahu ke mana melapor. Kalaupun mereka berani melapor, tidak jelas perlindungan dan tindak lanjutnya.

Apa reaksi kampus?
Pemimpin perguruan tinggi juga menyampaikan bahwa mereka ragu menindaklanjuti laporan karena ketiadaan payung hukum. Karena itu, sejak tahun lalu kami melakukan penelitian, kajian, dan melakukan berbagai diskusi untuk mendengarkan masukan guna menyusun peraturan ini. Banyak pihak yang terlibat dalam penyusunan peraturan ini.

Dari penelitian itu, apa saja bentuk kekerasan seksual di kampus?
Sebanyak 77 persen dosen yang merespons survei Kementerian pada 2020 menjawab kekerasan seksual pernah terjadi di kampusnya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 63 persen tidak melaporkan kekerasan seksual yang mereka ketahui.

Siapa pelaku dan korbannya?
Mayoritas korban adalah mahasiswa. Ada juga dosen. Pelakunya beragam, dari mahasiswa hingga dosen.

Mengapa kekerasan seksual di kampus marak?
Relasi kuasa yang timpang ketika pelaku menyalahgunakan sumber daya pengetahuan, kedudukan, dan kepercayaan komunitas padanya untuk mengendalikan korban. Relasi kuasa itu bisa berupa hubungan dosen-mahasiswa, atasan-bawahan, dan senior-junior yang menjadi salah satu faktor berpengaruh pada munculnya situasi ketika korban tidak mampu menolak perlakuan pelaku.

Peraturan baru ini akan bisa mengatasinya?
Peraturan ini ditujukan untuk itu. Pasal 5 ayat 2 sampai pasal 8 memberikan pedoman korban berhak menolak permintaan pihak mana pun yang menurutnya tidak memberi rasa aman dan nyaman. Mahasiswa juga berhak untuk menolak permintaan pendidik untuk bertemu secara individual di luar jam kampus, tanpa izin kepala program studi atau jurusan. Juga pembentukan satuan tugas untuk mengedukasi warga kampus mengenai bagaimana pencegahan kekerasan seksual.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus