Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Polisi menangkap 500 peserta aksi demo 1310.
Ratusan anggota Anarko diduga memicu bentrok di Patung Arjuna Wiwaha.
Bentrok dimulai setelah anggota ANAK NKRI membubarkan diri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menangkap lebih dari 500 orang yang diduga merusak fasilitas umum setelah unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja. Menurut Kepala Kepolisian Jakarta Inspektur Jenderal Nana Sudjana, para pemuda dan remaja tanggung itu bagian dari Anarko Sindikalis dan bukan Aliansi Nasional Anti-Komunis (ANAK) NKRI—pengusung demonstrasi bertajuk "Aksi 1310" tersebut.
"ANAK NKRI sepakat bubar pukul 16.00. Setelah itu, munculnya anak-anak Anarko yang kemudian bermain (memicu kerusuhan)," kata Nana, kemarin. Menurut dia, Anarko adalah kelompok yang kerap memanfaatkan unjuk rasa untuk merusak fasilitas umum dan menyerang petugas keamanan.
Dalam demo penolakan omnibus law sebelumnya, Kamis pekan lalu, kepolisian Jakarta menangkap 1.192 orang yang diduga menyerang petugas dan merusak fasilitas umum. Mereka terdiri atas 166 mahasiswa, 570 pelajar, 161 buruh, dan 295 masyarakat umum. Dari jumlah tersebut, polisi menahan 28 dari 54 orang tersangka perusakan. Sebanyak 26 orang lainnya tak menjalani penahanan karena berstatus pelajar di bawah umur. Para tersangka juga disebut sebagai bagian dari kelompok Anarko.
ANAK NKRI bersama sejumlah ormas Islam memulai unjuk rasa pada pukul 13.00 dengan menunaikan salat zuhur bersama di lokasi, yaitu Bundaran Patung Arjuna Wiwaha atau sisi barat daya kawasan Medan Merdeka. Sesuai dengan kesepakatan, penyampaian aspirasi melalui orasi di mobil komando hanya dilakukan di lokasi tersebut. "Peserta aksi sekitar 6.000 orang, terdiri atas 4.000 anggota ANAK NKRI dan 2.000 massa cair," ujar dia.
Berdasarkan pantauan Tempo, sekelompok anak remaja melempar botol minum ke barikade polisi di pintu barat daya Monumen Nasional saat orator ANAK NKRI meminta peserta pulang ke rumah pada pukul 15.40 WIB. Sejumlah peserta demo yang mengenakan baju gamis pun sempat membantu polisi yang meminta penghentian pelemparan tersebut.
"Kalau mau rusuh, jangan hari ini. Hari ini kami umat Islam mau aksi damai," kata orator lewat pengeras suara. Setelah demonstran bergamis meninggalkan lokasi, barisan polisi mulai memukul mundur kelompok anak muda tersebut ke Stasiun Gambir, Tugu Tani, sisi Rumah Sakit Budi Kemuliaan, dan ruas Sarinah-Bundaran Hotel Indonesia.
Satuan kepolisian wilayah juga menghadang calon peserta unjuk rasa yang dituding hendak memancing kerusuhan dalam demonstrasi kemarin. Kepolisian Resor Jakarta Selatan, misalnya, menangkap 41 pelajar asal Depok dan Bogor yang berkerumun hendak bergabung dengan aksi demo 1310. Juru bicara Polres Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Rita Oktavia, menyebutkan mereka hanya ikut ajakan di media sosial. Hal yang sama dilakukan Polres Tangerang Kota saat menahan 140 pelajar dan penganggur asal Banten yang berupaya ke Jakarta.
Polisi membantah tudingan bahwa langkah tersebut merupakan upaya pembungkaman kebebasan beraspirasi. Juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus, menyebutkan penangkapan tersebut merupakan tindak preventif terhadap kerusuhan. Menurut dia, polisi tak ingin perusakan fasilitas umum, seperti dalam demonstrasi 8 Oktober lalu, terulang. Dia menganggap tindak preventif itu tepat karena sejumlah orang yang ditahan membawa senjata, seperti katapel yang didapati petugas di ransel pelajar asal Banten. "Biasanya perusuh ini yang nanti berperan memprovokasi," ujar Yusri.
FRANSISCO ROSARIANS | JULNIS FIRMANSYAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo