Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dua mahasiswa Universitas Indonesia yang berbeda angkatan bercerita pernah menjadi korban kekerasan seksual oleh seorang guru besar..
Diduga terjadi selama 30 tahun terakhir.
Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara berhasil mengungkap kekerasan seksual di kampusnya oleh dosen dan mahasiswa..
KARENA harus menjalani perawatan akibat sakit, Ritika tak bisa mengikuti ujian akhir semester mata kuliah politik Indonesia yang diasuh Burhan Djabier Magenda pada akhir Desember 2019. Mahasiswa program magister Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, itu lalu mengirim pesan pendek kepada Burhan untuk meminta ujian susulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menjawab Ritika, bukan nama asli perempuan 27 tahun ini, Burhan menulis bahwa ia bisa ditemui di kampus UI Depok pukul 3 sore hari itu juga. Namun, satu jam sebelum janji pertemuan itu tiba, Burhan mengirim pesan ia tak bisa ke kampus karena harus mengantar cucunya. Guru besar 75 tahun ini meminta waktu pertemuan diundur ke pukul 5 sore dan tempatnya di Gramedia Matraman, Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiba di toko buku itu, Burhan mengarahkan Ritika menemuinya di Restoran Bumbu Desa. Setelah duduk berhadapan, Ritika menanyakan kembali waktu ujian susulan. Burhan, kata Ritika, menjawab soal itu bisa diatur. Obrolan kemudian bukan lagi soal-soal ujian atau mata kuliah.
Mereka menghabiskan tiga jam berbincang-bincang. Burhan sempat meminta pramusaji mengabadikan pertemuan itu melalui foto. Karena sudah terlampau lama, Ritika pamit. Burhan bertanya hendak pulang ke mana. Ritika menjelaskan bahwa ia hendak bertemu dengan seorang teman di Kalibata, Jakarta Selatan. “Tujuan kita searah, pesan taksi online saja,” tutur Ritika, menirukan Burhan.
Melalui aplikasi Grab, Ritika memesan taksi dengan dua tujuan: Kalibata dan Griya Wartawan Cipinang, Jakarta Timur. Baru enam bulan tinggal di Jakarta, gadis Sumatera Barat ini tak paham Cipinang dan Kalibata adalah dua lokasi berjauhan. Ia baru sadar dua lokasi itu tak searah setelah melihat peta di aplikasi. “Karena Profesor meminta, saya tetap pesan untuk dua titik,” ucapnya pada Jumat, 19 November lalu.
Keduanya duduk di kursi belakang. Ketika sudah 10 menit mobil melaju, Burhan tiba-tiba merapat sembari memegang tangannya. Karena risih, Ritika mengibaskan tangan Burhan dengan pura-pura mencari telepon seluler di tasnya. Alih-alih menjauh, Burhan malah memegang paha Ritika. Kendati berusaha ditepis dengan tas, tangan Burhan tetap di sana. “Posisinya di antara dua paha,” ujarnya.
Siku Burhan juga menyenggol payudara kanan Ritika. Ritika pun duduk mepet ke pintu mobil. Burhan terus merangsek. Untung saja apartemen Kalibata, di dekat Taman Makam Pahlawan, sudah dekat. Demi sopan-santun, Ritika pamit dan menyodorkan tangan untuk bersalaman ketika hendak membuka pintu.
Tanpa diduga, Burhan mencium pipi kiri dan kanan Ritika. Belum sempat berpikir karena kaget, Burhan memegang kepalanya. “Dia mencium bibir saya, melumatnya,” kata Ritika. Ritika pun meronta, membuka pintu, dan lari menuju apartemen.
Dengan napas masih tersengal, Ritika menceritakan kejadian itu kepada teman-teman sekelasnya yang berkumpul hari itu di apartemen Kalibata. Mereka menyarankan Ritika melapor ke pihak jurusan. Saat melapor esoknya, Ritika baru mendapat cerita bahwa Burhan terkenal sebagai dosen genit.
Perundungan seksual oleh Burhan juga dialami Gayatri—juga bukan nama sebenarnya. Pada 2004, ia sedang menulis skripsi sebagai syarat menjadi sarjana. Karena topik yang ia angkat seputar Partai Golkar, Burhan menjadi pembimbingnya. “Saya sudah dengar ia dosen genit,” tutur mahasiswa angkatan 1999 ini. “Karena itu, setiap bertemu dia saya tidak berdandan.”
Meski begitu, Burhan acap menggodanya. Tiap kali digoda, Gayatri selalu menjawabnya dengan, “Bapak ngomong apa, sih?” Tapi kejadian berikutnya tak cukup dia halau dengan hardikan. Suatu kali Gayatri meminta waktu bimbingan. Burhan mengarahkannya bertemu di gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Waktu itu ia legislator dari Partai Golkar.
Charlenne Kayla Roesli/Dok. Pribadi
Karena cerita masa lalu Burhan itu, Gayatri meminta mahasiswa bimbingan Burhan turut serta. Ketika tiba di DPR, Burhan meminta mahasiswa laki-laki tersebut menghadapnya lebih dulu. Dari ruang tunggu, Gayatri bisa melihat temannya berbicara dengan Burhan karena pintu kamar kerja dibiarkan terbuka.
Saat gilirannya tiba, Burhan menutup pintu ruang kerja tersebut lalu menguncinya. Gayatri bertanya alasan Burhan mengunci pintu. Alih-alih menjawab, Burhan malah merayunya. Gayatri berusaha mengalihkan pembicaraan ke topik skripsi hingga pembicaraan selesai.
Sewaktu pamit, Burhan menghadangnya di pintu lalu memeluknya. “Dia bilang, ‘saya sayang kamu, saya mau peluk kamu’,” ujar Gayatri. Takut diperkosa, Gayatri meronta dan memohon Burhan melepaskannya. Setelah kunci dilepas dan pintu terbuka, Gayatri menghambur ke luar ruangan mencari teman laki-lakinya.
Sambil gemetar, Gayatri menceritakan yang baru saja menimpanya di ruang kerja Burhan. Temannya menyarankan Gayatri melaporkannya ke pihak jurusan. Dosen dan anggota staf Jurusan Ilmu Politik menyarankan agar Gayatri berganti pembimbing. “Tapi skripsi sudah setengah jalan, jadi saya lanjutkan,” katanya.
Sejak kejadian itu, Gayatri selalu datang berdua bersama mahasiswa lain setiap kali bimbingan skripsi. Sampai akhirnya bahan yang ia kumpulkan lengkap dan siap maju ke sidang. Sepekan sebelum hari ujian tiba pada awal Agustus 2004, Burhan meneleponnya meminta bertemu di kampus UI Salemba, Jakarta Pusat. Takut akan kejadian di DPR, Gayatri menolak.
Burhan tak muncul di ruang ujian. Ketika Gayatri meneleponnya, Burhan mengatakan ia tak datang ke kampus hari itu. “Kamu sih kemarin enggak datang,” tuturnya, seperti ditirukan Gayatri. Tapi, kepada dosen lain, Burhan mengaku sedang sakit flu.
Gayatri mencoba mencari tahu siapa saja korban perundungan seksual Burhan. Ia mendengar asistennya, bahkan seorang guru besar, menjadi korbannya pula. Guru besar ini mengkonfirmasi kelakuan Burhan sudah diketahui sejak 1990-an. “Artinya, dia begitu sudah 30 tahun,” ujar guru besar perempuan ini.
Dimintai konfirmasi soal kejadian-kejadian itu, Burhan mengelak. “Sebutkan siapa namanya?” katanya kepada Riky Ferdianto dari Tempo. Soal perbuatannya di DPR, ia mengatakan tak pernah menutup pintu ruang kerjanya. “Juga tidak ada cium-cium,” ucapnya. “Itu karangan saja. Kalau yang sudah akrab memang ada cipika-cipiki.” (Baca wawancara lengkap Burhan Magenda di artikel ini).
Perundungan seksual di kampus juga terjadi di Universitas Multimedia Nusantara. Empat mahasiswa kampus di Tangerang, Banten, itu bahu-membahu membongkar perundungan seksual ketika sedang menggarap tugas akhir liputan mendalam pada April lalu. Mereka adalah Charlenne Kayla Roeslie, Gracia Yolanda Putri, Xena Olivia, dan Aaron Patrick.
Mereka mengantongi cerita perundungan seksual. Pelakunya dosen. Dari pengakuan korban, si dosen acap memfoto mahasiswa lalu berjanji memberikan hadiah dan menceritakan persoalan rumah tangganya.
Setelah tugas selesai, Charlenne dkk sepakat mempublikasikan cerita itu di media kampus. UMN ribut ihwal publikasi itu sampai mereka dipanggil rektorat. Rektor Ninok Leksono, mantan wartawan Kompas, menghentikan kontrak mengajar dosen yang bersangkutan.
Rupanya, cerita tak berhenti. Charlenne dkk membuka formulir pengaduan perundungan seksual yang mungkin masih belum tersentuh cerita pertama. Baru sepekan menyebar, form itu terisi tujuh cerita dari lima mahasiswa. Kali ini pelakunya mahasiswa. Charlenne juga hampir menjadi korbannya. “Polanya sama: diajak ke tangga, lalu dipeluk dan dicium,” kata Charlenne.
Sampai kini Charlenne sudah menerima 40 aduan. Mereka ingin rektorat menindaklanjutinya. “Kami akan tindak, tidak ada ampun,” tutur Ninok Leksono. Mahasiswa predator seks itu mendapat sanksi penangguhan yudisium.
Artikel lain laporan utama Wabah Predator Seks:
- Pelecehan seksual di Universitas Indonesia dan UGM
- Mengapa Aturan Pencegahan Kekerasan Seksual Ditolak
- Latar Belakangan Aturan Pencegahan Pelecehan Seksual di Kampus
- Wawancara Guru Besar UI yang Dituduh Melakukan Pelecehan Seksual
- Kolom: Relasi Kuasa dalam Pelecehan Seksual
- Kolom: Mengapa Kita Perlu Aturan Pencegahan Kekerasan Seksual
- Opini: Agar Kampus Bebas Pelecehan Seksual
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo