Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Partai Putih di Pusaran Impor Daging

Pentolan Partai Keadilan Sejahtera kerap ikut campur dalam penentuan kuota impor daging sapi. Direktur Jenderal Peternakan Prabowo Respatiyo pun terjepit lantaran harus meneken surat izin impor buat pengusaha titipan petinggi partai berslogan bersih, peduli, dan profesional ini.

6 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepanjang pekan lalu Prabowo Respatiyo Caturroso jarang pulang ke rumahnya di kawasan Serpong, Tangerang. Direktur Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian itu memilih ngumpet di rumah koleganya di Jakarta Selatan. Rupanya, Prabowo sedang menghindar dan kucing-kucingan dengan sejumlah importir daging sapi. Beberapa pemain impor daging terus mendesaknya agar segera mengeluarkan surat pemberitahuan pemasukan alias surat izin mengimpor. ”Saya dijepit dari kiri dan kanan,” kata Prabowo kepada Tempo lewat sambungan telepon pekan lalu.

Direktorat Jenderal Peternakan merupakan satu-satunya lembaga yang mengeluarkan kuota impor daging sapi. Selasa pekan lalu sejatinya batas terakhir bagi direktorat jenderal ini untuk menerbitkan surat izin mengimpor daging sapi jatah semester kedua 2011 kepada 55 importir. Tapi Prabowo baru menandatangani sebagian surat izin tersebut.

Berdasarkan cetak biru Kementerian Pertanian, pada 2011 impor daging sapi dipatok sebesar 72 ribu ton. Realisasi impor semester pertama telah mencapai 39 ribu ton. Menurut Prabowo, ada kemungkinan angka impor daging membengkak menjadi 93 ribu ton karena tingginya permintaan masyarakat. Tahun lalu, impor daging sapi menembus 119 ribu ton atau senilai Rp 5 triliun.

Bisnis daging impor memang lumayan menggiurkan. Seorang importir membeli daging impor dengan harga rata-rata Rp 40 ribu per kilogram. Di supermarket, pasar tradisional, atau perhotelan Indonesia, daging impor ini dijual Rp 60-70 ribu sekilo, tergantung jenis dan kualitasnya. Itu berarti margin keuntungan kotor sekitar Rp 30 ribu per kilogram atau ada jatah Rp 2-3,6 triliun buat semua pemain daging, mulai importir sampai pedagang eceran. Tak mengherankan jika kuota impor daging sapi menjadi rebutan pengusaha. Segala cara dikerahkan, termasuk mendatangkan daging impor secara ilegal.

Masalahnya, kata sumber Tempo, bukan hanya pengusaha yang tergiur gurihnya bisnis daging impor ini, tapi juga makelar. Sang calo berusaha mendekati Direktorat Jenderal Peternakan, meminta surat izin impor buat perusahaan tertentu. Bisik-bisik di kalangan importir daging, broker alias makelar tersebut bisa memperoleh komisi Rp 1.000-3.000 per kilo. Sekilas nilai komisi ini kecil. Tapi, lantaran jumlah impornya gede, miliaran rupiah bisa dikantongi. Praktek percaloan inilah yang membuat Prabowo memilih ngumpet.

Pemain daging yang menguber-uber Prabowo antara lain Basuki Hariman dan Tafakur Rozak Soedjo. Basuki adalah pemilik CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama. Ia sudah lama malang-melintang di Kementerian Pertanian. Tujuh tahun lalu, Basuki tersandung kasus pemalsuan. Daging asal India dikemas ulang, lantas dijual di dalam negeri sebagai daging Australia. Padahal impor daging hanya boleh dari Australia dan Selandia Baru (Tempo Edisi 14-20 Maret 2011: ”Impor Renyah Daging Berjanggut”).

Sumber Tempo mengungkapkan, Basuki bisa lolos karena merapat ke Suripto, anggota Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera. Basuki bisa mengenal bekas anggota Badan Koordinasi Intelijen Negara—kini Badan Intelijen Negara—itu lantaran bersahabat dengan Rozak Soedjo, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Alam Watch. Rozak bekerja satu atap dengan Suripto. ”Ya, Rozak anak buah saya,” kata Suripto kepada Tempo di Jakarta, Kamis pekan lalu. Suripto sudah lama bersahabat dengan Basuki setelah dikenalkan oleh Ustad Haris Thahir, Ketua Umum Dzikir SBY Nurussalam. Tapi Suripto membantah merekomendasi Basuki. ”Saya tidak pernah meminta ini dan itu,” ujarnya.

Namun, menurut sumber tadi, Prabowo merasa Basuki dan Rozak terus mengejarnya. Pada Senin dan Selasa pekan lalu, misalnya, mereka menunggu Prabowo di lantai enam gedung Direktorat Jenderal Peternakan, Jalan R.M. Harsono, Jakarta Selatan. ”Mereka menunggu di ruangan staf Prabowo,” ujarnya. Pada saat bersamaan, Prabowo merasa tekanan semakin kuat lantaran munculnya pemain baru, yakni Sengman Tjahja.

Menurut sumber Tempo, Sengman masuk melalui Ketua Majelis Syura PKS Ustad Hilmi Aminuddin. Perantara Sengman tak lain Ridwan Hakim—biasa dipanggil Iwan—anak keempat Hilmi Aminuddin.

Prabowo membenarkan semua cerita ini. ”Ya, betul. Sengman diantar Iwan,” ujarnya. Sejumlah pengusaha perdagingan berkerut mendengar nama Sengman. ”Saya tak pernah dengar orang ini berbisnis daging,” kata Budi Mulyono, seorang distributor daging. Benar. Sengman tak punya sejarah main daging. Sengman lebih banyak berbisnis retail dan properti di Sumatera Selatan (lihat ”Malang Melintang di Palembang”).

l l l

MAKAN siang itu berlangsung di Green Cafe, lantai satu Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Kamis, 28 April lalu. Di sana ada Prabowo Respatiyo, Suripto, Rozak Soedjo, dan Basuki. Ridwan Hakim juga datang meski terlambat. Mereka tak hanya makan bareng. Pertemuan itu juga membicarakan kuota impor daging semester kedua 2011. Kebetulan, pada Mei lalu, kuota masing-masing importir daging sudah harus diputuskan.

Menurut sumber yang mengetahui pertemuan itu, Ridwan yang tiba belakangan kaget melihat Basuki di situ. ”Ridwan marah kepada Basuki lantaran agenda dalam pertemuan itu membahas peran baru Sengman,” ujarnya. Sengman sebenarnya dirancang untuk menyaingi dan mengakhiri dominasi Basuki. Alasannya, Basuki sudah terlalu kuat dan suka jalan sendiri.

Prabowo membenarkan adanya pertemuan tersebut. ”Yang mengundang saya Rozak,” katanya. Suripto juga mengakui pertemuan tersebut. ”Saya datang karena mereka kawan semua.” Tapi Suripto tak tahu Ridwan kurang senang atas kehadiran Basuki dalam pertemuan tersebut. ”Saya enggak tahu persoalan enjoy atau tak enjoy. Pokoknya, Iwan bergabung ikut makan,” ujar Suripto.

Basuki pun tak tahu Ridwan marah atas kehadirannya. ”Rasanya tak begitu,” katanya pekan lalu. Sayang, Ridwan belum bisa dimintai tanggapan. Tempo telah menghubungi telepon selulernya, tapi tak berbalas. Pertanyaan lewat pesan pendek juga belum direspons.

Pembahasan dilanjutkan di sebuah restoran Melayu, Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, 16 Mei lalu. Hadir lagi Prabowo, Rozak, Suripto, dan Basuki, serta beberapa orang lain. Tapi Ridwan absen. Sumber Tempo mengungkapkan, saat Prabowo tiba, Suripto belum datang. Bekas Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan itu datang terakhir. ”Saya datang telat, sudah jam tigaan sore,” kata Suripto.

Dalam pertemuan itu, menurut si sumber, Suripto mengaku telah bertemu dengan Ustad Hilmi, Menteri Pertanian Suswono, dan Sengman. Kesimpulannya, Ridwan tak boleh membawa langsung Sengman kepada Prabowo. ”Sengman belum mendapat restu dari Ustad Hilmi,” katanya mengutip pernyataan Suripto. Suripto dan Rozak, kata dia, masih menghendaki Basuki tetap mendapatkan jatah impor daging.

Suripto membantah telah meminta jatah kuota impor daging. Rozak juga menampik berada di balik tarik-ulur impor daging ini. ”Saya kurang tahu. Coba kontak Ustad Hilmi dan Pak Suripto,” ujar Rozak, Senin pekan lalu. Menteri Suswono belum bersedia memberikan waktu wawancara dengan alasan masih sibuk melakukan kunjungan kerja ke Jawa Tengah. ”Nanti diatur waktu yang pas (untuk wawancara),” kata Suswono, Rabu pekan lalu.

Ustad Hilmi juga belum mau menjelaskan dengan gamblang. Padahal Tempo sudah berusaha mendatanginya ke Pondok Madani, Lembang, Bandung. Tempo hanya mendapatkan jawaban dari Hilmi lewat pesan pendek. ”Assalamualaikum. Maaf saya sedang ibadah umrah, selamat bekerja dan semoga sukses. Wassalam,” kata Hilmi. Menurut Suripto—teman dekat Hilmi—guru mengajinya itu sedang pergi ke Turki dan menjalankan ibadah umrah.

l l l

KENDATI muncul nama Sengman, Basuki belum terdepak. Buktinya ya itu tadi. Basuki masih menggandeng Rozak menguber-uber Prabowo untuk mendapatkan surat izin impor. Menurut Prabowo, Menteri Pertanian telah melarang pemberian izin impor daging buat sementara waktu. Alasannya, harus dihitung dulu jumlah produksi daging nasional dan perkiraan konsumsi dalam negeri.

Masalahnya, Basuki dan Rozak terus mendesak Prabowo. Hingga akhirnya, Prabowo menelepon Suripto, yang sedang berada di Medan, Selasa pekan lalu.

+ ”Pak Ripto, apakah benar Bapak menyuruh saya menandatangani SPP (surat pemberitahuan pemasukan) punya Basuki?”

- ”Iya, tanda tangani saja,” jawab Suripto kepada Prabowo.

+ ”Lha, punya Sengman gimana?” Prabowo kaget.

- ”Ya, tanda tangani juga!” ujar Suripto.

Soal mengatur Direktur Jenderal Peternakan Prabowo, lagi-lagi Suripto membantah. ”Tidak ada itu,” ujarnya.

Akhir pekan lalu, surat izin impor sudah terbit. Prabowo sudah memaraf izin impor 30 ribu ton daging sapi buat Sengman dan jatah 26 ribu ton buat Basuki. Total jenderal, keduanya mendapat 56 ribu ton. Kuota mereka ini tergolong luar biasa lantaran jatah im-por semester kedua 2011 hanya 81 ribu ton—dengan asumsi kuota impor tahun ini 119 ribu ton, sama dengan 2010.

Selidik punya selidik, surat izin impor daging kepada Sengman ternyata buat kepentingan Grup Indoguna: PT Indoguna Utama, CV Cahaya Karya Indah, dan CV Surya Cemerlang Abadi. Sedangkan Basuki dan adiknya, Yongki Hariman, kata Prabowo, membawa surat izin impor buat 18 perusahaan.

Sengman membantah telah berbisnis daging dan mendapat kuota impor 30 ribu ton. ”Saya baru mencoba kemungkinan masuk ke bisnis ini,” ujarnya pekan lalu. Efendi, pejabat dari Indoguna, mengatakan tak mengenal Sengman. ”Kami lurus-lurus saja,” ujarnya. Kuota yang diajukan Indoguna, katanya, sesuai dengan prosedur karena cocok dengan kapasitas gudang perusahaan.

Basuki juga menampik. ”Belum,” ujarnya. Tapi Basuki geleng-geleng kepala menghadapi karut-marutnya impor daging ini. Basuki juga menyesalkan sikap Prabowo yang berat mengeluarkan izin impor. Padahal perusahaannya memenuhi syarat. ”Kenapa izinnya enggak keluar-keluar,” katanya.

Menurut Prabowo, izin yang dikeluarkan sebenarnya sesuai dengan prosedur dan peraturan. Urusan izin makin ruwet lantaran ada keterlibatan orang-orang partai. Prabowo merasa ditindih dari berbagai sisi sehingga kinerjanya terganggu.

Dari orang dekatnya, Tempo mendapat kabar, Prabowo sudah tak tahan mendapat tekanan. Ia akan mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Yudhoyono pekan ini. Suratnya telah ditandatangani Prabowo pada 27 Mei lalu. Ia tak menampik soal rencana mundur ini dengan alasan banyak kebijakan Kementerian yang sudah tak sesuai dengan hati nurani dan suasana kerja kurang mendukung. ”Mereka lebih mementingkan kelompoknya ketimbang negara,” ujar Prabowo.

Sunudyantoro, Agoeng Wijaya, Retno Sulistyowati, Angga Sukma Wijaya (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus