Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Molor di Ujung Akademi

Kesulitan berbahasa Indonesia di awal pendidikan akademi militer. Kelulusan tertunda setahun karena pelanggaran disiplin.

30 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ZACKY Anwar Makarim masih ingat betul curhat Prabowo Subianto saat di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) Angkatan Darat di Magelang, Jawa Tengah, pada 1973. Zacky, yang sudah lulus dari Akademi pada 1971, kala itu komandan peleton yang beranggotakan, salah satunya, Prabowo.

Prabowo, yang lama berada di luar negeri, saat itu belum lancar berbahasa Indonesia. Jika berbicara, dia sering memakai kosakata gado-gado, campuran Inggris dan Indonesia. Ini membuat Prabowo kerap kesulitan jika diminta menjabarkan idenya.

Suatu malam Zacky mendatangi Prabowo, yang saat itu tengah belajar. Pertemuan ini rupanya digunakan Prabowo untuk menyampaikan kesulitannya tersebut. "Saya ini masih susah, mimpi saja masih berbahasa Inggris, bagaimana saya bisa merancang cerita ini-itu?" kata Zacky menirukan kalimat Prabowo. Sebelum masuk Akabri pada 1970, Prabowo menempuh pendidikan sekolah menengah atas di The American School in London, di London, Inggris.

Kemampuan Prabowo itu justru "berkah" bagi pimpinan di Akademi. Mereka tidak kesulitan mencari penerjemah saat ada kunjungan dari akademi militer asing, misalnya dari Australia. "Bahasa Inggrisnya kerap kali lebih fasih ketimbang taruna asing," ujar Zacky, yang juga mantan Direktur Badan Intelijen Strategis. Lama-lama Prabowo bukan lagi sekadar "penerjemah", ia juga diminta sebagai penasihat pribadi komandan batalion.

Tak hanya kental berbahasa Inggris, budaya Barat juga melekat pada kebiasaan anak ketiga Sumitro Djojohadikusumo yang politikus Partai Sosialis Indonesia ini. Ia tak sungkan angkat tangan untuk menyampaikan pendapat dan bertanya, sikap yang belum banyak melekat pada mayoritas taruna saat itu.

Zacky mengatakan salah satu "budaya" yang diterapkan Prabowo adalah menghilangkan kasir di kantin. Tujuannya menguji kejujuran taruna. Setiap transaksi, taruna membayar tanpa diawasi. "Budaya seperti itu sudah lazim di Barat, tapi belum terbiasa bagi masyarakat kita," kata Zacky, yang sekarang menjabat Komisaris Utama PT Krakatau Steel Tbk.

Prabowo juga akrab dengan buku. Lemarinya penuh buku berbahasa Inggris. Kiriman buku dari Jakarta tak pernah berhenti. Prabowo tergolong gemar berat membaca. Bahkan saat latihan di lapangan, ranselnya juga berisi sejumlah buku. Bacaan yang digemarinya bertema karakter pemimpin besar dunia dan jenderal kesohor.

Beberapa buku yang dibacanya antara lain biografi Gamal Abdul Naser dari Mesir dan Vo Nguyen Giap dari Vietnam. Gamal, jenderal yang menjadi Presiden Mesir, keras menentang Israel dan negara Barat serta menumpas gerakan Islam puritan Al-Ikhwan al-Muslimun. Adapun Vo Nguyen Giap jenderal yang sukses memukul mundur pasukan Prancis dalam pertempuran Dien Bien Phu. Kegemaran membaca ini, kata Zacky, membuat pengetahuan kakak Hashim Djojohadikusumo itu "lebih lengkap" ketimbang beberapa pengajar.

Selain Prabowo, saat itu Susilo Bambang Yudhoyono-kini presiden-adalah taruna yang menonjol. Keduanya selalu "bersinar", terutama jika digelar diskusi dengan mahasiswa.

Kala itu ada kebijakan pimpinan ABRI mendekatkan generasi muda militer dengan mahasiswa. Tujuannya, ketika suatu ketika menjadi pejabat dan perwira, mereka bisa bekerja sama. Kebijakan itu buah dari hubungan erat ABRI dengan pemuda dan mahasiswa setelah Partai Komunis Indonesia ditumpas dan Presiden Sukarno dilengserkan pada 1965.

Pertemuan rutin mahasiswa dan taruna selain diisi dengan diskusi, diisi pertandingan olahraga. Untuk diskusi, Prabowo dan Yudhoyono mampu mengimbangi kepiawaian mahasiswa. Tapi, untuk olahraga, "Prabowo ketinggalan," kata Zacky.

Mayor Jenderal Purnawirawan Glenny Kairupan, yang kini Ketua Gerindra Sulawesi Utara dan teman Prabowo saat sama-sama taruna, mengingat sikap Prabowo yang terhitung tidak biasa dilakukan taruna lain. Setiap kali melewati tiang dengan bendera Merah Putih, Prabowo mengambil sikap tegak dan langsung menghormat. Juga misalnya saat bersama teman-temannya berada di kantin dan mendengar lagu Indonesia Raya dari TVRI. Prabowo meminta teman-temannya berdiri dan bersama-sama menyanyikan lagu tersebut. Mereka tak menolak ajakan Prabowo.

Saat liburan, Prabowo kerap menawarkan rumah tinggalnya di Jakarta untuk tempat menginap bagi teman-temannya dari luar Jawa yang tak cukup waktu untuk pulang kampung. Setiap liburan ke Jakarta, rombongan Prabowo naik kereta kelas ekonomi. Glenny juga pernah ikut Prabowo ke Jakarta. "Kami tidur di lantai di gerbong dekat lokomotif," katanya. Hasilnya, "Hidung kami hitam penuh jelaga."

Karier Prabowo di Akademi tak sepenuhnya berjalan mulus. Pada 1973, dia dijatuhi hukuman karena melanggar disiplin. Dia tidak kembali ke asrama menurut waktu yang dijadwalkan. Beberapa purnawirawan mengatakan Prabowo terlambat kembali ke Magelang karena mengisi liburan dengan seorang gadis anak pujangga terkenal di Jakarta. Menurut Glenny, Prabowo memang saat itu dekat dengan anak pujangga tersebut. Dia juga dekat dengan beberapa gadis. "Tapi semua itu hanya sebagai teman, tidak ada yang serius."

Menurut Glenny, pelanggaran Prabowo itu juga dilakukan taruna lain. Setelah beberapa taruna tertangkap melakukan pelanggaran, Gubernur Akabri Mayor Jenderal Sarwo Edi Wibowo didatangi para ajudan jenderal yang anaknya ikut melanggar. Para ajudan melobi agar sanksi yang diberikan bersifat administrasi, bukan penundaan kelulusan.

Adapun Sumitro tak memberi respons apa pun terhadap anaknya yang dinyatakan melakukan pelanggaran. Ini yang membuat kemudian Sarwo Edi mengirim surat ke Sumitro. Tidak disangka, surat balasan Sumitro berisi dukungan pemberian sanksi. "Anak saya sudah saya serahkan kepada negara, apa pun kesalahannya silakan ditindak," kata Glenny menirukan isi surat Sumitro.

Mendengar ayahnya tak membela, Prabowo sedikit kecewa. "Wah, Papi tidak membela gue, Glen," kata Glenny menirukan Prabowo. Walhasil, kelulusan Prabowo tertunda. Pangkat letnan dua baru melekat di pundaknya pada 1974 dari yang seharusnya 1973.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus