Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kontroversi Sastra Masuk Kurikulum

Program Sastra Masuk Kurikulum memicu polemik di ruang publik. Dari buku rekomendasi hingga panduannya.

16 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kontroversi Sastra Masuk Kurikulum Sekolah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROGRAM Sastra Masuk Kurikulum besutan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memicu perbincangan panas di media sosial hingga media umum. Sasaran kritik, antara lain, kriteria pemilihan buku yang masuk daftar rekomendasi, masuknya buku-buku para kurator, hingga buku yang materinya tidak sesuai dengan usia siswa. Masuknya buku sastra ke berbagai mata pelajaran juga menjadi pertanyaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada 177 judul buku karya sastra, seperti novel, cerita pendek, dan puisi, yang masuk daftar rekomendasi untuk digunakan para guru dalam menunjang pembelajaran di berbagai mata pelajaran. Rinciannya, sebanyak 43 judul untuk SD, 29 judul untuk jenjang SMP, dan 105 judul untuk tingkat SMA.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku-buku tersebut merupakan hasil pilihan 15 kurator yang terdiri atas sastrawan dan guru. Mereka adalah Abidah El-Khalieqy, Agustinus Prih Adiartanto, Dewi Kharisma Michellia, Eka Kurniawan, Felix K. Nesi, Iin Indriyati, M. Aan Mansyur, Mahfud Ikhwan, Martin Suryajaya, Oka Rusmini, Okky Madasari, Ramayda Akmal, Reda Gaudiamo, Saras Dewi, Sekar Ayu Adhaningrum, Triyanto Triwikromo, dan Zen Hae.

Kementerian Pendidikan menerbitkan buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra sebagai pegangan bagi guru dalam menggulirkan program tersebut. Rupanya, panduan ini juga bermasalah. Berbagai kesalahan muncul di sana, misalnya biodata sastrawan. Kesalahan data dalam buku tersebut bikin publik sastra makin geregetan, bahkan menjadi bahan olok-olok di media sosial. Ada yang salah tanggal dan tempat lahir, salah menyebut karya, serta salah menyebut nama sekolah. Bahkan ada sastrawan yang masih sehat walafiat, tapi dalam panduan tersebut tertulis sudah almarhum. 

Sastrawan Nirwan Dewanto membuat surat terbuka dan mengkritik keras panduan itu. Ia juga meminta buku puisinya, Jantung Lebah Ratu, dikeluarkan dari daftar rekomendasi. Program Sastra Masuk Kurikulum makin panas. Kementerian Pendidikan lalu mengakui ada kesalahan dan menarik kembali panduan itu untuk diperbaiki. Namun persoalan tentu saja tidak selesai semudah memadamkan api rokok. Masih banyak pertanyaan menggantung dan belum terjawab gamblang.

Nah, kali ini Tempo mengundang sejumlah penulis untuk menjawab aneka persoalan yang masih belum memuaskan publik sastra tersebut. Mereka adalah Faruk, akademikus sastra di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, sastrawan Ahmadun Yosi Herfanda, Agustinus Prih Adiartanto (guru bahasa dan sastra Indonesia di SMA Kolese De Britto, Yogyakarta), serta Anindito Aditomo yang merupakan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. 

Tentu saja tidak akan pernah ada kepuasan mutlak, tapi setidaknya bisa memberi tambahan informasi dan perspektif tentang program tersebut sehingga memperkaya gagasan serta diskursus tentang pengajaran sastra di sekolah. Harapannya, siswa akan makin akrab dengan sastra. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus