DUA tahun yang lalu ketika rencana peremajaan Pasar Rumput,
Jakarta Selatan, mulai dikumandangkan, rasa gelisah dan bayangan
akan terdepak dari "tempat cari makan" itu tak lepas dari benak
pedagang-pedagang pribumi. Terutama yang sudah bertahun-tahun
berdagang di kawasan itu. Sebagai golongan ekonomi lemah, mereka
belum lupa dengan nasib rekan-rekannya yang harus tergusur dari
Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang, akibat di"modernisir"nya
pasar-pasar tersebut. Tapi, kali ini lain. Mereka yang tergolong
bermodal kecil itu akhirnya dapat juga menempati kios-kios yang
berada di bagian dalam pasar yang merupakan los-los. "lni berkat
adanya jaminan dari Askrindo yang disalurkan melalui Koperasi
Pedagang Pasar Rumput", kata Win Kusmir, pedagang yang sejak
tahun 1965 sudah menempati salah satu kios yang ada di pasar
tersebut. Dengan jaminan itu pedagang yang bermodal lemah dapat
menebus kios yang berharga antara Rp 900.000 sampai dengan yang
berharga Rp 1,25 juta, dari dana yang disediakan Bank Dagang
Negara. "Bunganya relatif rendah, hanya 12% setahun dengan grace
periode selarna 6 bulan", tambah Win.
Namun, kekhawatiran mereka sebelum mendapat kredit dari BDN itu
cukup beralasan juga. Karena menurut ketentuan mereka diharuskan
mencicil selama 12 bulan, sedang dengan kredit bank ini mereka
boleh mencicil dalam batas waktu 5 tahum. Maka itu tak sedikit
di antara para eks penghuni Pasar Rumput itu yang keburu ngacir
mendengar uang tebusan yang begitu besar bagi mereka. Dan
orang-orang seperti ini tentu saja tak bisa lagi kembali karena
haknya sudah terlanjur dijual. Tapi begitupun, pasar yang
menurut rencana akan diresmikan pertengahan Agustus ini,
kelihatannya masih sepi-sepi saja. "Baru 70% yang memesan", kata
Teddy Mukti, Manager PT Sido Mulyo Utama yang memborong
pembangunan pasar tersebut. Sebagai pasar dan pusat pertokoan
yang terletak di atas tanah seluas 1,9 Ha, Pasar Rumput ini
meliputi 3 bagian bangunan. Yang terdepan menghadap ke Jalan
Sultan Agung dibangun Pusat Pertokoan yang menampung 300 kios
dan berlantai 3. Di lantai pertama sebuah kios yang berukuran 3
x 4 meter berharga Rp 7 juta, sedang di yang termurah yaitu di
lantai dua, untuk pedagang makanan dan minuman dengan luas 2 x 2
meter harganya Rp 925.000. Dan di lantai 3 yang sekarang masih
terbengkalai menurut keterangan Teddy Mukti akan dibangun
perkantoran. "Itu bukan macet, cuma sedang dikerjakan", kata
Teddy. Lain lagi dengan pertokoan yang dibangun di sebelah
barat Pusat Pertokoan itu, di samping menjadi toko pada bagian
bawahnya, bagian atasnya -- dari bangunan yang berlantai 2 itu
-- boleh ditempati sebagai rumah tinggal. Harganya per toko
dengan luas 5 x 23 meter, Rp 27 juta, dan ini hanya 17 buah.
Baru kemudian pada bagian tengah dibangun los-los pasar yang
berjumlah 400 buah dengan luas 2 x 2 1/2 meter dan beratapkan
seng plastik. Harganya berkisar antara Rp 250.000 sampai Rp
300.000 per meter perseginya. Tak hanya itu, pasar yang modern
ini juga dilengkapi dengan gedung bioskop dan ruang bilyard yang
mampu menampung 20 meja.
Memang bagi Jakarta yang dikenal dengan pembangunan pasar-pasar
modernnya, barangkali Pasar Rumput ini merupakan pasar terakhir
yang dibangun dengan dana swasta -- Karena menurut Instruksi
Gubernur DKl Oktober 75, PD Pasar Jaya tak diperkenankan lagi
meremajakan atau membangun pasar dengan biaya dari dana swasta
dan mendapat kuasa untuk menjualnya. Selanjutnya pembangunan
pasar di DKI -- yang masih memerlukan areal 60 ha lagi akan
dibiayai dengan dana Inpres.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini