Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WARGA Poso, Sulawesi Tengah, tak habis dirundung rusuh. Konflik berdarah dengan dalih beda iman selama bertahun-tahun belum jua sirna. Kini warga ketar-ketir lantaran aksi penembak misterius yang sudah menewaskan sejumlah warga. Kepolisian setempat sampai menutup semua pintu keluar Kota Poso. ”Untuk memudahkan pengejaran dua pelaku bersepeda motor,” kata Kepala Polres Poso, AKBP Abdi Dharma.
Ceritanya, Selasa siang bolong lalu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Sintuwu Maroso, Rosia Pilongo, ditembak. Ia luka parah di kepala dan lengan kanannya. Malamnya, Pendeta Predy Uwaisan, 28 tahun, tewas bersimbah darah di rumahnya di Desa Tumora, Kecamatan Poso Pesisir. Ia ditembak dua orang yang mengetuk pintu rumahnya. Adapun Jhon Christian Tanalida, 37 tahun, dibunuh di wilayah Kelurahan Kawua, Kota Poso, Sabtu dua pekan silam.
Kerusuhan hampir pecah di Kelurahan Gebang Rejo, Selasa malam. Warga menolak tetangganya, yang diduga sebagai pelaku, diciduk polisi. Suasana tambah panas setelah listrik padam dan ketukan tiang listrik bersahutan—yang buat warga berarti akan ada serangan. Tapi aparat gagal menangkap pelakunya. ”Polri sudah mengirim 100 personel Brimob dari Markas Kelapa Dua, Jakarta,” kata juru bicara Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, AKBP Agus Sugianto.
Musibah di Bogor, Gowa
MUSIBAH datang tak terduga, malang pun tak dapat ditolak, seperti dialami warga tiga desa di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Senin petang lalu, setidaknya 234 rumah rusak parah, belum terhitung musala, pesantren, dan majelis taklim. Memang tak ada korban jiwa di Desa Cijeruk, Warung Menteng, dan Cipelang itu, tapi kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Pemerintah daerah mengucurkan Rp 5 juta buat tiap kepala keluarga, plus puluhan mi instan. Tentu sumbangan itu jauh dari cukup. ”Nanti akan kami berikan bantuan lagi,” janji Kepala Bagian Sosial Kabupaten Bogor, Dadang Irfan.
Musibah juga terjadi di kaki Gunung Bawakaraeng, Gowa, Sulawesi Selatan, Jumat dua pekan silam. Tanah longsor ”membunuh” 4 warga, 32 warga hilang, serta merendam bangunan dan sawah. ”Ketinggian tanah yang longsor mencapai 100 meter,” kata Kasat IPP Polresta Gowa, AKP Andi Parenrengi.
Murib Balik ’Serang’ Elsham
SIDANG gugatan pencemaran nama baik Pangdam XVII/Trikora vs Elsham Pa-pua memasuki babak baru. Saksi Decky Murib mengaku diiming-imingi Rp 10 juta dan melancong ke Amerika Serikat oleh Elsham Papua, asalkan ia mau bersaksi melihat penembakan di Mile 62-63, Timika, oleh prajurit Kopassus. ”Nyatanya tak diberi, saya kecewa dengan Elsham,” ujarnya dalam sidang di Pengadilan Negeri Jayapura, Rabu pekan kemarin.
Semula, pria buta huruf ini menyatakan menyaksikan penembakan pada akhir Agustus 2002 tersebut dari jarak 200 meter. Aksi penembak ”misterius” menewaskan dua warga AS dan seorang WNI. Decky juga bersaksi serupa kepada penyidik Polda Papua. Eh, sekarang dia berpihak ke penggugat, Pangdam Trikora, buat ”memukul ba-lik” Elsham. Ia mengaku tak melihat penembakan, dan mengetahui kasus itu dari orang lain. ”Ini kemenangan kecil sebelum kemenangan besar,” ujar Pangdam XVII/Trikora, Mayjen TNI Nurdin Zainal M.M.
Majelis hakim pimpinan Ebo Maulana menghadirkan tiga saksi dari penggugat: Decky, Panitera Pengadilan Negeri Mimika Munawir Kosa, dan Kapten CPM Surbakti. Sayangnya, pengacara tergugat tak hadir dalam sidang. ”Kami sudah minta sidang ditunda, malah hakim tetap menggelarnya,” kata Pjs. Direktur Eksekutif Elsham, Aloysius Renwarin, kepada TEMPO. Ia kesal kepada Decky karena berubah seperti bunglon. ”Dia dulu anggota tenaga bantuan operasi Kopassus pada 1996,” katanya.
Karyawan DI Kalah di Banding
PERJUANGAN menuntut hak memang tak mudah. Setelah bersorak karena menang dalam gugatan di tingkat pertama, para bekas karyawan PT Dirgantara Indonesia (DI) kalah di tingkat banding. Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Selasa lalu, mengabulkan gugatan PT DI, Kementerian BUMN, dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). ”Yang tetap menolak PHK akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung,” ujar pengacara bekas karyawan PT DI, Absar Kartabrata.
Pada 18 Februari 2004, Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan gugatan mereka agar hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT DI dibatalkan. Rapat itu memutuskan rasionalisasi terhadap 6.000 karyawan. Keputusan disetujui pemerintah dan dana pesangon Rp 400 miliar sudah disiapkan. Tapi majelis hakim banding membatalkan seluruh putusan pengadilan negeri dan menghukum terbanding membayar biaya perkara Rp 300 ribu. Menurut majelis, karyawan mesti tunduk kepada putusan RUPS, sebagai organ pemegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan. Habis menang, kalah, terus....
Rudolf Dituntut 10 Tahun Penjara
WALAU sudah 20 tahun terjadi, peristiwa Tanjung Priok masih ”menghantui” Mayor Jenderal (Purn.) Rudolf Butarbutar. Jaksa menuntut bekas Komandan Distrik Militer 0502 Jakarta Utara ini 10 tahun penjara, Rabu kemarin. Ia dianggap membiarkan aksi kekerasan prajuritnya terhadap para demonstran, 12 September 1984 malam. ”Sebagai atasan, dia tak menghentikan penembakan, padahal bisa mendengar bunyi tembakan melalui handy talkie,” ujar Jaksa Moh. Yusuf dalam si-dang di Pengadilan HAM Ad Hoc, Jakarta Pusat.
Rudolf keberatan atas tuntutan itu. Ia membantah pernah menganiaya tahanan dan membiarkan prajuritnya menembak tanpa prosedur. Pengacaranya menyebut tuntutan jaksa tak didukung fakta-fakta di persidangan. ”Dasar tuntutan itu ilusioner,” kata Burhan Dahlan, sang pengacara. Menurut dia, tak terbukti ada senjata api diarahkan ke massa. Dalam pleidoi nanti, segala keberatan bakal dibeberkan.
Tapi, menurut Yusuf, ketika itu di depan Markas Polres Jakarta Utara ribuan demonstran dihadang Regu III Arhanudse-6 bersenjata SKS de-ngan bayonet dan peluru tajam. Situasi memanas, lalu tentara melepaskan tembakan ke arah massa. ”Peluru ditembakkan ke bagian tubuh yang mematikan, seperti kepala dan dada demonstran,” ujarnya. Akibatnya, tak kurang dari 23 orang tewas dan 30 terluka. Belum lagi penganiayaan dan perampasan hak menjalankan ibadah terhadap mereka yang ditahan di Rumah Tahanan Guntur.
Yusril Di-’Cekal’
KOMISI Pemilihan Umum tegas juga. Senin lalu, KPU melarang Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra berkampanye sampai masa kampanye selesai 1 April nanti. ”Putusan KPU diperkuat fatwa Mahkamah Agung,” kata Hamid Awaluddin. Yusril ketahuan berkampanye di luar masa cuti sebagai Menteri Kehakiman dan HAM, pada 15 dan 26 Maret.
Bermula dari laporan Panitia Pengawas Pemilu bahwa Yusril berkali-kali melakukan kampanye di luar jadwal cuti, Panwaslu meminta KPU menghentikan kampanyenya. Yusril mengaku mendapat dispensasi dari presiden, dan mengirim salinannya ke KPU. Tapi MA menyatakan dispensasi tak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 9/2004. Terpaksa Yusril menaati sanksi KPU. ”Mestinya presiden yang diperingatkan,” kata Ketua PBB, Hamdan Zoelva, kepada TEMPO.
Panwaslu juga memprotes iklan Prabowo Subianto karena melebihi kuota durasi. Surat pada Jumat dua pekan silam itu mengabarkan pelanggaran sejumlah partai, termasuk Golkar. Tapi Hamid mengaku belum terima surat. ”Sudah saya cek itu iklan Prabowo pribadi,” ujarnya. Tim sukses kandidat calon presiden dari Golkar itu santai saja karena belum ditegur KPU. ”Kampanye hampir selesai, mungkin KPU sudah malas,” ujar Zeky Ambadar, juru bicara Prabowo, Kamis lalu.
PAN Aceh Gugat PKS
MERASA nama baiknya dicemarkan, Partai Amanat Nasional (PAN) Banda Aceh menggugat Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Gugatan material Rp 1,3 miliar itu terkait dengan selebaran PKS berisi daftar tersangka koruptor di parlemen daerah itu. Nama anggota DPRD Kota Banda Aceh dari PAN, Muhammad Djunaidi Ali, tertera di situ. Padahal, kata anggota tim advokasi dan perizinan PAN Banda Aceh, Bahadur Satri, Kamis pekan lalu, ”Be-liau tak tahu-menahu.”
Ketika berkampanye di Lapangan Jeulingke, PKS membagikan selebaran berisi nama-nama tersangka korupsi APBD 2002. Kejaksaan menahan sembilan anggota parlemen dan beberapa orang ditetapkan sebagai tersangka. Padahal Djunaidi baru dilantik pada Maret 2003, sebagai anggota DPRD antarwaktu. Ketua PKS Banda Aceh, Mukminan, menyatakan minta maaf melalui koran lokal. ”Nama tercantum karena salah pengetikan,” ujarnya.
Namun PAN tetap mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Banda Aceh, Selasa pekan lalu. Ketua Departemen Hukum Pengurus Pusat PKS, Mutammimul U’la, berharap permintaan maaf diterima. Kalau tidak, terpaksa gugatan dihadapi. ”Ini kan politik, jadi ada kompetisi,” ujarnya kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo