Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah penumpang mengaku tak khawatir meski MRT Jakarta Ratangga tak luput dari dampak listrik padam seperti yang terjadi Minggu 4 Agustus 2019. Saat itu sebanyak tujuh rangkaian kereta harus berhenti mendadak dan penumpangnya terjebak di tengah lintasan di jalur layang maupun bawah tanah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Biasa aja sih, MRT masih baru, jadi pasti punya sistem yang bagus buat nanganin kejadian kayak gitu," ujar seorang penumpang MRT, Danang Mustofa, saat ditemui di Stasiun MRT Bundaran HI, Selasa, 6 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Danang menjelaskan sering menggunakan kereta MRT untuk berangkat ke tempat kerjanya di kawasan Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, dari rumahnya di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Saat insiden mati lampu massal, Danang sedang tak menggunakan moda transportasi MRT.
"Tapi hari Seninnya saya berangkat kerja naik MRT lagi, khawatir sih mati lagi listriknya, tapi saya merasa safety aja," ujar dia.
Mita Hapsari, salah seorang penumpang MRT lainnya, menuturkan justru ingin berada di situasi terjebak dalam kereta MRT. Sebab, dari informasi yang ia lihat di media sosial, evakuasi penumpang harus melalui terowongan MRT.
"Seru aja kalau bisa jalan di lorong kereta MRT, kapan lagi gitu kan lihat struktur bangunannya," ujar dia.
Corporate Secretary Division Head MRT Jakarta Muhamad Kamaluddin mengatakan sehari setelah insiden terputusnya aliran listrik terjadi penurunan jumlah penumpang hingga 16,43 persen. Penurunan itu diduga karena masyarakat khawatir aliran listrik akan terputus kembali.
Kamaluddin menjelaskan saat insiden mati listrik terjadi, MRT Jakarta sudah memiliki SOP yang menganut tingkat keamanan yang tinggi. Salah satu sistem keamanan itu ialah CBTC (Communication Based Train Control) atau sistem persinyalan yang juga digunakan di Delhi Metro dan Beijing Subway Line 15.