Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Terus Melawan dari Penjara

Panda Nababan dan Paskah Suzetta melakukan perlawanan atas penetapan mereka sebagai tersangka. Keduanya berkukuh tak menerima cek pelawat.

6 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepulan asap rokok menyesaki ruang besuk Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat, Kamis pekan lalu. Di dalam ruang itu terlihat Panda Nababan tengah dikunjungi sejawat dan kerabatnya. Sebagian besar tamunya merokok. Adapun Panda tak sekali pun menyentuh bungkus rokok yang tergeletak di depannya. ”Saya sudah berhenti merokok,” katanya kepada Tempo, yang hari itu juga datang ke Salemba.

Panda dituduh menerima suap cek pelawat Rp 1,45 miliar saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom pada 2004. Saat itu Panda menjabat Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan dan anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Pertengahan Januari lalu, ia dijebloskan ke tahanan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sejak itu pula ia berupaya menghentikan kecanduannya terhadap rokok. ”Saya ingin berumur panjang,” ujarnya.

Pria 67 tahun ini menyatakan ingin memiliki umur panjang agar bisa terus melawan tuduhan korupsi yang ditimpakan kepadanya. Bukan hanya KPK yang menyatakan Panda menerima duit berkaitan dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Miranda Goeltom. Kesaksian koleganya, Dudhie Makmun Murod, di pengadilan juga menyudutkan pria kelahiran Siborong-borong, Tapanuli Utara, ini. Panda sendiri berkeras tak tahu apa-apa perihal duit itu. ”Tidak pernah sekali pun saya menerima cek itu,” katanya.

Panda mengeluarkan sejumlah perlawanan atas nasib yang kini menimpanya itu. Oktober lalu, ia mengadukan lima hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menangani kasus Dudhie ke Komisi Yudisial. Dudhie, yang juga terjerat kasus cek pelawat, di persidangan mengaku cek itu dibagikan atas perintah Panda. Hakim dia anggap latah karena menyebutnya sebagai salah satu dari 25 tersangka cek pelawat. Panda juga melaporkan Dudhie ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. ”Itu tuduhan yang mencemarkan nama baik,” kata Juniver Girsang, pengacara Panda.

Panda lantas melaporkan lima hakim itu ke Mahkamah Agung. Dia saat itu juga sempat menolak diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan menunggu putusan atas pengaduannya. Tapi KPK tak mempedulikan alasan itu. Ia tetap diperiksa.

Dari ruang tahanan, perlawanan Panda terus berjalan. Ia menyurati rekan-rekannya di Komisi Hukum DPR. Ia mengeluh tentang penahanannya yang menurut dia telah melanggar hak asasi. ”Dia ditahan sebulan, tapi diperiksa sekali,” kata Juniver. April lalu, Panda melayangkan somasi kepada Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin. Berbukti harian Suara Merdeka edisi 27 Agustus 2009, Panda mengadukan Jasin ke Kepolisian Sektor Tanah Abang. Jasin dianggap mencemarkan namanya lantaran menyebut inisial PN sebagai salah seorang anggota DPR yang berperan dalam kemunculan testimoni mantan Ketua KPK Antasari Azhar. Testimoni itu menyebutkan ada dugaan suap terhadap Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah.

Jasin menolak tudingan itu. Kepada wartawan, ia menyebutkan Panda terlalu ge-er. Ia mengaku tak pernah menyebut nama Panda di depan khalayak. ”PN itu bisa berarti kependekan dari ’penyelenggara negara’,” ujar Jasin.

Kini ”tembakan” baru tengah disiapkan Panda. Dia berencana mengadukan tim jaksa penuntut umum yang menangani kasusnya ke Jaksa Muda Pengawasan Kejaksaan Agung. Dalam surat dakwaan, jaksa menyebutnya sebagai koordinator pemenangan, tapi tidak ada bukti fisik. Menurut Panda, dia sudah meminta jaksa mendatangkan orang yang menyebut tuduhan itu. ”Tapi permintaan saya itu tak pernah dikabulkan,” katanya.

l l l

SEPERTI yang dialami Panda Nababan, skandal cek pelawat ini membuat bekas Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta berkenalan dengan penjara. Paskah kini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur. Di ruang tahanan, ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan menyendiri, membaca buku. Ia terbilang jarang kongko dengan tahanan lain. ”Ia banyak merenungi nasibnya di dalam tahanan,” kata pengacara Paskah, Singap Panjaitan.

Saat cek-cek itu mengalir dari kantor Nunun Nurbaetie, jabatan Paskah adalah Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat. Sejumlah saksi menyebutkan ia turut mengarahkan anggota komisi dari fraksinya agar memilih Miranda. Sebagai upahnya, Paskah diduga menerima jatah cek pelawat Rp 600 juta. Tapi Paskah membantah tudingan ini. ”Tidak ada arahan, karena votingnya dilakukan tertutup,” kata pria 58 tahun ini. Paskah menegaskan, ia tak pernah menerima cek yang disebut-sebut itu. Menurut Singap, dalam kasus ini, Paskah telah ditipu stafnya sendiri.

Karena merasa tidak bersalah itulah Paskah menyebut nasib dirinya seperti Presiden Sukarno, yang pernah diperlakukan sewenang-wenang oleh pemerintah Orde Baru. Menurut Singap, sejarah hidup Bung Karno ini—yang kemudian meninggal dalam status diasingkan—menjadi topik diskusi yang diangkat Paskah jika ia mengunjungi kliennya itu. ”Ia tak mau di akhir hidupnya menjadi terasing di negeri sendiri,” ujarnya.

Seperti Panda, Paskah melakukan perlawanan atas tuduhan menerima suap itu. Hanya, berbeda dengan Panda, Paskah memilih ”strategi” politik untuk melakukan perlawanannya. Paskah, misalnya, mengirim surat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar dibentuk sebuah tim independen untuk mengawasi penanganan kasus cek pelawat ini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Paskah juga mempersoalkan status Miranda dalam kasus ini. ”Dia masih bebas, sementara yang lain sudah dipenjara,” kata Singap.

l l l

Satu per satu penerima cek pelawat itu kini dihadapkan ke depan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Beberapa di antara mereka sudah divonis. Dudhie, misalnya, divonis dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Dari 28 tersangka yang ditahan, bisa dibilang hanya Panda dan Paskah yang hingga kini tetap tak mengakui pernah menerima cek itu.

Menurut sumber Tempo, kendati keduanya berkukuh tak menerima, tampaknya sulit bagi mereka untuk lolos dari jerat hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi sendiri menegaskan memiliki bukti perihal keterlibatan semua anggota Dewan yang menjadi tersangka kasus ini, termasuk Panda Nababan dan Paskah Suzetta. ”Penetapan mereka menjadi tersangka ini sesuai dengan bukti yang ditemukan KPK,” kata Jasin.

Mustafa Silalahi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus