LEE Kuan Yew tak merokok. Ia melarang para menterinya, termasuk
Rajaratnam, merokok di dekatnya. Seperti Lenin, yang menyediakan
sebuah lobang ventilasi di dinding ruang, di mana para tokoh
pemerintahan Uni Soviet yang perokok harus antri, seperti anak
sekolah, untuk menyemburkan asap sigaretnya ke luar.
Lee Kuan Yew juga tak minum. Dulu ia sukar bir, tapi kemudian
ini pun distopnya. Dan jika Bung Karno senantiasa membawa
tongkat komando. maka Lee (tulis T.S. George dalam Lee Kuan
Yew's Singapore) punya lambangnya sendiri: sebuah termos.
Isinya teh, yang dibawanya sepanjang hari buat minum dari acara
ke acara. Lee tak pernah nampak menenggak sesuatu yang lebih
keras dari itu.
Ia juga amat mengurangi makan roti dan nasi, supaya jangan
terlalu gemuk. Dan berolahraga (tak cuma golf). Tiap pagi ia
antara lain berkeringat dengan loncat tali, satu jenis latihan
yang menurut Dr. Cooper dari Angkatan Udara AS cukup baik buat
menjaga kesegaran jasmani.
Dari semua itu sang pemimpin Singapura bisa diduga akan bertahan
lama, bukan saja dari proses penggembrotan dan pembuncitan.
Menurut perhitungan di atas kertas, Lee juga akan bisa bertahan
dalam posisinya kini sampai dua dasawarsa lagi. Apalagi hampir
semua orang bilang, bahwa sebagaimana ia menjaga tubuhnya dari
lemak, ia pun ketat menjaga pemerintahannya dari nikmat korupsi.
Tapi toh ia bicara juga tentang pergantian kepemimpinan
Singapura. Dalam wawancara yang disiarkan TV Australia di
Sydney 19 Oktober 1176 ia mengakui: " . . . problim kita ialah
bagaimana menemukan para pengganti -- orang muda dalam usia
30-an dan awal 40-an yang akan meneruskan kerja ini". Sebab,
sebagaimana kadang diakui Lee dalam pembicaraan yang tak untuk
disiarkan, para pemuda Singapura kini tak mudah diharapkan akan
jadi pemimpin negara. Mereka terbiasa melihat bahwa negara yang
berpenduduk ,5 juta itu sudah beres diatur Lee dan kawan-kawan
segenerasinya. Mereka memilih jadi akuntan atau lainnya.
Tak mengherankan. Menyiapkan pemimpin sebuah republik
menghendaki suatu kehidupan politik, di mana bakat terbaik
memerlukan saluran. Dan bakat yang terbaik bukanlah pada pak
turut yang gampang disuap. Kecuali bila yang dikehendaki ialah
kambing. Tapi bagaimana bila negeri dipimpin kambing?
Mungkin itulah sebabnya The Straits Times, 23 Oktober 1976
menulis "kritik konstrukti" yang tak tiap kali terdengar:
"Salah satu akibat kebijaksanaan PAP di kampus-kampus Singapura
ialah depolitisasi komplit para mahasiswa. Ini harus dibalik,
dam dengan cepat....".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini