Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Membelah bumi dari kutub ke kutub

Laporan perjalanan ekspedisi transglobe (keliling dunia melintasi darat, laut dan padang es melalui kutub-kutub utara dan selatan), ditulis oleh bryn campbell dalam majalah smith sonian (des 1982).(sel)

12 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI cerah dan panjang di musim panas yang pendek dan rapuh. Langit biru bening dan salju cemerlang. Kami menatap dunia yang mahaluas itu. Permukaannya yang kemerlap dan terbuka, murni dan angker, bagai pemandangan yang dilukis di kaca, gelas dan porselin. Sir Ranulph Fiennes melompat dari geladak ke permukaan es dan Ekspedisi Transglobe telah menjejakkan kakinya di Anartika. Penumpang yang lain menyusul melompat. "Menyentuhkan kaki ke darat, kami menggelandang ke sekitar, dan menatap balik ke kapal. Dicentangperenangi tiang-tiang dan mesin-mesin derek kapal, Benyamin Bowring tergeletak kayak sebuah coretan di pinggiran padang es." Laporan perjalanan ke kutub itu ditulis oleh Bryn Campbell dalam malalah Smithsonian Desember tahun kemarin. Bekas editor gambar London Observer dan editor buku World Photography ini menghabiskan 12 bulan untuk meliput Ekspedisi Transglobe itu. Peristiwa ini bermula empat bulan sebelumnya, tepatnya 2 Desember 1979. Itulah saat Benyamin B(wring lego jangkar di London dengan Pelindung Ekspedisi, Pangeran Wales, pada kemudi. Pelayaran keliling dunia pertama melintasi darat, laut dan padang es melalui kutub-kutub Utara dan Selatan itu disebut sang pangeran sebagai "gagasan orang-orang Inggris yang benar-benar gila dan luar biasa." Perjalanan keliling dunia biasanya justru menghindari kutub, atau membelah dunia di sekitar katulistiwa. Adapun gagasan "Utara-Selatan" ini lahir dari pikiran Ginny (Virginia), istri Sir Ranulph sendiri. Ranulph, yang dipanggil Ran itu, setelah tiga kali memimpin ekspedisi lebih kecil (juga bertempur dengan kaum komunis di Oman) memerlukan petualangan baru. Jimmy melihat suaminya suka pusing kalau diam saja di rumah. Itulah sebabnya ia mengusulkan untuk menarik sebuah garis tegak lurus - Greenwich Meridian - di sekitar bola dunia. Untuk itu riset, perencanaan dan persiapan memerlukan waktu tujuh tahun - sementara perjalanannya sendiri tiga tahun. Anggaran biaya besar sekali, tentu. Untunglah, dengan Putra Mahkota Kerajaan Inggris di belakang ekspedisi, mereka segera memperoleh pemberian atau pinjaman peralatan dan suplai keperluan lain dari berbagai perusahaan. Tak kurang pula kesediaan sejumlah sukarelawan menjajal karir mereka sebagai pembantu di bidang ekspedisi. Dari para sukarelawan itu Ran memilih dua teman perjalanan: Charles Burton dan Oliver Shepard. Seperti juga Ran, mereka memiliki latar pendidikan umum dan pengalaman kemiliteran yang sama. Ran pernah menjadi pramuka dan bergabung dalam SAS (SpecialAirService) yang kesohor. Ia sebenarnya malah memiliki karir militer yang bagus, menurut, Campbell, kalau tidak dihancurkannya sendiri dengan menggandrungi petualangan gila-gilaan. Suatu waktu film Amerika Doctor Dolittle sedang dibikin di sebuah desa Inggris yang istimewa indahnya. Inimembuat penduduk setempat merasa terusik kenyamanan hidup mereka terutama karena pembangunan bendungan buatan yang merusak lingkungan. Beberapa orang malah menolak keras serbuan yankee-yankee itu. Ran lalu diajak penduduk bergabung dalam rencana pemusnahan karung-karung pasir bendungan, yang penempatannya dianggap "tindakan sewenang-wenang kaum yang merasa dirinya kuat". Ran dan teman-temannya meledakkan dinamit untuk mengalihkan perhatian - dan pada saat itulah mereka menyerang bendungan. Tapi polisi sudah menunggu, dan jaksa menuduh mereka menyalahgunakan bahan-bahan peledak. Mereka dihukum denda, dan Ran copot dari SAS. Bagaimanapun, insiden itu agak berpengaruh terhadap semangat avonturnya. "Agaknya penting bagi Ran untuk memimpin dan terlihat memimpin," tulis Campbell. Bergairah dalam bersaing. Ran orang yang tidak berlapang dada terhadap kritik. Tapi ia mampu bekerja keras ketimbang lainnya, dan tidak pernah mengelak dari tanggung jawab. Ollie dan Charlie adalah pribadipribadi yang lebih rileks. Ollie memperoleh anugerah daya tarik ia tidak pernah kehilangan keramahan dan ketenangan dalam keadaan yang paling gawat sekalipun. Charlie dalam pada itu orang yang lembut hati dan lapang dada, yang senantiasa dapat diandalkan dalam keadaan gawat. Jika Ran berkemampuan untuk sukses, Charlie memiliki daya untuk survive. Kelompok tiga orang penjelajah padang es itu saling isi mengisi - plus Ginny, yang bertanggung jawab di bidang komunikasi dan pembantu pemeliharaan. "Saya bergabung dengan ekspedisi secara berkala, sebagai reporter dan yang potret," tutur Campbell tentang dirinya. Sedang Pangeran Char sangat bersemangat: keberangkatan ekspedisi diantarnya sampai ke muara Sungai Thames, bahkan dikemudikannya sendiri kapal ekspedisi. Perlawatan dimulai melalui Prancis dan Spanyol, lalu menyeberang dan mulintasi Aljazair. Dari sana mereka stterangi Sahara Barat, melalui rute uris. Memang, seperti dikatakan si wartawan, "jangan terlalu diharapkan bahwa tim akan menghadapi masalah biar di luar daerah kutub, Lintasan tarat Laut, dan mungkin Sungai Yukon". Tempat-tempat itu memang "klimaks". Dan benar. Kekhawatiran mulai muncul ketika mereka tiba di daerah tujuan di Antarktika, Sanae Butche. Sejumlah 1.100 drum bahan bakar dan 200 ton bahan keperluan lainnya harus diluncurkan sepanjang satu mil melintasi teluk es. Dimuatkan di papan peluncur, semua perlengkapan itu "dialirkan" ke sebuah lokasi perkembangan sekitar satu mil ke pedalaman, pada kawasan yang aman dari bibir padang es. Delapan jam bertugas dan empat jam istirahat, awak ekspedisi bekerja siang malam. Satu drum bahan bakar beratnya sekitar 225 kg, dan sebuah mobil salju kecil dua tak hanya mampu menarik dua drum sekali jalan. Sopir-sopirnya berpakaian dan bergaya bagai penerbang pesawat tempur Perang Dunia 1. Menarik kereta salju yang terlumpat-lumpat, seorang sopir bisa menimbulkan gaduh di seluruh teluk. Sambil mendaki tanjakan, ia terlonjak dan terhempas di jok, menukar dan memasukkan perseneling kendaraan. Maklum di padang es yang tidak rata. Dan segera setelah membongkar, ia memburu kembali ke tempat muatan. Tampaknya asyik. Tapi tidak, bila dialami sendiri. Menurut yang empunya cerita, "Suhu anjlok, dan angin mulai bangkit. Dan persekutuan dua faktor itu memang mematikan." Soalnya, pada kekencangan yang normal saja, efek dinginnya menjadi tiga kali ganda. Muka membeku, hidung bocor terus, dan kaki kejang-kejang. Di Sanae, pondok-pondok prefab khusus untuk ekspedisi dengan cepat didirikan. Dibuat dari karton sekatan, tampaknya masih kurang sesuai dengan suhu Antarktika. Bayangkan, . temperatur di musim dingin yang -76ø F dan kecepatan angin yang 100 knot belumlah luar biasa. Sebab keadaan bisa lebih buruk dari itu. Namun mereka tetap bergairah. Gubuk-gubuk sekatan juga dibangun di Kemah 2. Letaknya 200 mil lebih jauh, di Pegunungan Borga Massif. Sekitar 90 ton bahan bakar dan perlengkapan akan diterbangkan ke sana oleh pesawat Transglobe, pesawat Twin Otter De haviland yang dilengkapi peluncur, dengan Giles Kershaw sebagai penerbang dan Gerry Nicholson sebagai ahli mesin. Keduanya sudah berpengalaman dalam penerbangan di kawasan kutub. Pesawat itu melakukan 80 kali penerbangan keliling ke pangkalan baru, ke ketinggian 6.500 kaki di pegunungan. "Kembali dari Borga pada suatu malam yang larut, kami terbang di atas kapal ekspedisi begitu ia meninggalkan Cape Town," lapor Campbell. Matahari yang rendah (mereka menikmati siang 24 jam sehari) hanya mampu memanasi satu sisi saja dari pesawat, seperti cahaya yang datang dari panggangan listrik Bayangan kapal terentang jauh ke teluk. Kemudian, dari landasan udara darurat, si wartawan mengendarai mobil salju sejauh satu mil dari kapal. "Di sana aku berhenti, dan mematikan mesin. Kesunyian yang dalam tiba-tiba memperangkapku. Keheningan yang diam dan kedamaian yang abadi menggantung berat di udara." Dan itulah wilayah Kutub Selatan. Ran, Ollie dan Charlie meninggalkan Sanae menuju Borga dengan mobil salju sendiri-sendiri, masing-masing menarik kereta bermuatan berat dengan tali sepanjang 50 kaki. Secara teori, jika mobil masuk ke celah es, sebuah alat yang dipasang pada ujung tali akan mengerem kereta salju - dan menahan mobil. Pengendara yang mengenakan tali dan sabuk pengaman lalu dapat memanjat, atau dikerek ke luar. Syukur, mereka berhasil melintasi jembatan salju yang terentang di atas celah es yang besar dan seperti tak berdasar. Kawasan yang paling berbahaya di Kutub Selatan disebut Zona Engsel. Setahun lalu 12 ilmuwan dengan kendaraan caterpillar (kepompong) mencoba melintasi rute yang sama. Hasilnya: mereka kehilangan dua ahli mesin, sementara seorang ilmuwan muda jatuh sedalam 90 kaki dan patah lehernya. Pada 1981, di dekat pangkalan Inggris, agak jauh ke sekitar pantai, dua ilmuwan lain tewas di padang celah es. Ia memakai mobil salju seperti yang dipakai tim Inggris ini. Tahun berikutnya tiga ilmuwan Inggris lenyap pula di sepanjang pantai es dalam perlawatan singkat di musim din,in. Perlawatan itu sekitar 270 mil menjelajahi jalanmemutar - diselesaikan dalam iga setengah hari. "Start yang nekad," komentar Campbell. Celah es itu juga merengkah di kemah Sanae. "Kami dapat mendengar teluk es itu merengkah di malam hari, seperti suara pertempuran kendaraan lapis baja," tulis Campbell. Celah panjang terentang dari bukit-bukit batu sebelah barat. "Masih dangkal." Padahal dalamnya beratus kaki. Seperti direncanakan, kapal suplai Afrika Selatan mengungsikan setiap anggota tim yang tidak bermusim dingin di sana. Dan di Borga, seorang cewek dan tiga cowok itu, plus seekor anjing yang tak jelas jantan betinanya, mencoba membiasakan diri dengan malam yang mencekam dan dingin yang menggigit selama delapan malam penuh. Charlie dan Ollie memakai separuh ubuk, sementara Ran dan Ginny separuh sisanya. Bothie, anjing terrier berbulu panjang milik Ginny, tinggal memilih tempat yang dianggapnya paling nyaman. Binatang itu menjadi kesayangan mereka, penghibur dalam keadaan tegang dan menjemukan. Ran bertanggungjawab dalam suplai bahan bakar dan pemeliharaan kemah. Ia menggali parit panjang dekat salah satu pintu masuk gubuk, mengisinya dengan kotak-kotak suplai. Olly atau Oliver menangani alat pembangkit listrik, servis mobil salju, dan mengikuti ramalan cuaca. Charlie menjadi tukang masak, sering dibantu Ginny, di samping membantu Olly mengurus perlistrikan . Ginny selalu membuka kontak dengan London dan pangkalan mereka di Sanae. Ia harus merabaraba setapak demi setapak, melalui kegelapan yang pekat,mengikuti tali pengaman beratus-ratus yar ke gardu radio - dan sering dalam suhu di bawah 40øF. Pada awal usia 30 tahunnya, ia sesungguhnya berharap perlawatannya itu terjadi sepuluh tahun sebelumnya. "Karena harapan utamaku dalam hidup ini sebenarnya memiliki keluarga, dan saya menyesali lenyapnya kemungkinan itu," kata Ginny. MEREKA melihat, mereka memiliki lebih sedikit waktu luang dari yang diharapkan. "Segala-galanya memerlukan waktu lebih lama untuk mengerjakannya," ujar Ginny. Namun mereka masih sempat melahap bacaan malahan Ran berhasil menulis seluruhnya 30 ribu kata pertama dari novel yang sedang disiapkan. "Sejenis thriller picisan," komentar Ran sendiri. Dengan lebih sungguh-sungguh, ia juga menulis sekitar 500 surat kepada para sponsor dan 200 surat lagi tentang urusan ekspedisi. Malam-malam, Charlie, Ran dan Ginny sering main kartu selama satu dua jam. Hubungan mereka boleh dibilang tidak pernah tegang, apalagi berselisih. Seperti yang dikatakan Charlie, "kami telah bekerja bahu-membahu untuk mempesiapkan perlawatan. Kami sudah mengenal pembawaan masing-masing dan tahu saatnya harus mengalah." Pesawat terbang kembali pada awal musim panas di Antarktika. Dan mereka pun meninggalkan Borga pada 29 Oktober tiap mobil salju menarik kereta luncur 12 kaki dengan muatan 750 kg. Jarak tempat itu sekitar 1.200 mil dari Kutub Selatan, dan dari sana masih 1.000 mil lai ke Pangkalan Scott. Rutenya sebagian besar tidak mungkin terjalani, bahkan ditempuh dengan kereta. Karena itu mereka berusaha menggunakan setiap kesempatan bagaimanapun kecilnya. Misalnya, mereka akan tetap meneruskan perjalanan kendati suhu semakin dingin - karena ini justru membuat lapisan es di atas celah lebih tebal dan kukuh. Dan, "suhu tiba-tiba melorot sampai -67øF dan kecepatan angin 50 knot," tulis Campbell. Mereka mulai menderita penyakit beku di wajah dan itu terasa nyeri jika temperatur kembali naik ke sekitar -22øF. Perjalanan pun menjadi sangat menjemukan, di padang yang putih dan nyaris tanpa sosok itu, baik makhluk maupun tumbuhan. Sedang tugas navigasi dipersulit oleh begitu sedikitnya detil pada medan. Mereka berkendaraan sepuluh jam sehari, dengan lima menit istirahat setiap jam. Ran memimpin di depan, diikuti Charlie. Sebagai masinis Oliver senantiasa mengawasi ke belakang agar cepat bisa memberikan bantuan jika diperlukan. Karena dipisahkan demikian rupa oleh cuaca buruk, masing-masing mereka membawa beberapa jenis alat pelindung dan pencegah segala kemungkinan buruk. Makanan, tali, sekop, peralatan radio, dan radio kecil. Konsumsi berupa makanan kering, yang dapat dimasak jika mereka berkemah. Setelah 500 mil, sebuah wilayah dengan sastrugi yang tinggi merintangi perjalanan. Digambarkan sebagai suatu lapangan luas yang seolah dibajak denan luku setinggi lima kaki. Sisi yang tersingkap berombak bagai puncak ombak yang pecah. Sudah tentu semua itu terdiri dari es, tapi kerasnya bagaikan baja. Mobil dan kereta luncur kandas di palung, tali penambang tersangkut dan terancam putus. Menyentaknyentak ke sana ke mari, kendaraan sering menjadi terjungkal-jungkal. Kuatir tubuh akan remuk redam, si sopir mencoba melompat ke luar sebelum sebatang besi yang copot datang menghantamnya. Roda, alat peluncur pada mobil, dan berbagai peralatan kendaraan salju itu bengkok-bengkok dan melengkung. Padahal suku cadang yang dibawa terbatas. Alat peluncur pada mobil salju Ran terbuat dari kayu ek yang keras, dan keadaannya sungguh bejat, sehingga terpaksa ditinggalkan berikut muatannya termasuk satu-satunya pemanas tenda dan tangga, yang digunakan jika ada yang kecebur ke dalam celah es yang maut itu. Untungnya sebagian besar peluncur terbuat darl baja tak berkarat, yang kendati cacat di sanasini masih mampu melaju. "Mimpi buruk sastrugi berlangsung cukup lama: 300 mil perjalanan," tutur Campbell. Setengah jalan antara Borga dan Kutub Selatan, masalah suplai kembali gawat. Dan kendati waktu mendesak, mereka terpaksa berkemah 17 hari untuk mengetahui apakah kawasan celah es di depan akan semakin berbahaya dengan . berlalunya hari-hari yang mulai bermatahari. Penundaan itu memberi peluang kegagalan. Segera, sebelum mereka berangkat dari Borga, datang pesan dari London. Isinya cukup mempengaruhi Ran - bahwa upaya mereka dianggap oleh ahli-ahli kutub telah gagal. Ia menjelaskan: "Beberapa pengecam menganggap rencana-rencana kita tidak dapat dipertanggungjawabkan. Mereka beranggapan mobil-mobil salju terlalu kecil untuk dapat menarik perlengkapan yang diperlukan, dan pesawat Otter kita tidak mampu meliput jarak yang begitu luas. Yang sekarang ada dalam pikiran mereka: kita mungkin memerlukan penyelamatan yang terlalu mahal, dan mungkin amat barbahaya." Ketika Ekspedisi semakin dekat ke Kutub, sekelompok ilmuwan lain dari Afrika Selatan - meninggalkan pangkalan Sanae untuk mengadakan perlawatan sejauh 200 mil. Rute yang dipilih sama seperti punya Ran. Para ilmuwan kehilangan dua kendaraan caterpillar di Zone Engsel. Seorang terbunuh. Tiga orang, yang berpelengkapan seadanya, kembali lagi ke pangkalan. Mereka tidak berhasil mencapai tujuan, sehingga pemimpin pangkalan sendiri pergi mencari. Dan ia juga lenyap. Sepanjang 1.000 mil tidak ada pesawat terbang yang dapat diminta mencari yang hilang. Giles Kershaw, si penerbang, belakangan tiba di Kutub Selatan. Ia mengawang ke batas tertinggi untuk daya tahan Twin Otter, sekitar 1.400 mil - dan berhasil menemukan tiga orang dari rombongan tadi itu dan seorang pemimpin pangkalan. Mereka, dalam keadaan babak belur dan kuyup - dan sekarat dibawanya ke Sanae. Beberapa hari berselang, tiga mobil salju sampai di Kutub Selatan. Lalu mereka berangkat lagi pada 23 Desember, dan kali ini siap melakukan penyeberangan. Halangan utama adalah Glasir Scott, lereng celah es yang siap memperangkap pada medan yang menurun ke Beting Es Ross, yang selama ini belum pernah dicoha turuni. "Tetapi, sekali mereka memulainya, justru sangat berbahaya jika mencoba berhenti," tulis Campbell. Karena itu rnereka terus bermobil lebih jauh dari biasa. Olly menarik dua kereta salju, dan acap kali mobil dan kedua kereta saljunya melintasi celah-celah es yang berbeda. Mereka semua dapat merasakan permukaan salju yang amblas atau merekah di belakang begitu mereka baru saja melintas di atasnya. Itulah 'jembatan salju' yang menutupi celah es di bawah. Sering mereka menalikan mobil-mobil satu sama lain, dan Ran memecahkan pusat celah es yang sudah dimulai Charlie dan Ollie di depannya. Penurunan itu makan waktu empat hari. Itu konon pengembaraan yang relatif nyaman. Menempuh 600 mil ke Pangkalan Scott, dan itulah akhir perlawatan ke Antarktika. Mereka tiba pada 11 Januari 1981, 75 hari setelah meninggalkan Borga. Ekspedisi kali ini adalah perlawatan kedua - dan hingga sekarang yang terakhir - melintasi Benua Kutub. Yang pertama adalah Ekspedisi TransAntarktika Persemakmuran (1955-1958) yang dipimpin Sir Vivian Fuchs dan Sir Edmund Hillary. Mereka didukung oleh pemerintah-pemerintah Inggris dan Selandia Baru. Tapi, "Transglobe berhasil mencapai jarak lebih jauh dan dalam waktu lebih cepat," komentar sang wartawan. Itu jawaban setimpal terhadap kecaman-kecaman yang mereka terima sejak masa perencanaan dan penyiapan peralatan. Mereka kembali dalam keadaan segar bugar - kendati lebih kurus. Oliver susut 14 kg selama perjalanan ke Kutub. Sayangnya ia juga memutuskan menarik diri dari Ekspedisi karena alasan-alasan pribadi. Lantas enam minggu terakhir Benyamin Bowring mendekati muara Sungai Yukon. "Saya bergabung kembali dengan Ekspedisi untuk awal tahap utama ekspedisi berikutnya," kata wartawan dan juru foto itu. Kapal berlayar melalui laut pedalaman, sedapat-dapatnya. Tapi karena adanya beting-beting, mereka berada pada posisi 12 mil dari pantai Alaska (di utara, kini) ketika dua perahu motor diturunkan ke air. Bulan Juli mereka menuju arah Dowson, sekitar 1.300 mil ke hulu, kira-kira pada tengah malam. Ran memimpin di depan, dengan si wartawan sebagai penumpang. Charlie membuntut rapat di belakang. Mereka semua mengenakan pakaian penyelamat warna oranye, dan kerudung. Setiap perahu motor panjangnya hanya 13 1/2 kaki, dilengkapi mesin berkekuatan 40 daya kuda, dan membawa paling kurang setengah ton bahan bakar dan perlengkapan. Karenanya selisih antara bagian paling atas pinggir perahu dan air di bawahnya sangat sedikit. ANGIN bertiup, dan bau anyir menyumbat pernapasan. Ran meminta wartawan kita pindah ke perahu Charlie. Ia, sebagai perintis, ingin mengemudi dengan pikiran terpusat dan leluasa. Lalu gelombang mulai memecah di perahu motor mereka, dan menggoyangnya dari belakang. Sering kali mereka kuyup. "Saya kagum akan kemampuan kami mengapung," tulis Campbell. "Bandel, liat, dan pegas." Tapi begitu melihat perahu-perahu mulai dilimbahi air, baru terasa bagi Campbell betapa rapuhnya keadaan. Laki-laki ini mencoba membuka percakapan dengan Charlie yang basah kuyup diterjang gelombang. Perahu oleng. Lalu terbalik. "Kusentakkan kakiku sebebas-bebasnya dari perlengkapan, lalu nyebur,' cerita si wartawan. Ia menjauhkan diri dari baling-baling yang tetap berputar. Lambung perahu roboh di sisinya, dan ia menangkap apa saja yang bisa dijadikan pegangan. Beberapa detik kemudian, Charlie juga sudah di sana. Ia menaikkan diri ke lambung perahu yang tertelungkup, dan menarik wartawan kecebur itu beberapa saat kemudian, pada kerah bajunya. Mereka mencoba membalikkan perahu pada posisi semula. Tak berhasil. Melihat kesulitan kedua rekannya, Ran memperingan muatan perahunya dengan membuang beberapa jeriken, kemudian bergerak menyusur bujur perahu yang terbalik. Dengan bantuannya kembali dicoba menegakkan perahu, dengan mengerahkan seluruh kekuatan. Tetap sia-sia. Malah Ran hampir saja melemparkan rekan-rekannya kembali ke laut. Campbell sangat awas dengan baling-baling yang masih tetap berputar - yang bisa membuat dirinya daging cincangan. Akhirnya Ran melompat ke perahu kedua rekannya. Mereka menalikan perahu yang terbalik itu dengan perahu Ran. Toh tetap gagal menegakkannya. Lalu datanglah gelombang besar. Gelombang itu memukul kedua perahu, dan memutuskan tali yang menghubungkannya. Perahu Ran malah terlempar lebih jauh. "Tolol kalau berendam-rendam terus begini," katanya. Charlie menawarkan diri untuk menangkap kembali perahu Ran yang menghanyut. Tapi Ran sudah lebih dulu menyelam, dan muncul di sisi perahunya, yang mulai hanyut sejauh 20 yar. Suatu tindakan yang cukup berani. Ran kembali melemparkan tali, dan Charlie menikatkannya ke sisi terjauh dari lambung perahu. Ran mengereknya. Dan kali ini berhasil. Tapi setelah tercelup setengah jam, mesin perahu motor tidak mau hidup. Hingga kembali tali diikatkan, dan Ran menariknya ke perahunya. Tapi "kami sendiri dalam keadaan segar bugar, lebih dari yang diharapkan. Berkat pakaian penyelamat," kata Campbell. Sepanjang 5.200 mil yang penuh kesulitan, ekspedisi terutama dilakukan dengan perahu. Yaitu melintasi Sungai Yukon, Sungai McKenzie sampai ke muaranya, dan melewati Lintasan Barat Laut. Di lintasan ini kabut menutup tebal angin ribut, dan gunung-gunung es merupakan ancaman gawat. Akhirnya, 31 Agustus 1981 - 62 hari setelah berangkat dari Yukon Charlie dan Ran sampai di Fjord Tanquary dan Kepulauan Ellesmere. Dan setelah suplai ulang dari udara, mereka meneruskan perlawatan melintasi Ellesmere ke kemah musim siingin di pantai utara - titik start ke Kutub Utara. Sepanjang 150 mil mereka merangkak ke arah utara melalui Ellesmere. Tubuh membengkak tergores dan melepuh, melintasi pegunungan, padang-padang es dan glasir. Akhirnya, di suatu pagi yang dingin mereka keluar dari jurang yang sempit dan dihadang sebuah bidang terbuka yang centang-perenang: Samudra Arktik. Itulah tantangan terbesar dan terakhir Transglobe. Empat bulan lamanya musim dingin yang sepenuhnya gelap mereka nikmati di tepi paling ujung Samudra Arktik. Kemudian, tiga minggu sebelum matahari Kutub merekah untuk pertama kalinya di tahun 1982, mereka berangkat dengan mobil salju. Dan malapetaka mulai datang lebih gawat. Karena arus tetap dari Kutub Utara mengarah ke selatan ke pantai pulau-pulau Ellesmere, es lautan kembali menutupi air secara bergelombang dan campur-aduk dengan balok-balok es yang berpecahan. Rata-rata tinggi gelombang 12 kaki tak jarang 30 kaki. Mobil salju bisa tahan terhadap gelombang setinggi 12-14 kaki, tapi lebih dari itu jangan harap. Jam demi jam mereka merambati lintasan yang penuh 'kerikil' sebesar-besar mata kapak. Ran mencoba menarik, dengan tenaga manusia, kereta luncur fiberglass bermuatan barang 80 kg - meninggalkan mobil salju, sampai keadaan lebih baik. Inci demi inci mereka menyeretnya ke utara. Ke utara! Setelah menempuh jarak 70 mil, keadaan medan membaik sedikit. Kembali ke Kepulauan Ellesmere Ginny telah menanti dengan penerbang baru. Orang itu bernama Karl Z'berg, seorang Kanada-Swiss, yang mengambilkan dua mobil salju Ran dan Charlie. Setelah senja, Ran pergi memeriksa mobilnya. Mobil berikut peluncur dan peralatannya bisa diselamatkan, tapi radio dan alat bantu navigasi tampaknya tidak bisa dipakai lagi. Ginny berusaha mencari gantinya, dan untuk itu Karl terbang mengambilnya di pangkalan tim. Sekali, gelombang ganas - seperti ledakan bom - menghempas pucuk gunung es. Ran dan Charlie memburu ke pintu kemah: mereka takut pucuk gunung es pecah belah. Tapi tidak. Siang dan malam kebisingan sekitar sangat menjemukan. Kerahasiaan lingkungan begitu mengancam. "Daerah yang begitu rapuhnya," kata Ran kemudian. "Seperti merobek-robek imajinasi - kecuali jika kau bersaraf baja." Tim ekspedisi itu harus segera sampai ke Kutub untuk menyaksikan peralihan lautan dalam satu musim. Untungnya rintangan berupa badai, dan 'kerikil' sebesar-besar kapak, tidak ditemui. Dengan melupakan segalanya, mereka tiba di hari Ahad Paskah, 11 April 1982, di Puncak Bumi. Kutub Utara! Masih ada 1.000 mil lagi untuk sampai ke pinggir padang es di sana direncanakan Benjarnin Bowring akan tiba di awal Mei. Hari-hari cemerlang. Rencana orisinil Ran adalah melawat ke Kepulauan Spitsbergen sebelum es pecah - biasanya pada awal Juni dengan menggunakan ski dan melalui beberapa pegunungan sampai ke Fjord. Kapal akan menunggu di sana. "Tapi tidak bisa," menurut penulis. Soalnya es sudah mulai menunjukkan tanda-tanda awal pecah. Ia lalu memutuskan melakukan perlawatan mengarungi badai dan arus, di atas lapisan es yang tampaknya aman tenteram. Sedapat-dapatnya sebelum es benar-benar mulai memecah. Selama 99 hari Charlie dan Ran menanti lewat jam-jam yang terasa amat lama. Bayangkan: hari yang tanpa malam. Kekhawatiran terhadap beruang menjadi rutin - dan karenanya semakin berkurang jua. Pada musim panas di Arktik, beruang kutub dari Spitsbergen akan keluar memburu anjing laut. Kawasan yang terbuka itu tak soal bagi mereka wongperairan sedingin es itu kampung halamannya sendiri. Dan jejak-jejak beruang memang mereka temukan di Arktik sekitar 500 mil ke utara pada daratan yang terdekat. Dan suatu pagi, Charlie berteriak dari kemahnya. Ia mendengar suara langkah menapak. "Ada tamu! " pekiknya. Beberapa menit kemudian mereka sudah berada di luar, dengan pakaian dalam dari wol dan senjata api di tangan masing-masing. Charlie menggenggam senapan .375 boltaction, Ran revolver. 44 magnum. Sendirian, seekor beruang seperti menanti sesuatu di belakang tenda menatap para manusia. Sebuah tembakan menggelegar, tapi binatang itu tenang saja. Dengan kalem ia menapak di antara jeriken dan kotakkotak makanan. Kemudian, selama sepuluh menit mereka mengadu-adu piring dengan panci, berteriak-teriak, dan menghamburkan tembakan. Lalu peluru Charlie tinggal dua biji. Ran masih banyak persediaan pelurunya, tapi apalah arti peluru revolver bagi seekor beruang kutub. Ran pernah mendengar dari temanteman Kanadanya: beruang menyerang dalam sikap membungkuk, lalu berhenti pada jarak 40 langkah. Charlie berbaring di sebuah kereta luncur dan hati-hati membidik. Ran berdiri di belakang agak ke samping. Lalu menembakkan peluru kembangapi. Peluru itu terbang melalui punggung Charlie dan menghantam salju di dekat beruang nongkrong. Lalu ngebul. Sang beruang tetap tak acuh. Ran yakin beruang itu siap menyerang, dan ia kembali meledakkan peluru revolvernya. Dan binatang kutub itu berhenti mendadak. Ragu sesaat. Kemudian membelok, dan akhirnya menjauh. Ada curahan darah di salju, namun tidak membuat ia lumpuh. Tampil kembali, terlihat luka di kakinya. Ran dan Charlie mengikutinya sejauh setengah mil. Tapi ia terjun ke celah es yang terbuka, kemudian lenyap dalam salju. "Aku merasa berdosa," kata Ran belakangan. "Barangkali, jika aku tidak menembak, ia malah tidak akan menyerang. Atau mungkin lebih baik membunuh sampai mati. Sebaliknya andai kata aku beruang, aku akan memilih hidup dengan kaki terluka. Tapi siapa yang dapat menjelaskan?" Siapa? Charlie dan Ran mengapung sejauh 350 mil di gunung es, dan berhenti hanya sepuluh mil dari garis Greenwich-Meridian - garis akhir perjalanan keliling dunia mereka. Dua kali Benjamin Bowring mencoba menerobos benteng es besar untuk mencapai para pengelana dunia itu dan kedua-duanya gagal. Akhir Juli nakhoda bertekad mencobanya kembali. Cuaca tiba-tiba jernih, dan angin berubah kencang ke arah barat laut - menguakkan terusan di antara gunung-gunung es. Kadang kapal terhadang es keras. Lain waktu memerlukan satu jam untuk maju sejauh 100 yar. Kemudian hanya sepuluh mil dari kelompok es, kapal tersandung benteng es keras yang tak tertembus. Ran dan Charlie bermaksud mencoba mencapai kapal. Dengan beban 200 kg masing-masingnya, mereka menyeret kano aluminium yang dibawa Karl dalam penerbangan kutubnya yang paling akhir - melalui batu. Akhirnya mereka harus memanjati tembok es mati-matian. Sudah hampir tengah malam ketika sosok mereka dapat ditandai orang dari Benjamin Bowring. "Sepanjang malam kami mengawasi mereka dari kapal: titik-titik mulai menjadi sosok manusia di tanah tak bertuan itu," tulis wartawan kita. "Kami tahu siapa mereka, namun bimbang juga sampai kami dapat mengenali wajah mereka, yang membangkitkan kegembiraan yang bukan alang kepalang." Dan benar. Itu mereka: Ran dan Charlie. Menalikan diri pada kano masing-masing, mereka terbungkuk-bungkuk menyeret beban, dan terus maju. "Ran berhenti dan mengembangkan Union Jack,"tulis Campbell. Seseorang memutar pita rekaman, dan berkumandanglah The Eton Boating Song. Dan kedua manusia itu tiba di kapal. "Inilah pemandangan yang paling indah yang pernah aku saksikan!" seru Ran. Mereka menaiki tangga tali dan memeluk siapa saja yang ditemui. Champagne pun muncrat dari botol-botol. Pesta berlangsung sampai pagi. Kapal menemui kesulitan membebaskan diri dari es, dan tidak mampu mencapai Spitsbergen dalam sebelas hari berikutnya. Tapi dari sana mereka pulang ke kampung halaman, di Inggris sana - dan selusin pesta lagi dilangsungkan. Pada hari Minggu, 29 Agustus 1982, Pangeran Charles menyampaikan welcome kepada Ekspedisi Transglobe. Semuanya memakan waktu hampir tiga tahun dan jarak 35 ribu mil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus