Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wali Kota Depok Mohammad Idris menjamin substansi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Kota Religius (PKR) atau raperda kota religius sama sekali tidak menyinggung kewenangan Pemerintah Pusat yang mengatur soal keagamaan dan peribadatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“PKR ini tidak menyentuh persoalan-persoalan ibadah ritual pribadi, sama sekali tidak menyentuh hal-hal yang bersifat personal tapi yang bersifat bagaimana kemaslahatan keagamaan yang tidak disentuh oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama,” kata Idris melalui keterangan resminya, Kamis 6 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Idris mengatakan, tujuan dibuat Raperda PKR atau dikenal dengan Raperda Kota Religius ini hanya untuk mendukung visi ketiga di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok 2021-2026 yang mencantumkan kata religius.
“Kata religius adalah bagaimana kita ingin mewujudkan warga masyarakat Depok yang religius dan berbudaya yang berbasiskan berbasiskan kebhinekaan dan ketahanan keluarga dan itu sudah ada dalam dokumen pemerintah Kota Depok, dalam dokumen provinsi Jawa Barat pun ada,” kata Idris.
Idris menjabarkan, ada tiga poin utama yang disasar dalam Raperda Kota Religius, pertama yakni ingin memfasilitasi peningkatan kualitas pendidikan keagamaan, kesejahteraan elemen penunjang kegiatan keagamaan, kualitas sarana dan prasarana keagamaan, yang tidak tersentuh oleh Kementerian Agama.
"Mereka (Kementerian Agama) punya penyuluh agama, tapi tapi tidak menyentuh persoalan-persoalan kota yang selama ini pemerintah daerah punya kepentingan," kata Idris.
Selanjutnya, kata Idris, Raperda Kota Religius juga bertujuan untuk melakukan penguatan terhadap kerukunan antar umat beragama di Kota Depok. "Yang ketiga mengatasi masalah masalah sosial melalui kegiatan-kegiatan pembinaan keagamaan," kata Idris.
Idris mengatakan, dengan adanya Raperda Kota Religius, kewenangan Pemerintah Kota Depok dalam mengatasi persoalan keagamaan di tingkat kota dapat lebih mudah.
“Selama ini kita gunakan hibah, kalau ada peraturan daerahnya bukan hibah lagi tapi belanja langsung, karena sekarang hibah itu ketat persyaratannya,” kata Idris.
Raperda PKR atau Raperda Kota Religius tidak diizinkan diundangkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Alasannya, karena menyentuh kewenangan Pemerintah Pusat.
“Urusan agama merupakan urusan pemerintahan absolut yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, termasuk di dalamnya menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan,” kata Sekretaris Daerah Pemprov Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja dalam surat nomor 408/HK.02.01/Hukham tertanggal 24 Januari 2022.
Setiawan menjabarkan alasan itu berdasarkan ketentuan Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (1) huruf f Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Sehubungan dengan hal tersebut, penyelenggaraan kehidupan keagamaan tidak dinormakan dalam Rancangan Peraturan Daerah Kota,” kata Setiawan.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA