Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok - Ketua Panitia Khusus (Pansus) IV DPRD Kota Depok Qonita Lutfiyah menjelaskan isi naskah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Kota Religius (PKR) atau Perda Kota Religius. Dia menyatakan raperda itu tidak menyinggung soal urusan peribadatan masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Apa yang kita tuangkan dalam Raperda itu bukan hal-hal prinsip hubungan manusia kepada Tuhan, hanya supaya ada payung hukum dalam kegiatan keagamaan,” kata Qonita kepada Tempo, Minggu 2 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Qonita mengatakan, perda itu bertujuan untuk memberikan payung hukum dalam kegiatan-kegiatan Pemerintah Kota Depok yang mengusung visi Unggul, Nyaman dan Religius.
“Makanya kami tidak tahu apa alasannya ditolak, apakah alasannya itu ditolak secara keseluruhan, ataukah alasannya ada sebagian pasal yang harus diubah, ataukah alasannya judulnya yang diharus diganti, saya belum tahu ini,” kata Qonita.
Namun, sebagai anggota DPRD Kota Depok, dia dapat menerima keputusan bahwa raperda PKR tidak bisa dijadikan aturan daerah yang berlaku. “Ya kami tetap fatsun pada keputusan pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi,” kata Qonita.
Kabar penolakan Raperda PKR atau Raperda Kota Religius itu disampaikan Wali Kota Depok Mohammad Idris melalui situs pribadinya.
“Sudah disahkan dewan, tetapi tidak disahkan oleh Kemendagri, Gubernur juga tidak mendukung, sehingga mandek di kementerian,” kata Idris.
Padahal, lanjut Idris, isi dari rancangan Perda Kota Religius itu tidak sama sekali mengatur soal hubungan masyarakat dengan Tuhan atau tidak mengatur masyarakat untuk berpakaian. “Ranahnya kita tidak mengatur orang pakai jilbab atau mengatur salat itu tidak, tetapi masalah kerukunan umat beragama, kedamaian, kekompakan, dan toleransi,” kata Idris.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
Baca juga: Bukan Kemendagri Tapi Ridwan Kamil yang Tolak Perda Kota Religius Depok