Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Peristiwa

15 Oktober 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PT Gatari Hutama Air Service milik Tommy Soeharto akhirnya harus rela menyerahkan tiga helikopternya kepada juru sita dari Kejaksaan Agung, Rabu pekan lalu. Tiga helikopter sitaan itu—yang dua sudah rusak, kacanya pecah-pecah, pemancar radionya tidak berfungsi, dan banyak dihinggapi sarang laba-laba—dititipkan di Pusat Latihan Pendidikan Penerbangan (PLPP) Curug, Tangerang.

Gatari, menurut kejaksaan, terbukti bersalah merugikan negara Rp 23,3 miliar. Selain menyita heli, kejaksaan menempatkan Direktur Utama Gatari Kabul Riswanto sebagai tersangka. Namun, para penyidik tidak menyentuh Tommy Soeharto dan ini membuat Soeripto, Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan dan Perkebunan, yang getol menyelidiki kasus-kasus kroni bekas presiden Soeharto, sempat masygul. Menurut Soeripto, kasus Gatari ini melukiskan bahwa praktek sewa heli itu jelas-jelas mencerminkan penyalahgunaan kekuasaan zaman Soeharto.

Pada Maret 1990, Gatari bekerja sama dengan Departemen Kehutanan dan Perkebunan (Dephutbun) mengelola delapan helikopter. Anehnya, pemilik helikopter, yaitu Dephutbun, malah harus membayar ongkos sewa US$ 635 per jam, plus harus menyewa helikopter minimal seribu jam sewa per tahun. Jadi, apakah memakainya atau tidak, Dephutbun tetap harus membayar Gatari Rp 7,2 miliar.

Kecurangan lain Gatari adalah telah menyewakan helikopter kepada pihak ketiga dengan ongkos US$ 800 per jam, sehingga ada sekitar US$ 13 juta langsung masuk ke kantong Gatari, tanpa ada yang bernyali untuk mempersoalkannya.

Masih ada lagi. Gatari menguras kantong Dephutbun untuk biaya pemeliharaan dan pembelian suku cadang helikopter sekitar Rp 6,5 miliar. Padahal, Gatarilah yang harus menanggung biaya-biaya seperti itu.

***

Pemerintah Indonesia dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya mencapai kata sepakat untuk mengirim delegasi Dewan Keamanan PBB ke Atambua. Rencananya, rombongan itu akan datang 13-19 November nanti.

Menteri Luar Negeri Alwi Shihab menyatakan bahwa penerimaan pihak Indonesia ini bukan cerminan dari sikap lemah Indonesia atas tekanan internasional. Menurut Alwi, pemerintah Indonesia sengaja mengundang delegasi itu ke Timor Barat karena kebetulan mereka berkunjung ke Loro Sa'e atas undangan Sergio Vieira de Mello, Ketua UNTAET, pemerintahan sementara PBB di Timor Timur. "Tidak ada salahnya kita mengundang mereka ke Atambua," kata Alwi kepada beberapa wartawan.

Alwi Shihab menyatakan pihak Indonesia tidak perlu gentar dengan kunjungan delegasi DK PBB itu. Sebab, pemerintah telah melaksanakan resolusi DK PBB 1319, yang salah satunya mendesak agar Indonesia melucuti senjata milisi dan menindak para pentolannya yang dianggap bertanggung jawab atas kerusuhan pasca-jajak pendapat, setelah Agustus 1999.

Lagi pula, menurut Alwi, pertemuannya dengan pihak PBB kali ini sangat kooperatif. Sebelumnya, ketika sebulan lalu bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono, pihak PBB bersikap konfrontatif. "Sekarang mereka terkesan sangat simpatik terhadap Indonesia," kata Alwi Shihab.

***

Akhirnya, resimen mahasiswa (menwa), yang biasa menjadi kepanjangan arogansi militer di dalam kampus, bisa ditiadakan. Surat keputusan bersama tiga menteri (Menteri Pertahanan dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pendidikan Nasional) memutuskan bahwa perlu atau tidaknya resimen itu 100 persen bergantung pada kebijakan perguruan tinggi yang bersangkutan.

Di masa lalu, pemerintah mewajibkan tiap universitas memiliki resimen tadi. Namun, banyak ekses yang muncul dari kebijakan itu. Selama ini, menwa lebih banyak berwajah militer ketimbang mahasiswa. Malah, tidak jarang menwa menjadi pemicu perkelahian di antara mahasiswa.

***

Dewan Perwakilan Rakyat mengajukan 10 materi bahasan dalam rapat konsultasi dengan Presiden, Selasa pekan silam. Rapat yang dilangsungkan di Istana Negara itu merinci "utang-utang" Presiden Abdurrahman Wahid kepada parlemen. Masalah yang akan ditanyakan DPR itu antara lain hak interpelasi DPR atas pemecatan dua menteri, pemberhentian Kepala Kepolisian Republik Indonesia, kenaikan harga bahan bakar minyak, perkembangan keamanan di area-area konflik, sikap pemerintah terhadap pembunuhan warga Palestina oleh Israel, serta keefektifan kunjungan Presiden ke luar negeri.

Daftar pertanyaan itu memang panjang karena pihak legislatif tidak ingin masalah yang dinilai belum tuntas dibiarkan mengambang saja hingga akhirnya terlupakan.

***

Seluruh pasukan Garnisun yang menjaga kediaman bekas presiden Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta Pusat, telah ditarik kembali ke kesatuannya masing-masing. Menurut Kepala Staf Garnisun I/Jayakarta, Brigadir Jenderal Hasanuddin, penarikan pasukan itu dimulai pada 6 Oktober 2000. "Tidak ada lagi pasukan Garnisun di sana. Saya sudah melakukan serah terima dengan polisi," kata Hasanuddin, Rabu pekan silam.

Keputusan penarikan tentara itu sudah final. Sehingga, kalau ada kerusuhan terjadi di sekitar Cendana, hanya polisi yang berhak melakukan pengamanan.

Memang masalah pengamanan di sekitar Cendana telah mengundang banyak pertanyaan, seolah-olah Soeharto masih memiliki hak istimewa. "Hak istimewa" itu justru memprovokasi para demonstran. Menurut Hasanuddin, tidak jarang anggota Garnisun harus terluka karena dianiaya demonstran.

***

Delegasi Knesset, parlemen Israel, memutuskan untuk tidak datang dalam Konferensi Parlemen Dunia (IPU) di Jakarta, 15-21 Oktober 2000. Ketidakhadiran Israel itu telah memicu reaksi keras pada delegasi parlemen Indonesia. Kamis pekan silam, DPR sepakat mengajukan agenda tambahan dalam kongres, yaitu untuk mengutuk pembantaian tentara Israel terhadap penduduk sipil Palestina.

Sikap keras pihak legislatif Indonesia itu merupakan reaksi atas situasi yang makin memanas dalam hubungan Israel dan Palestina. Reaksi keras juga tecermin dari gegap-gempita demonstrasi anti-Israel di berbagai kota Indonesia.

***

Gedung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terbakar, Kamis siang pekan lalu. Tidak ada korban jiwa dalam kebakaran itu. Tapi si jago merah telah memusnahkan sebagian berkas penyelidikan kasus penyelewengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) hampir Rp 140 triliun itu, yang tersimpan di ruang deputi pengawasan khusus.

Sampai akhir pekan lalu, penyebab kebakaran belum diketahui. Namun, karena satu-satunya korban kebakaran adalah berkas BLBI, bermunculan dugaan tentang penyebab kebakaran: sengaja dibakar untuk menghilangkan jejak penyelewengan BLBI.

Masih gelap motif pembunuhan terhadap Kaleb Situmorang, salah satu saksi penting dalam penyidikan rentetan bom di Medan.

"Saya melakukannya untuk uang," kata Sunaryo, salah seorang dari dua tersangka pembunuh. Sunaryo, yang bertubuh tegap dan berambut cepak seperti tentara, mengatakan hal itu di depan penyidik dari Serse Polda Sumatra Utara, pekan lalu.

Sunaryo dan Parulian Nainggolan ditangkap polisi pada 12 Oktober lalu. Menurut polisi, mereka berdualah yang pada 17 September 2000 menembak mati Kaleb, sopir pendeta Gereja Kemenangan Iman Indonesia (GKII), Medan. Tidak ada yang istimewa pada diri Kaleb kecuali dialah orang yang menemukan bom di gereja itu—salah satu bentuk teror yang mendera Kota Medan dalam beberapa bulan terakhir, tapi tak satu pun bisa diungkap polisi.

Pembunuhan terhadap Kaleb diduga merupakan cara untuk menghilangkan jejak, yakni dengan menghabisi saksi kunci ini. Pihak polisi berharap penangkapan terhadap dua tersangka itu dapat melacak lebih jauh kasus bom-bom di Medan.

Namun, ada keanehan di sini. Polisi mengatakan bahwa mereka berdua ditangkap petugas Serse Polda Sum-Ut, pagi hari, Kamis pekan lalu, di tempat terpisah. Dari mereka, polisi juga menyita dua pucuk pistol FN-46 dan 104 butir peluru, pistol jenis Vickers dengan 31 peluru, serta empat magasin peluru. Namun, kedua tersangka mengatakan mereka berdua ditangkap di empat yang sama, yakni Hotel Gajahmada, Medan.

Bina Bektiati dan TEMPO Interaktif

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus