Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT pleno Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa sore, 9 Juli 2024, berjalan hanya sekitar setengah jam. Jumlah pesertanya tak sampai separuh dari 75 anggota Badan Legislasi. Mereka membahas revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden. Lembaga itu akan berganti nama menjadi Dewan Pertimbangan Agung atau DPA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sore itu, hanya dua fraksi yang membacakan sikap, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai NasDem. “Kebanyakan memilih untuk menyerahkan lewat dokumen tertulis langsung ke Ketua Baleg (Badan Legislasi), jadi rapatnya cepat,” kata anggota Badan Legislasi dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, kepada Tempo, Jumat, 19 Juli 2024.
Seorang anggota Badan Legislasi bercerita, pembahasan substansi revisi bahkan tak sampai lima menit. Sejumlah politikus Senayan hanya mempersoalkan perubahan nama Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung. Lembaga itu telah dibubarkan pada 2003, lima tahun seusai Reformasi 1998 karena dianggap tak punya peran signifikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Revisi Undang-Undang Wantimpres sebenarnya tak masuk Program Legislasi Nasional 2023-2024. Namun, dalam pidato pengantarnya, Wakil Ketua Badan Legislasi Ichsan Soelistyo mengklaim perubahan aturan itu perlu dilakukan karena urgensi nasional. Kinerja Wantimpres saat ini dinilai belum optimal dan perlu dilakukan reposisi dan redefinisi.
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas saat menerima pandangan dari berbagai fraksi terkai revisi terhadap RUU Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang RUU Wantimpres di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, 9 Juli 2024. Dok. DPR/Farhan/Andri
Pembahasan revisi Undang-Undang Wantimpres terhitung kilat. Empat anggota Badan Legislasi bercerita bahwa informasi rencana revisi baru disampaikan ke fraksi tak sampai sebulan lalu. Rapat persiapan pun hanya digelar dua kali, 8 dan 9 Juli 2024. “Badan Legislasi sudah membuat Panitia Kerja Penyusunan RUU Wantimpres,” ujar Ichsan dalam rapat pada 9 Juli 2024.
Ada lima pasal perubahan dalam revisi yang diajukan Badan Legislasi. Selain mengganti nama Dewan Pertimbangan Presiden menjadi Dewan Pertimbangan Agung, revisi menghapus pasal larangan rangkap jabatan. Dengan begitu, DPA nantinya bisa diisi oleh pengurus partai politik, pemimpin organisasi kemasyarakatan, hingga pejabat badan usaha milik negara.
Revisi juga menaikkan kedudukan dewan pertimbangan menjadi lembaga negara. Selain itu, jumlah anggota dewan pertimbangan yang semula sembilan orang menjadi tanpa batas. “Jumlahnya nanti terserah presiden,” ucap Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas, politikus Partai Gerindra, pada Selasa, 16 Juli 2024.
Sejumlah anggota Badan Legislasi pun mempertanyakan pembahasan mendadak revisi Undang-Undang Wantimpres. Anggota Badan Legislasi dari PDI Perjuangan, Tubagus Hasanuddin, menilai revisi itu sangat terburu-buru. “Ini diusulkan menjelang injury time masa jabatan DPR,” katanya.
Beberapa anggota Badan Legislasi baru mendapat pemberitahuan rapat dari Supratman sehari sebelumnya atau pada 7 Juli 2024. Sebagian di antaranya bercerita kepada Tempo bahwa Supratman menyebutkan revisi itu merupakan permintaan presiden terpilih Prabowo Subianto yang disampaikan melalui Wakil Ketua DPR dari Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad.
Narasumber yang sama menyatakan Supratman juga memberi angin bahwa revisi ini dilakukan untuk konsolidasi nasional. Kursi anggota Dewan Pertimbangan Agung yang tak dibatasi membuat jatah kursi untuk tokoh-tokoh politik pada pemerintahan Prabowo bakal lebih besar.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menghadiri pelantikan Wakil Menteri di Istana Negara, Jakarta, 18 Juli 2024. Tempo/Subekti
Supratman tak membantah jika disebut berkomunikasi dengan sejumlah ketua kelompok fraksi dan pemimpin Badan Legislasi. Tapi ia membantah bila revisi itu dikatakan merupakan perintah dari Prabowo ataupun Dasco. “Itu menerka-nerka. Revisi ini usul inisiatif Baleg,” ujarnya. Adapun Dasco enggan menanggapi pertanyaan Tempo. “Enggak mau komen,” tutur Ketua Harian Gerindra itu.
Meski menuai pro dan kontra, revisi ini langsung disetujui sebagai usul inisiatif DPR dalam rapat paripurna yang digelar pada Kamis, 18 Juli 2024. Revisi Undang-Undang Wantimpres pun menambah panjang daftar perubahan undang-undang yang ditengarai bermasalah dan bertujuan mengamankan pemerintahan Prabowo, seperti Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian RI, dan Kementerian Negara.
•••
RENCANA merevisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden sesungguhnya telah dibahas oleh presiden terpilih Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo setidaknya mulai April 2024. Dua pejabat di lingkaran Istana menyebutkan keduanya membahas peluang membangkitkan Dewan Pertimbangan Agung dari kubur.
Menurut keduanya, ada kemungkinan Jokowi akan menduduki posisi Ketua DPA setelah lengser pada Oktober mendatang. Itulah sebabnya status DPA dinaikkan menjadi lembaga negara setingkat presiden, tidak seperti Wantimpres yang berada di bawah presiden. DPA berdiri pada 1945. Kakek Prabowo, Margono Djojohadikusumo, menjadi Ketua DPA pertama.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi tak membantah bila disebut ada keinginan Jokowi ataupun Prabowo menghidupkan lagi DPA. “Ini hasil diskusi Pak Prabowo dengan Pak Jokowi,” kata Budi kepada Tempo, Kamis, 18 Juli 2024.
DPA pun menjadi pintu masuk bagi Jokowi yang mendukung Prabowo sebagai suksesornya untuk tetap eksis di dunia politik. Opsi lain adalah Jokowi akan bergabung dengan salah satu partai politik, selain PDI Perjuangan tentu saja, dan menempati posisi strategis. Tujuannya, ikut mengamankan pemerintahan Prabowo dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka.
Jokowi membantah kabar ihwal rencana akan menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Agung di masa pemerintahan Prabowo Subianto. “Sampai saat ini rencana saya belum berubah,” ucapnya, Selasa, 16 Juli 2024. Pada awal tahun ini, Jokowi menyatakan akan kembali ke Solo, Jawa Tengah, dan menjadi rakyat biasa setelah tak menjabat presiden.
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto usai menyaksikan defile pasukan dalam HUT Ke-78 Bhayangkara di Lapangan Monas, Jakarta, 1 Juli 2024. Antara/Muhammad Adimaja
Keinginan Prabowo merombak Wantimpres sempat diungkapkan Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani pada 12 Mei 2024. Saat itu ia menyebutkan Gerindra telah mempelajari rencana penggabungan, peleburan, atau likuidasi beberapa lembaga negara. “Beberapa lembaga sedang dalam kajian, termasuk Dewan Pertimbangan Presiden,” ujar Muzani.
Sedangkan keberadaan DPA tercium dari keinginan Prabowo membentuk presidential club. Rencana itu diungkapkan juru bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, pada 10 Mei 2024. Namun saat itu konsepnya bukan lembaga negara. “Esensinya, Pak Prabowo ingin para mantan presiden bisa rutin bertemu dan berdiskusi tentang masalah strategis kebangsaan,” katanya.
Prabowo Subianto menemun Preside RI ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono di Museum dan Galeri SBY-ANI, Pacitan, Jawa Timur, 17 Februari 2024. Antara/Destyan Sujarwoko
Keinginan membentuk presidential club diungkapkan Prabowo saat bertemu dengan presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono di Pacitan, Jawa Timur, beberapa hari setelah ia memenangi pemilihan presiden pada Februari 2024. Prabowo menyebutkan wadah itu bisa menyatukan ide para pendahulunya. Juga mencairkan hubungan di antara para mantan presiden.
Seorang petinggi Partai Demokrat bercerita, saat itu Yudhoyono tak terlalu menanggapi gagasan rekan seangkatannya di Akademi Militer tersebut. Ketua Majelis Tinggi Demokrat itu hanya menitipkan putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono, agar bisa membantu pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka.
Rencana pembentukan presidential club akhirnya berubah menjadi lembaga negara. Prabowo sempat beberapa kali menemui seorang menteri senior untuk meminta saran. Narasumber yang mengetahui pertemuan itu bercerita, menteri tersebut mengingatkan bahwa menghidupkan kembali DPA melalui amendemen konstitusi akan sangat sulit dan membutuhkan waktu lama.
Karena itulah nyawa DPA diembuskan kembali lewat revisi Undang-Undang Wantimpres. Sejumlah anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat yang menyusun draf revisi bercerita, upaya mempercepat pembahasan dilakukan dengan menjadikannya usul inisiatif DPR. “Yang saya dengar, revisi ini sebenarnya usulan dari pemerintah,” tutur anggota Badan Legislasi dari PDI Perjuangan, Tubagus Hasanuddin.
Sejumlah anggota Badan Legislasi yang ditemui Tempo mengatakan upaya pemerintah menitipkan perubahan undang-undang lewat DPR telah beberapa kali terjadi. Misalnya pada Rancangan Undang-Undang Kesehatan hingga RUU Daerah Khusus Jakarta. Revisi Undang-Undang Wantimpres pun diakui menjadi titipan Koalisi Indonesia Maju, koalisi partai pendukung Prabowo-Gibran.
“Awalnya yang punya inisiatif dari koalisi. Namun, setelah dijelaskan, revisi ini masuk logika teman-teman fraksi lain,” kata anggota Badan Legislasi dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, pada Jumat, 18 Juli 2024. Ia menilai sikap partai-partai di Koalisi Indonesia Maju tersebut bertujuan mendukung pemerintahan Prabowo.
Pembentukan DPA yang anggotanya tanpa batasan juga ditengarai menjadi ajang bagi-bagi jabatan. Seorang pejabat Istana dan kolega Prabowo menyebutkan nantinya DPA diisi oleh tokoh partai politik atau tokoh lain yang menjadi pendukung Prabowo. Pola ini pun bakal diterapkan dalam revisi Undang-Undang Kementerian Negara yang tak membatasi jumlah menteri.
Anggota Badan Legislasi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Luluk Nur Hamidah, mengatakan bisa saja nantinya proses seleksi anggota DPA berjalan lebih ketat dibandingkan dengan Wantimpres. Dengan begitu, masyarakat bisa ikut memantau. “Kalau ada penyimpangan, masyarakat juga bisa memberikan koreksi,” ucapnya.
Selama ini, sembilan anggota Wantimpres yang ditunjuk oleh presiden, baik Susilo Bambang Yudhoyono maupun Joko Widodo, adalah representasi dari berbagai bidang. Misalnya ekonomi, agama, dan politik. Tapi tak pernah ada seleksi terbuka terhadap keanggotaan dewan pertimbangan. Semua dipilih berdasarkan selera presiden.
Ketua Badan Legislasi sekaligus politikus Partai Gerindra, Supratman Andi Agtas, membantah dugaan adanya motif bagi-bagi jabatan dalam pembentukan Dewan Pertimbangan Agung. “Kami yakin mereka akan dipilih dengan jumlah seefektif mungkin sesuai dengan kebutuhan,” kata Supratman. Adapun Ketua Gerindra yang juga kemenakan Prabowo, Budisatrio Djiwandono, tak mau berkomentar apa pun.
•••
RENCANA menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung ikut dibahas dalam rapat internal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sepekan sebelum disahkan menjadi usul inisiatif DPR. Dalam rapat itu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mempertanyakan urgensi revisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden.
“Ibu Mega memberi catatan kritis soal revisi ini,” kata Kepala Badan Riset dan Analisis Kebijakan Pusat PDIP Andi Widjajanto saat ditemui Tempo, Rabu, 17 Juli 2024. Dua petinggi partai banteng yang mengikuti rapat menyebutkan bahwa Megawati memberi instruksi agar Fraksi PDIP di DPR menahan pembahasan revisi itu.
Presiden Indonesia kelima itu juga menyoroti penghapusan Dewan Pertimbangan Agung saat ia memerintah pada 2003. Munculnya kembali nama DPA dikhawatirkan membuka pintu amendemen konstitusi. Instruksi dari Megawati lantas disebarkan ke grup WhatsApp internal PDIP.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato pada acara pelantikan pengurus DPP PDIP 2019-2024 di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta 5 Juli 2024. Antara/Indrianto Eko Suwarso
Namun instruksi itu tak sepenuhnya berjalan. Dalam rapat Badan Legislasi pada Selasa, 9 Juli 2024, Fraksi PDIP tetap menyetujui revisi menjadi usul inisiatif DPR. Dua politikus PDIP bercerita, perbedaan sikap antara pengurus pusat dan fraksi tak terlepas dari dilema yang dihadapi partai. Saat ini PDIP menjadi fraksi yang paling sering mengkritik pemerintah.
Ada kekhawatiran sikap resistan dari PDIP akan berdampak disahkannya revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah (MD3). Revisi itu dikhawatirkan membuat PDIP tak bisa mengambil posisi Ketua DPR meski meraih kursi terbanyak dalam Pemilihan Umum 2024.
PDIP berkaca pada Pemilu 2014. Meski memenangi pemilu dan berhasil mengantar Joko Widodo menjadi presiden terpilih, saat itu PDIP gagal menempatkan kadernya sebagai Ketua DPR. Sebab, partai-partai yang kebanyakan mendukung lawan Jokowi, Prabowo Subianto, merevisi Undang-Undang MD3 dengan mencabut ketentuan Ketua DPR dijabat pemenang pemilu.
Anggota Badan Legislasi dari Fraksi PDIP, Tubagus Hasanuddin, membantah jika disebut ada perbedaan sikap dengan pengurus pusat. “Fraksi hanya menerima revisi ini dibahas di tahapan selanjutnya, bukan menerima sepenuhnya isi draf revisi,” ujar Hasanuddin.
Pada saat rapat, PDIP memberi lima catatan. Di antaranya perlu peninjauan kembali jumlah anggota DPA yang tak dibatasi. PDIP juga mempertanyakan kemampuan fiskal pemerintah untuk membiayai kegiatan operasional DPA dengan jumlah anggota besar. “Dikhawatirkan jadi beban baru bagi APBN kita,” tutur Sondang Tiar Debora Tampubolon, yang membacakan sikap Fraksi PDIP.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera juga menyoroti perubahan status dewan pertimbangan menjadi lembaga negara. Status itu dikhawatirkan membuat DPA memiliki kewenangan besar seperti pada masa Orde Lama dan Orde Baru. “Kewenangannya tak boleh seperti yang lama. Harus tetap di bawah presiden,” ucap politikus PKS, Ledia Hanifa, Selasa, 16 Juli 2024.
Sebelum amendemen konstitusi keempat pada 2002, DPA merupakan lembaga yang diatur dalam Bab IV Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah. Namun wewenang itu dihapus dan pembentukan dewan pertimbangan hanya bisa dilakukan di bawah keinginan presiden.
Kekhawatiran soal menguatnya peran DPA dibantah oleh Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas. Ia menegaskan bahwa revisi sebatas mengubah nomenklatur. Fungsi dan wewenang DPA baru nanti, dia melanjutkan, tak akan jauh berbeda dengan nomenklatur Dewan Pertimbangan Presiden. “Kekhawatiran akan kembali ke Orde Baru itu berlebihan,” kata Supratman.
Ia juga menegaskan bahwa perubahan nama Dewan Pertimbangan Presiden menjadi Dewan Pertimbangan Agung tidak harus melalui amendemen konstitusi. Kewajiban presiden membentuk dewan pertimbangan tertuang dalam Pasal 16 UUD 1945. Namun penamaan dan fungsinya diatur dalam undang-undang turunannya.
“Seperti aturan bank sentral di UUD 1945 itu harus ada, tapi penamaan Bank Indonesia di dalam undang-undang turunannya. Jadi ini perubahan nomenklatur saja,” tutur Supratman.
Rencana menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung atau DPA melalui revisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden juga menjadi pembahasan khusus di lingkup internal Partai NasDem. “Memang, negatifnya, ini bisa jadi satu sharing kekuasaan. Dalam politik itu mungkin terjadi, tapi harus dikritik,” ujar anggota Badan Legislasi dari NasDem, Taufik Basari.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Francisca Christy Rosana, Erwan Hermawan, Hussein Abri Dongoran, Daniel A. Fajrie, dan Savero Aritia Wienanto berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dewan untuk Para Mantan"