Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Abraham Lunggana alias Lulung mengatakan penataan kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, perlu partisipasi masyarakat. Menurut Lulung, masalah sosial yang terjadi di Tanah Abang bukan hanya soal pedagang kaki lima (PKL) liar, melainkan juga harus mematangkan konsep penataan secara permanen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya sudah kasih solusi. Artinya bagaimana ke depan Tanah Abang itu. Untuk penataan PKL, kita harus punya satu tempat khusus untuk relokasi, sangat banyak tempatnya," ujar Lulung di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 6 November 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lulung menuturkan pihaknya saat ini masih menunggu Pemerintah DKI Jakarta mengumpulkan dan memverifikasi data-data yang dihimpun di lapangan. Ia berharap konsep penataan PKL tidak hanya sekedar penataan sementara.
"Saya ingin judulnya serius dalam penataan Tanah Abang. Aspek sosial, yaitu PKL, lalu lintas, keamanan, parkir, dan kebersihan. Itu semua aspek," ucapnya.
Menurut Lulung, sebagai salah satu sentra ekonomi yang dikenal di Asia Tenggara, Pasar Tanah Abang sudah pasti menghadapi tantangan. Untuk itu, perlu ada rasa saling memiliki sehingga perlu keseriusan dalam menata Tanah Abang.
Sebelumnya Lulung mengusulkan agar kawasan Pasar Tanah Abang ditutup setiap Senin serta Kamis untuk memberikan kesempatan bagi PKL berjualan di sepanjang Jalan Jati Baru hingga pertigaan Jalan Petamburan. "Hari lain enggak boleh dagang. Daripada mereka kucing-kucingan setiap hari, kedip-kedip mata Satpol PP-nya," katanya, 2 Agustus 2017.
Namun usulan Lulung soal Pasar Tanah Abang ditolak Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah. Menurut Saefullah, ketertiban lalu lintas, baik itu di jalan raya maupun jalur pejalan kaki harus dilaksanakan tanpa pengecualian. "Kalau tertib itu harus setiap saat, tidak boleh hanya Senin-Kamis," tutur Saefullah.
LARISSA HUDA