Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ludrukan Telanjang

1 September 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA orang iseng yang mempermainkan seniman ludruk Willy Sugriwo, 35 tahun. Juli lalu, pemimpin Kelompok Ludruk Masa Baru Jombang ini menerima pesan via telepon dari seseorang yang mengaku bernama Drs. Bambang Purbandono, M.Si. Bambang ini mengaku sebagai Ketua Dewan Kesenian Pariwisata Jawa Timur (DKPJ). Kata si Bambang, Griwok, begitu panggilan akrab Willy, akan memperoleh penghargaan dari DKPJ, yaitu diangkat menjadi anggota lembaga itu dan memperoleh gaji Rp 750 ribu per bulan. Ini berkat prestasi Griwok dalam Festival Ludruk di Taman Wisata Jombang pada 2001, yang menobatkannya sebagai pemain terbaik. Cuma, ada syaratnya. "Saya harus lulus ujian berupa menari telanjang saat pentas ludruk," kata Griwok kepada Dwidjo U. Maksum dari Tempo News Room, Kamis pekan lalu. Ada pula syarat tambahan. Dalam menari telanjang itu, Griwok harus melumuri sekujur tubuhnya dengan jelaga yang berwarna hitam dan hanya menutup kemaluannya dengan sehelai daun pisang kering. Pesan itu diabaikan Griwok karena ia memang tak kenal si penelepon. Cuma, karena si Bambang menelepon setiap hari, Griwok tak enak hati. Akhirnya, ia mencoba melakukan apa yang diperintahkan Bambang. Ketika kelompok ludruknya manggung di Desa Trowulan, Kabupaten Mojokerto, 19 Agustus lalu, Griwok pun menari dengan tubuh bugil dan hanya bagian kemaluannya yang ditutupi sehelai daun pisang. Pertunjukan lancar-lancar saja, padahal Griwok tak pernah bertemu dengan Bambang di sana. Eh, sehari kemudian, si Bambang menelepon Griwok lagi. Seraya memuji-muji penampilan seniman ludruk itu, Bambang berjanji akan segera memproses pemberian penghargaan DKPJ. Terakhir, Bambang menelepon kembali pada 21 Agustus lalu untuk meminta syarat lagi dari Griwok, yakni menari telanjang berkeliling Kota Surabaya. Alasannya, tarian itu bagian dari upacara pelantikan anggota baru DKPJ. Langsung Griwok curiga pada syarat gendeng ini. Penduduk Desa Pulogedang, Kecamatan Tembelangan, Kabupaten Jombang, itu ogah menuruti permintaan ini kecuali bila si penelepon menemuinya. Si Bambang tak berkeberatan. Disepakatilah pertemuan di sebuah restoran di Kota Surabaya. Pada hari yang disepakati, Griwok meluncur ke Surabaya. Namun, ditunggu berjam-jam di sebuah restoran, Bambang tak kunjung datang. Griwok lalu mencoba datang ke Dinas Pariwisata Jawa Timur. Setelah mendengar keterangan petugas kantor itu, barulah Griwok tersadar bahwa dirinya tertipu. Selain tak ada soal penghargaan dan syarat tarian telanjang, tak ada orang dinas tersebut yang bernama Bambang Purbandono. "Saya langsung lemas saat itu. Bajingan tenan wong kuwi (orang itu betul-betul bajingan)," kata Griwok seraya tersenyum pahit. Kelik M. Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus