Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana memprioritaskan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam proses pengadaan barang dan jasa di pemerintahan bak angin segar bagi para pengusaha di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Pasalnya, sektor yang paling terkena dampak pandemi adalah UMKM. Hal ini ditunjukkan Survei Bank Indonesia yang dipublikasikan Juni 2020 lalu.
Dalam survei itu disebutkan sebanyak 72 persen pelaku UMKM mengalami penurunan penjualan hingga masalah permodalan. Adapun data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menyebut saat ini jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64 juta unit usaha atau 99 persen dari total unit usaha di dalam negeri.
"Jadi kebijakan tersebut sangat merupakan angin segar," ujar Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Muhammad Ikhsan Ingratubun kepada Tempo, Rabu, 26 Agustus 2020.
Meski begitu, Ikhsan meminta agar program tersebut jangan hanya berhenti pada niat pemerintah. Ia lalu menagih komitmen pemerintah untuk membeli produk UMKM. Caranya bisa dimulai dengan pemerintah menyediakan daftar kebutuhan yang bisa dipenuhi oleh UMKM.
Di samping itu, pelbagai kemudahan juga mesti diberikan kepada para pengusaha UMKM untuk bisa menawarkan barangnya melalui aplikasi-aplikasi pengadaan milik pemerintah. Pasalnya, sebelumnya pemerintah menerapkan sejumlah syarat yang acap kali menyulitkan pengusaha UMKM untuk ikut serta menawarkan produknya.
Setelah ada kebijakan e-catalog itu, menurut dia, produk UMKM sering tidak bisa dibeli karena pengusaha sulit memasarkan produknya. "Misalnya di e-catalog itu harus menunjukkan pabrik dan bengkelnya di mana. Padahal, misalnya di Sidoarjo itu mereka ada yang memproduksi alat pertanian di satu bengkel untuk digunakan keroyokan. Itu salah satu contohnya," ujar Ikhsan.
Penggunaan e-catalog, menurut Ikhsan, seharusnya akan sangat membantu UMKM untuk mendapat akses pasar. Jika hal itu dipermudah, masalah permodalan hingga peningkatan kualitas produk pun akan mengikuti. "Beri dulu kesempatan."
Senada dengan Ikhsan, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri alias Kadin Indonesia Shinta Widjaja Kamdani menilai niat pemerintah itu adalah kabar baik dan peluang besar bagi pelaku UMKM di Indonesia. "Dengan adanya anggaran belanja pemerintah sebesar sekitar Rp 735 triliun, kebijakan ini diharapkan dapat membantu pemulihan dan penguatan perekonomian UKM Indonesia dan juga menggalakkan penggunaan barang-barang buatan Indonesia," tutur Shinta.
Namun, di balik itu, Shinta mencatat masih banyak UKM yang memerlukan pendampingan untuk meningkatkan standar produksinya. Sehingga, produk-produk buatan pengusaha kecil tersebut dapat bersaing dan sesuai dengan standar yang dibutuhkan oleh Pemerintah dan BUMN khususnya Standar Nasional Indonesia (SNI).
Selain peningkatan kualitas produksi, perlu juga dilakukan pendampingan dan pelatihan digital bagi pelaku UMKM, karena data mencatat bahwa baru 13 persen dari mereka yang sudah terhubung online. sementara itu jika ingin mengikuti proses pengadaan barang dan jasa bagi Pemerintah dan BUMN, sebagian besar melalui online.
Oleh karena itu, kata Shinta, untuk menjamin hasil pelaksanaan kebijakan yang lebih maksimal diperlukan sinergi antara Kementerian dan Lembaga terkait untuk melakukan pendampingan dan pelatihan. "Sehingga lebih banyak UKM yang dapat berpartisipasi dalam kegiatan belanja serta pengadaan barang dan jasa bagi pemerintah dan BUMN tersebut."
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan menyebutkan pihaknya terus merumuskan program untuk melengkapi upaya-upaya pemerintah menggenjot produktifitas UMKM. Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, ia mengatakan kementeriannya akan memacu agar minimum 20 persen dana pengadaan barang dan jasa dari APBN tersebut bisa dibelanjakan produk UMKM.
Belakangan, Kementerian Koperasi dan UKM pun mulai memberikan sosialisasi dan pelatihan untuk membantu pelaku UMKM mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sejumlah dispensasi turut disiapkan untuk memperlancar prosesnya.
Dengan kemudahan tersebut, UMKM dapat menawarkan produknya kepada kementerian dan lembaga melalui aplikasi Bela Pengadaan, Sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), serta laman UMKM pada e-katalog. "Kami menargetkan 160 UMKM on boarding dalam aplikasi tersebut," kata Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM, Victoria Simanungkalit, Rabu 25 Agustus 2020.
Untuk mengejar target tersebut pihaknya melakukan sosialisasi secara virtual kepada hampir seluruh Dinas Koperasi dan UKM di Indonesia untuk menjaring UMKM dan melakukan pendampingan dalam pemanfaatan platform penjualan produk tersebut.
Victoria menyatakan pendamping akan memberikan edukasi agar UMKM meningkatkan kualitas produknya sesuai standar dan izin yang berlaku. Kementerian menawarkan pendampingan untuk membantu pelaku usaha melengkapi standarisasi hingga izin yang diperlukan. Pelaku usaha juga dilatih untuk meningkatkan kualitas produksi sesuai kebutuhan kementerian dan lembaga.
Adapun akses pembiayaan UMKM akan dibantu melalui kerjasama dengan bank BUMN. Menurut Victoria, kontrak pengadaan dengan nilai di bawah Rp 50 juta langsung dibayarkan pemerintah melalui kredit di Bank Himbara sehingga tak ada penundaan pembayaran. "Kami sedang mengusahakan agar proyek Rp 50-250 juta juga bisa melibatkan Himbara dengan skema lain," katanya.
Untuk memudahkan UMKM, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Roni Dwi Susanto mengatakan pengadaan barang dan jasa dengan nilai di bawah Rp 50 juta tak perlu kontrak. "Cukup dengan kwitansi atau bon biasa saja," tutur dia. Lembaganya juga telah mengizinkan pengadaan langsung secara elektronik melalui UMKM dengan nilai di bawah Rp 200 juta.
Roni menyatakan ruang penyerapan produk UMKM oleh pemerintah telah tersedia sejak lama. Sejak 2008 hingga 2020, sekitar 47 persen atau 180 ribu UMKM telah mengikuti pengadaan pemerintah secara elektronik. "Sekarang tinggal keberpihakan dari kementerian dan lembaga, mau membeli atau tidak," katanya.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menyusun standar audit pengadaan barang dan jasa melalui UMKM. Aturan tersebut dibuat untuk memastikan penyerapan produk UMKM oleh kementerian dan lembaga.
"Ini penting karena kalau BPKP tidak melakukan audit sejauh mana mereka belanja produk UMKM, mungkin ke depan mereka tidak akan serius," ucapnya. Teten Masduki menargetkan kementerian dan lembaga menggunakan anggaran sekitar Rp 321 triliun untuk belanja produk usaha kecil.
CAESAR AKBAR | VINDRY FLORENTIN
Baca juga: Jokowi Minta Banpres Produktif UMKM Tidak Dipakai untuk Konsumtif
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini