Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mengapa gorbachev ditembak

Perilaku orang rusia kombinasi antara kehangatan & sebaliknya. orang barat menganggap mental mereka tak dilandasi akal sehat. gorbachev menyadari, merosotnya etika kerja soviet sebagai kelemahan bangsa

17 November 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERILAKU ORANG SOVIET MENGAPA GORBACHEV DITEMBAK -- Penderitaan yang panjang dan semangat komunal yang tebal membuat orang Soviet sanggup memikul kemiskinan sebagai nasib bersama. Namun, siapa saja yang menjadi lebih menonjol, ia akan menghadapi kemarahan massa. Itukah yang mendorong si penembak Gorbachev di upacara peringatan Revolusi Oktober pekan lalu? Gorby selamat, tapi perestroika tetap terancam gagal karena sifat kecemburuan kolektif itu. Gambaran perilaku orang Soviet oleh Hedrick Smith, kepala biro New York Times untuk Moskow dan Washington, sebagaimana dimuat di New York Times Magazine akhir Oktober lalu. PADA suatu malam Minggu, saya bekerja sendirian sampai larut malam, di salah satu kantor di Moskow. Terdengar pintu diketuk. Saya tidak bisa membayangkan siapa itu di luar. Sudah lewat pukul 10. Waktu saya tiba di lantai 6, suasana begitu senyap. Hanya terusik oleh suara langkah kaki saya sendiri yang memantul ke koridor. Lalu pintu depan dibukakan oleh seorang wanita Rusia berumur yang bertugas sebagai penjaga selama 24 jam. Biasa disebut dezhurnaya. Ia muncul dari kamar kerjanya -- dezhurnaya -- yang sempit seperti kloset dan sesak oleh dipan, meja kecil, gantungan baju, dan piring pemanas. Tiap hari dezhurnaya-nya berbeda. Tapi yang satu ini belum pernah saya lihat. Di Moskow, ketukan pintu yang tidak diharapkan bisa jadi kabar buruk. Saya heran siapa, sih, yang mengganggu malam-malam begini dalam kamar terkunci dan di gedung yang tertutup pula. Waktu saya buka pintu, yang kelihatan ternyata seorang dezhurnaya, wanita 60-an yang agak tinggi, tegap, dan praktis seperti pedagang. "Ada masalah?" tanya saya. "Tidak," katanya. Lalu, "Kamu sudah kerja keras sejak tadi. Tentunya lapar. Kamu mau saya sediakan secangkir teh?" Saya terkejut. Bukan karena saya dan dia sama-sama asing, tapi juga karena saya sudah banyak bertemu dengan dezhurn-aya dan kebanyakan mereka bermental penjaga -- kasar dan curiga pada orang asing. Saya hanya menjawab, "Tidak perlu. Tak terasa ini sudah malam, saya akan segera pergi." Setelah itu, saya tenggelam lagi dalam pekerjaan dan hampir lupa pada penjaga tadi. Ternyata, ia datang lagi, tidak hanya dengan secangkir teh seperti yang tadi ditawarkannya, melainkan satu baki penuh berisi teko besar, empat potong roti, sosis sapi panggang yang ditaburi potongan ketimun, dan beberapa potong biskuit Polandia yang gurih. Wanita itu juga mengatakan, "Saya bubuhkan strawbery kering dalam teh. Biasanya begitu. Ya, kan itu strawberry yang diawetkan?" katanya dengan bahasa Inggris yang jelas tapi bukan bahasa sehari-hari. Untuk menyenangkannya, saya mengucapkan terima kasih, kemudian menyuruhnya duduk lalu memuji bahasanya yang baik. Tapi seperti tak mau mengganggu, ia hanya berdiri di mulut pintu ketika kami berbicara. Ia seorang pensiunan guru yang menerima sedikit tunjangan. "Nama saya Anna Ivanovna," katanya. Kami kemudian bersalaman, seperti sudah lama kenal. Untuk membalas kebaikannya, saya beri dia sebuah buku dan beberapa majalah untuk melatih bahasa Inggrisnya. Setelah itu, kalau berjumpa, kami selalu bertukar cerita, komentar, dan hadiah. Pertemuan tengah malam itu menggambarkan sifat mengasihi orang Rusia: keramahtamahan yang luar biasa, kesenangan tukar-menukar hadiah dengan orang yang dianggap kawan. Mungkin para pelancong Amerika akan menganggap sisi yang seperti itu sebagai kejutan karena, biasanya, di jalan mereka menjumpai orang Rusia yang kasar dan cuek, pegawai yang dingin dan kaku, pelayan yang menjengkelkan karena sombong dan masam wajahnya. Sebenarnya, sifat orang Rusia adalah kombinasi antara kehangatan dan yang persis sebaliknya. Kontradiksi itu menyulitkan upaya Presiden Mikhail S. Gorbachev membangun negara hukum dan menata kembali hal yang paling mendasar, yaitu ekonomi Soviet yang kacau-balau. Jadi, walaupun -Gorbachev memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian untuk kebijaksanaan luar negerinya, di "rumah"-nya sendiri ia punya masalah berat memotivasi rakyatnya sendiri. Sebagian rakyat itu, yang baik hati, mendorong masyarakat Rusia dan kebanyakan orang Soviet lainnya agar memiliki kehidupan pribadi yang bertenggang rasa. Tapi kualitas murah hati dalam sifat bangsa Rusia yang lainnya cenderung membuat kehidupan rakyat keras dan sulit diubah. Yaitu sifat terlalu bermimpi, tidak praktis, dan tak ada gairah kerja, di samping iri yang berlebih terhadap orang yang mencoba untuk maju. Orang Barat mengetahui itu karena Gorbachev menjadikan kekurangan tersebut sebagai isu, bahwa birokrasi yang berurat-akar di partai dan pejabat pemerintah -- dalam perhitungan Gorbachev jumlahnya 18 juta -- telah membendung dan menyabot banyak perubahan, "atas nama" kekuasaan dan hak-hak istimewa. Yang lebih tidak dimengerti di Barat adalah kerangka berpikir rakyat kebanyakan. Sama repotnya untuk diubah. "Mental orang Rusia tidak dilandasi akal sehat," kata penulis Tatyana Tolstaya. "Dalam budaya Barat, barangkali budaya orang Eropa, emosi dianggap satu tingkat di bawah akal. Tapi di Rusia tidak. Rasional, cerdas, pandai, dan sebagainya dianggap jelek. Sedangkan emosional, hangat, pengasih, atau juga kebatinan, punya arti besar. Itu baik." "Itu jiwa orang Rusia," tutur penyair Andrei Voznesensky, suatu sore, waktu kami duduk di kursi taman. "Di Rusia, saya pikir kami punya cinta pada kesusastraan, sesuatu yang biasa disebut kehidupan spiritual. Kami dapat berbicara siang malam tentang segala macam pertanyaan, pertanyaan yang tiada habis-habisnya. Itulah cara berpikir orang Rusia," katanya. "Saya ingin kemampuan ekonomi kami sama seperti di Barat. Saya ingin rakyat mempunyai kehidupan yang baik, peringkat yang bagus yang sama dengan di Amerika, dan teknologi yang sejajar dengan Jepang dan Amerika. Namun, saya takut kehilangan bagian dari jiwa Rusia kami, kehilangan kecintaan kami pada sastra. Dan bagaimana kami meletakkan sifat kami yang tidak suka hal-hal praktis. Barangkali kelihatannya malas. Yah, itu kekurangan tapi saya pikir suatu kelebihan juga." Sesuai dengan pandangan itu, orang Rusia cenderung pelamun. Tak jelas apakah ini filosofi "malas, pemimpi"-nya kaum terpelajar, seperti yang disebut Tolstaya, atau kaum brutal, petani-petani, dan para pekerja yang kecanduan alkohol. Sistem itu sendiri tidak hanya mendorong, tapi juga memperkaya perilaku yang seperti itu. Umpamanya, langkanya barang konsumsi membuat orang Rusia mencari kesenangan sesaat. Kalau masa depan hanya menawarkan sedikit harapan dan rencana jangka panjang, mengapa tidak menghabiskan saja gaji sebulan untuk pesta ulang tahun? Lebih dari beberapa dasawarsa, sistem di Soviet telah menghasilkan sejumlah besar insinyur yang berorientasi pada hasil. Kini para insinyur itu mengisi eselon pemerintahan Soviet dan partai komunis, dewan kota, dan organisasi partai di semua tingkat. Meskipun secara kasar mereka dapat sebanding dengan pengusaha di Barat, orang-orang penting di Rusia ini bukan tipe pengejar karier. Mereka lebih suka menumpuk harta. Hal tersebut kelihatannya bertentangan dengan propaganda di Soviet yang menguber-uber kerja keras dan disiplin sebagai nilai-nilai nasional. Tetapi bagi kebanyakan warga, kerajinan, disiplin, dan efisiensi tidak masuk dalam etika utama mereka. Setahun lalu, saya ingat seorang ekonom pemerintah menggambarkan posisi kerja dalam daftar skala nilai masyarakat Rusia. "Seseorang bisa saja menjadi pekerja yang baik, tapi bekerja bukan hanya bekerja," katanya. "Yang lebih penting adalah semangatnya, hubungannya dengan sesama. Jika mereka terlalu teliti, terlalu dingin, orang akan benci. Kami punya julukan untuk itu, sukhovaty -- agak kering. Yang lebih buruk lagi sukhoi. Dan terburuk adalah sukbar -- kering kerontang bagai remahan roti, tak ada sentuhan kemanusiaan sama sekali. Kebanggaan pada sisi kemanusiaan yang hangat memang menarik, tapi orang Rusia cenderung membelokkan soal. Dari sifat yang patut mendapat pujian ke pembenaran untuk menghindari tanggung jawab dan inisiatif, sampai sikap masa bodoh terhadap kerja. Sementara Amerika didominasi oleh workaholic, orang-orang tipe A, Uni Soviet terperosok dalam banyaknya orang "yang sulit dimotivasi" atau tipe B. Para pemikir ekonomi dan politik menyalahkan garis ekonomi Stalin dan pengawasan terpusat yang kaku untuk membentuk ketaatan, angkatan kerja pasif, yang akhirnya malah menyebabkan mangkirnya para pekerja, malas, mutu kerja rendah, moral bobrok, dan kecanduan akohol yang serius. "Apatisme, ketidakacuhan, pencurian, dan tidak adanya penghargaan atas kejujuran kerja, jadi merajalela," kata pembaru ekonomi Nikolai P. Shmelyov. "Begitu juga kecemburuan terhadap mereka yang bergaji besar meskipun penghasilan itu didapat secara halal." Gorbachev dan pendahulunya Yuri V. Andropov sama-sama menyadari bahwa merosotnya etika kerja Soviet sebagai kelemahan bangsa. Dan itulah yang mereka perangi begitu duduk di kursi presiden. Masing-masing mulai mengangkat bendera dengan kampanye keras pada disiplin kerja yang ketat, dan berseteru dengan cara kerja -- yang lamban dan penyakit dekatnya: alkohol. Andropov, bekas kepala KGB, menutup toko minuman keras pada jam kerja dan menebarkan para petugas untuk mengusir para pekerja dari banyas -- pemandian umum yang dijadikan markas untuk bolos kerja. Di banyas kaum pemalas ini tidak hanya mandi, tapi juga menenggak bir, makan ikan asin, dan main kartu. Atau hanya mengobrol menghabiskan waktu. Para pekerja sendiri juga punya kata-kata sindiran pada pemerintah. "Mereka pura-pura membayar kami dan kami juga pura-pura kerja." Tunjangan bagi masyarakat miskin diambil dari anggaran negara. Maka, ucapan yang umum "Apa yang menjadi milik umum bukan punya siapa-siapa, jadi mengapa tidak jadi milik saya saja?" Dengan kata lain, "kita curi saja". Pencurian memang terjadi dalam skala besar. Industri bawah tanah bergerak dalam jutaan rubel untuk barang-barang tekstil palsu, macam-macam gudang peralatan dan material bangunan, buah-buah segar dan sayur-mayur, dan penyimpanan daging. Rakyat senang bertukar olok-olok tentang ini. Salah satu lelucon yang saya suka, begini: Seorang meninggalkan pabriknya tengah hari dengan mendorong gerobak tangan yang ditutup secarik kain. Penjaga pintu menduga jangan-jangan orang ini mencuri. Maka, kain penutupnya dibuka. Ternyata, gerobak kosong. Si pekerja dipersilakan lewat. Keesokan harinya, pekerja yang sama muncul lagi. Lagi-lagi dengan gerobak yang tertutup kain. Si penjaga memeriksa lagi. Karena tak ada apa-apa dalam gerobak, si pekerja itu diizinkan meninggalkan pabrik. Hari ketiga, terjadi lagi -- gerobak tetap kosong. Akhirnya, dengan nada frustrasi, si penjaga bertanya, "Eh, teman, kamu pasti mencuri sesuatu. Apa, sih?" "Ya, gerobak ini," jawab buruh itu. Sinisme dan penipuan membelit sistem. Para manajer industri dan pejabat partai lokal secara tetap menyulap tingkat produksi menjadi tinggi. Ketika Gorbachev berkuasa, ketahuan bahwa hampir setiap orang -- mulai dari tingkat paling bawah -- "mengatur" laporan. Di Uzbekistan, contohnya, para penyidik menemukan bahwa setiap tahun republik itu melaporkan ke Moskow telah menghasilkan satu juta ton panen kapas. Padahal, jumlahnya lebih kecil dari itu. Mereka menutup kebohongan dengan menyuap para pejabat. Perestroika, restrukturisasi bangsa, terkadang hanya dilihat sebagai manis di mulut. Dalam salah satu kelakar mutakhir, digambarkan seseorang mendemonstrasikan arti perestroika pada orang lain. Orang pertama mempunyai dua ember. Yang satu kosong dan yang lain penuh kentang. Ia menuangkan kentang dari ember yang satu ke ember yang lain. Wajahnya puas. "Kan tidak ada yang berubah?" kata orang kedua yang melihat itu. "Ya, tapi berisiknya sudah ke mana-mana." Seorang komentator televisi, Vladimir Pozner, mengingatkan saya. "Perestroika harus berlangsung di dalam pikiran. Supaya ini bisa berjalan, pandangan seorang harus berubah, sebagaimana masyarakat berubah. Itu proses tarik-ulur, perlahan-lahan. Tidak bisa dititahkan begitu saja." Kebiasaan-kebiasaan lama sulit matinya kendati di benak intelektual. Suatu pagi, saya sowan ke Vladimir Yadov, direktur Institut Sosiologi di Moskow. Di tempat itu hampir-hampir tak ada orang. Ketidakhadiran pegawainya pada hari kerja itu langsung saya komentari. "Ini yang dibilang sopir saya 'hari mandi-mandi'." Ia menyeringai, mengerti maksud saya. Orang memang sedang menghindari kerja di tempat permandian. "Tidak seorang pun di lingkungan institut kami masuk, kecuali direkturnya dan beberapa asisten saya. Secara teoretis, hari ini adalah hari perpustakaan. Semua orang harusnya ada di perpustakaan." "Kami ingat apa yang Maxim Gorky katakan kepada Lenin ketika Lenin bertanya kepada Gorky mengapa ia tidak ingin kembali dari perantauan ke Rusia. Waktu itu Gorky mengatakan, 'Kamu tahu Vladimir Ilyich, di rumahnya di Rusia mereka pergi ke mana-mana, berjabat tangan, bicara sepanjang waktu, dan tukar-menukar anekdot. Tidak ada yang benar-benar kerja. Itulah yang dilakukan orang pada hari ini'," ujar Vladimir Yadov. Ada kalanya saya pergi ke rumah intelektual dan pejabat setengah baya. Mereka mulai berpikir bahwa sikap sembarangan masyarakat Soviet terhadap kerja berakar pada masa remaja. Terutama di kalangan kelas menengah berpendidikan yang membiarkan anak-anaknya bergantung pada orangtuanya. Orang Rusia memang bersikap lembut pada anak-anaknya, memanjakan, dan berupaya melindungi mereka dari hidup yang keras. Buah hati itu tetap tinggal bersama induknya sampai di perguruan tinggi. Dan orangtuanya sering tetap membiayai mereka dalam periode itu. Ini kontras sekali dengan generasi muda Amerika. Para orangtua di Soviet terkejut, sekaligus terkesan, membaca laporan yang ditulis oleh wartawan dan penulis mereka tentang anak-anak muda di negeri Bush itu. Para pelajar di sana tak mau mengisi musim panas mereka dengan kerja sambilan: menunggu pompa bensin, menggali selokan, pelayan fast food. Mereka ngeri membayangkan orangtua Amerika yang mapan memaksa anaknya bekerja untuk mendapat uang. Untuk kebanyakan orang Rusia, hal seperti itu kelihatan seperti pemerasan tenaga anak-anak. Meskipun demikian, mereka salut juga atas inisiatif dan kepercayaan diri remaja Amerika itu. Dalam sebuah perjalanan sehari penuh dengan mobil ke daerah pertanian di Provinsi Yaroslavl, seorang pejabat senior partai di sana, Igor Beshev, mengajukan pertanyaan kepada saya: bagaimana saya membujuk anak saya ke luar rumah dan mencari pekerjaan. Juga tentang pekerjaan yang dipilih anak saya. Anak Igor sendiri, laki-laki berusia 20 tahun dan sudah duduk di bangku perguruan tinggi, tidak mempunyai pekerjaan kecuali, seperti kebanyakan generasi muda di Soviet, ambil bagian dalam berbagai aktivitas yang diatur oleh Komsomol, golongan muda sayap Partai Komunis. Kegiatan yang bukan untuk mencari duit. "Dia bergantung pada saya," kata Beshev. "Dia tidak pernah mendapat upah. Namun, tentu saja, saya harap ia akan mendapat pekerjaan empuk nanti setelah selesai kuliah. Tapi saya tak yakin dia tahu mengurus diri sendiri. Saya akan mencoba mencarikan pekerjaan untuk dia." Tampaknya, persembunyian di ketiak orangtua ini adalah permulaan ketergantungan pada bangsa, yang ditunjang oleh sistem di dalam tubuh Soviet sendiri. Setelah lulus, para mahasiswa ditugasi pekerjaan di bawah raspradeleniye -- yang secara harfiah berarti "pembagian", sebagai balas jasa kepada negara atas pendidikan mereka. Terkadang sampai bertahun-tahun, atau bahkan seumur hidup. Di pinggiran, kampung-kampung bagai kota-kota dagang kuno, yang didominasi oleh pertanian kolektif. Individu ditempatkan dalam jenjang yang ada. Mereka didorong untuk bekerja sekaligus diawasi inisiatifnya. Ketergantungan juga dibentuk oleh adanya subsidi untuk kebutuhan hidup dasar -- rumah, makanan, perawatan kesehatan, pendidikan. Apartemen mereka sederhana dan suram -- menurut ukuran standar. Tapi murah. Sewanya untuk satu kamar hanya 15 rubel (Rp 15.675) per bulan. Bahkan untuk ukuran yang lebih luas, dengan tiga kamar, tak lebih dari 25 atau 30 rubel per bulan. Fasilitas kesehatan juga begitu, kurang canggih, tapi gratis. Untuk pelayanan yang lebih baik, perlu uang pelicin. Pendidikan, sampai di tingkat universitas, tak memungut bayaran. Barang kebutuhan pokok, seperti roti, susu, kentang, dan keju, semua ditanggung negara. Tahun ini, anggarannya mencapai 96 milyar rubel. Kebanyakan orang Soviet menuntut untuk lebih efisien, barang-barang konsumsi yang lebih, tapi mereka bereaksi dengan keras terhadap rencana menaikkan harga dan menghapus subsidi untuk barang konsumsi pokok. Inilah kerikil tajam bagi Gorbachev. Sama beratnya dengan perjuangannya untuk melahirkan kebijaksanaan sebuah pasar bebas. Ia terpaksa mundur atau memperlunak rencananya, saat keluhan masyarakat akan hal itu muncul. Bentuk pasar yang dibayangkan orang Rusia bagaikan mawar tanpa duri. BSU

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus