PANGKAT mendatangkan uang, konon. Sebaliknya ada yang berusaha membeli pangkat. Tabiat main jalan tol berburu pangkat ini rupanya disimak oleh Saebani Maksum. Bekas pegawai Kabupaten Bantul ini pada tahun 1986 membuka perusahaan, PT Mitra Manggala Group (MMG), di Kampung Gedong Kuning, Yogyakarta. Sejak semula ayah tiga anak ini menerima pegawai dengan cara menyilakan si calon memilih pangkat yang disukainya, asal mampu membayar. Misalnya, untuk menjadi pegawai di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang akan didirikannya, pelamar wajib setor Rp 3 juta sampai Rp 8 juta. Ini dia pangkal bala yang berpuncak akhir Agustus lalu. Masih pagi, di lobi kantor perusahaan yang punya tiga bidang usaha itu orang sudah berkerumun. "Bawa ke sini Saebani. Kalau tidak, kantor ini diobrak-abrik," seru seorang dari mereka. Keriuhan berbumbu cercaan itu datang dari sekitar 75 calon karyawan MMG. Mereka berang karena uangnya -- minimal Rp 3 juta -- raib bersama dengan kaburnya Saebani Maksum. Karyawan MMG cuma dagdigdug. Tak terlekakkan lagi, massa menerjang masuk. Mereka merapun alias menghajar benda yang ada di kantor itu. Prang! Kaca pintu berkeping. Pintu yang terkunci dijebol. Sehabis itu inventaris digotong, seperti meja, kursi, lemari, bahkan kloset dan wastafel. Ada pula yang mencoba mengantongi lemari setinggi dua meter dari lantai dua. Tapi sulit lolos lewat tangga, hingga si lemari selamat. Ada lagi yang bawa truk menghosong apa yang dapat diangkut. Huru-hara berhenti saat datangnya petugas dari Komando Distrik Militer. Suasana bak kapal pecah itu juga menimpa rumah Saebani, tak jauh dari kantornya itu. Kosong. Saebani sudah hengkang. Jadi, harap maklum, jika suaranya belum dikutip di sini. Menurut cerita, uang itu dimasukkan deposito, tabungan, dan saham, dengan jaminan diberi kedudukan. Janjinya, uang itu bisa diambil kembali setelah setahun. Sampai kini banyak karyawan yang tak bisa mengambilnya. Dan gaji yang tak seberapa pun tak lancar. Menurut seorang karyawan, tak ada usaha MMG yang jalan. Bidang konstruksi, real estate, dan LKBH (lembaga konsultasi bantuan hukum) bahkan sudah bubar. Walau begitu, lowongan diiklankan terus oleh Saebani. Mereka yang diterima harus mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) setahun, dan wajib setor Rp 750.000. Diklat ini dikelola Lembaga Pendidikan Kesekretariatan, juga unit usaha MMG. Sekitar 35 dari calon pegawai itu sarjana lulusan perguruan tinggi, negeri maupun swasta, di Yogya dan Jawa Tengah. "Penampilan kantor ini meyakinkan," kata Eko Yuli Setiawan kepada R. Fadjri dari TEMPO. Kepala Bagian Personalia MMG ini gondok, depositonya Rp 1 juta juga disikat bosnya. Kini 106 korban berharap tanah dan gedung MMG bisa mengganti kerugian. Tapi gedung berlantai tiga itu pun sudah diagunkan di Bapindo Yogya. Karena aksi hakimhakiman tak ada untungnya, mereka lalu memberi kuasa pada pengacara untuk mengurus lebih lanjut. Uang melayang untuk kursi di awangawang, ya, pangsan bagai jatuh tapai rasanya. "Saya malu. Tetangga tahu saya bakal jadi sekretaris," kata Emi Wijayanti. Ada lagi yang lebih gamang. "Saya tak berani pulang, karena ayah sudah menjual sawah agar saya bisa kerja di sini," tutur Solihah, 21 tahun, asal Boyolali. Lulusan SMEA ini kena Rp 3 juta setelah diiming-imingi Saebani jabatan empuk di BPR anganangan tadi. Tidak diceritakan mengapa dengan uang Rp 3 juta, atau sampai Rp 8 juta, mereka bukannya menciptakan kerja, tapi kok malah membeli kerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini