Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Hasil swab test BIN terhadap 16 pegawai Lembaga Administrasi Negara diduga tak akurat.
Sejumlah pegawai swasta pun mendapat hasil positif palsu berdasarkan pemeriksaan Badan Intelijen Negara.
Indonesia belum bisa memenuhi standar pemeriksaan WHO.
MENERIMA hasil swab test pada Selasa sore, 21 Juli lalu, Adi Suryanto kaget bukan kepalang. Tak mengalami gejala apa pun, Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) itu dinyatakan positif terpapar virus corona.
Adi menjalani tes usap pada pagi harinya melalui fasilitas mobil polymerase chain reaction atau PCR milik Badan Intelijen Negara yang datang ke kantornya. Tes itu dilakukan setelah satu pegawai LAN meninggal karena terinfeksi Coronavirus Disease 2019 alias Covid-19. “Kami enggak punya anggaran, jadi minta bantuan BIN,” kata Adi kepada Tempo pada Kamis, 24 September lalu. Dari 53 personel LAN yang diperiksa, sebanyak 16 orang dinyatakan positif.
Buru-buru Adi mengabarkan status positif itu kepada Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar. Sebab, setelah menjalani uji usap, Adi mengikuti rapat di Istana Wakil Presiden untuk membahas persoalan reformasi birokrasi di kantor itu. Pertemuan yang dipimpin Wakil Presiden Ma’ruf Amin itu dihadiri juga oleh Mohamad Oemar; anggota staf khusus Wakil Presiden, Masduki Baidlowi; dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana. Adi ikut rapat itu karena sebelumnya menjalani uji cepat dan hasilnya nonreaktif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suasana perkantoran Lembaga Administrasi Negara (LAN) Republik Indonesia di Jakarta, 26 September 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Adi, berdasarkan rekomendasi dari tim dokter Wakil Presiden, Oemar menyarankan dia menjalani tes usap ulang di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Esok harinya, Adi melakukan pemeriksaan ulang. Dia juga memerintahkan 15 pegawai lain yang dinyatakan positif agar menjalani tes serupa sekaligus uji darah di laboratorium. Hasilnya lagi-lagi mengejutkan. “Semuanya negatif dan hasil tes darahnya juga bagus,” kata Adi.
Oemar membenarkan menyarankan Adi menjalani tes PCR ulang. “Itu standard operating procedure,” ujarnya, Jumat, 25 September lalu. Dua pejabat pemerintah menuturkan, kepanikan meledak di lingkungan Istana Wakil Presiden setelah Adi melaporkan positif corona. Menurut keduanya, jadwal rapat Wakil Presiden Ma’ruf Amin keesokan harinya, Rabu, 22 Juli, dibatalkan. Esok paginya, di Istana Wakil Presiden digelar tes PCR. Hasilnya, penghuni kantor Istana Wakil Presiden negatif Covid-19, termasuk Ma’ruf Amin.
Penelusuran Tempo menunjukkan ketidakakuratan tes usap yang digelar BIN juga terjadi di tempat lain. Sabrina, bukan nama sebenarnya, mengakui mengikuti swab test di salah satu instansi pemerintah di Jakarta pada awal Agustus lalu. Sehari kemudian, dia mendapat dua lembar surat berlogo BIN. Diteken Kepala Poliklinik BIN Sri Wulandari, surat itu menyatakan Sabrina positif terjangkit corona.
Sempat melakukan isolasi diri, Sabrina menjalani tes usap berbiaya Rp 1,5 juta di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan. Hasilnya pun negatif. Juga kakak dan ayahnya, yang tinggal satu rumah dengannya, berstatus negatif. “Gue sama keluarga berasa kena prank,” katanya sambil menunjukkan surat BIN kepada Tempo. Prank adalah lelucon yang bertujuan membuat kaget orang lain.
Dua stasiun televisi swasta, yakni MNC (PT Media Nusantara Citra Tbk) dan TvOne, juga disebut-sebut bekerja sama dengan BIN untuk melakukan tes usap. Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta, pemeriksaan di kantor MNC di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, dilakukan pada Senin, 7 September lalu. Hasilnya, 84 pegawai dinyatakan terinfeksi Covid-19. Dua pegawai MNC yang mengetahui hasil pengujian tersebut mengatakan sebagian pegawai kemudian mengikuti tes mandiri sehari kemudian. Hasilnya, kata mereka, semuanya negatif. Tiga pegawai di TvOne juga menceritakan kisah senada yang terjadi di kantor mereka.
Sekretaris Perusahaan PT MNC Syafril Nasution tak merespons permintaan wawancara Tempo. Ia hanya membaca pesan WhatsApp dan tidak membalas serta tak mengangkat telepon. Adapun juru bicara TvOne, Brigita Manohara, membenarkan ada karyawan perusahaannya yang mendapat hasil tes PCR false positive atau positif palsu. Menurut Brigita, kesimpulan itu didapat setelah mereka menggunakan layanan PCR yang berbeda dengan sebelumnya. “Kami tak bisa menyebut apa lembaga itu, termasuk jumlah karyawan yang positif Covid-19 dan mendapatkan false positive,” ujarnya.
Guru besar ilmu biologi molekuler Universitas Airlangga, Surabaya, Chaerul Anwar Nidom, mengatakan hasil palsu terinfeksi Covid-19 ini bisa terjadi karena dua hal. Pertama, kelalaian petugas mengambil sampel virus melalui hidung dan tenggorokan. Ketika diproses, hasil sampel itu ternyata tidak terdeteksi sebagai genetik manusia. Yang kedua, setelah melalui proses ekstraksi virus, pembacaannya tidak maksimal.
Ihwal pemeriksaan yang dilakukan BIN, Nidom menyoroti penggunaan mobil laboratorium, alat yang digunakan, serta petugas yang memeriksa. Menurut Nidom, sampel dari mobil laboratorium mudah terkontaminasi karena areanya terbuka. Selain itu, tidak pernah ada penjelasan alat yang digunakan ataupun kompetensi petugas pemeriksa. Nidom menilai bisa saja petugas di mobil itu hanya teknisi alat, bukan tenaga ahli.
Suasana swab dan rapid test COVID-19 oleh BIN dan Kemenkers, di halaman Gedung KPU, Jakarta, Agustus 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
Nidom mengatakan positif palsu tak terlalu berdampak pada kesehatan. “Paling-paling menciptakan kepanikan,” ucapnya. Dokter patologi klinik, Tonang Dwi Ardyanto, mengatakan tak tertutup kemungkinan terjadi negatif palsu dalam pemeriksaan itu. Jika sampai terjadi, ini sangat berbahaya karena yang diperiksa akan terus beraktivitas dan berpotensi menularkan virus ke orang lain. “Virus bisa menyebar lebih cepat,” ujarnya.
Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Purwanto tidak mempermasalahkan jika hasil tes PCR yang dilakukan lembaganya menjadi positif palsu. Menurut dia, pemeriksaan yang dilakukan BIN bersifat pertolongan pertama. “Kalau sudah dites di kami, lalu dites di tempat lain dan hasilnya berbeda, silakan saja,” tuturnya. Wawan menyatakan petugas di mobil PCR milik BIN merupakan tenaga yang baru direkrut lembaganya. Beberapa di antaranya pun sedang dalam proses menjadi aparat sipil negara. Sedangkan alat-alat PCR dan laboratorium, menurut Wawan, berasal dari beberapa negara dan disertifikasi di Singapura.
•••
GUBERNUR Jawa Barat Ridwan Kamil sempat guyon kepada petinggi Badan Intelijen Negara yang hadir di kantornya di Gedung Sate, Bandung, pada Jumat, 26 Juni lalu. Ketika itu, pejabat lembaga telik sandi datang ke Bandung untuk bekerja sama dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Barat mengadakan uji cepat dan tes usap. “Saya bilang hebat sekali BIN bisa bantu-bantu, padahal intelijen,” ujar Ridwan kepada Tempo, Kamis 24 September lalu.
Kepada Emil—panggilan Ridwan Kamil—pejabat BIN yang hadir tersebut menuturkan, fungsi intelijen antara lain menangani krisis atau pandemi. Emil pun tidak mempermasalahkan hal itu. Musababnya, jika makin banyak lembaga yang turun membantu, penanganan Covid-19 akan makin luas. “Saya selalu mengapresiasi yang membantu Jawa Barat,” ujarnya.
Ketika itu, BIN melakukan tes terhadap sekitar 685 orang. Sekretaris Dinas Kesehatan Jawa Barat Siska Gerfianti mengatakan BIN sudah terlibat dalam penanganan corona di Jawa Barat sejak April lalu. Salah satunya memprediksi daerah yang akan mengalami lonjakan jumlah kasus. BIN pun sudah menggelar tes massal di delapan tempat di Jawa Barat. Beberapa di antaranya, selain di Gedung Sate, adalah di Kota Bogor dan Karawang. “Sudah lebih dari 8.000 tes cepat dan PCR,” ucapnya, Jumat, 25 September lalu.
Wawan Purwanto menyebutkan lembaganya ikut menangani pagebluk corona karena mendapat perintah langsung dari Presiden Joko Widodo. Dalam suatu rapat yang digelar virtual, kata Wawan, Jokowi menugasi semuanya bergerak. “BIN juga bergerak dan mengambil langkah-langkah,” ujarnya. Setelah itu, Pejaten—sebutan untuk kantor BIN—pun aktif mencari peralatan pendeteksi virus.
Mendapat dana Rp 7,42 triliun tahun ini, BIN melakukan realokasi anggaran setelah Kementerian Keuangan mengadakan pemotongan 26 persen. Sebagian besar digunakan untuk menangani Covid-19. Anggota Komisi Pertahanan dan Intelijen Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Golkar, Dave Laksono, mengatakan pembahasan anggaran BIN sudah dilakukan sejak Maret lalu. Pada Rabu, 23 September lalu, Kepala BIN Budi Gunawan juga menyampaikan perkembangan penanganan Covid-19 yang dilakukan lembaganya. “Semua dilengkapi data, tapi tidak bisa diungkap ke publik,” ujar Dave.
BIN belakangan melakukan pengadaan berupa mobil laboratorium untuk melakukan tes cepat ataupun PCR. Menurut Wawan, mobil itu bergerak untuk menjangkau daerah yang masuk zona merah atau yang jumlah penduduknya yang terjangkit Covid-19 tinggi. “Kami lebih khusus bekerja ke zona merah, dan kami ada skala prioritas sendiri,” tuturnya.
Pemeriksaan gratis oleh BIN dilakukan di tengah kondisi mahalnya biaya uji usap. Saat ini, masih ada fasilitas kesehatan yang menawarkan tes PCR dengan biaya lebih dari Rp 2 juta. Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan pemerintah sedang menyusun patokan biaya tes usap. “Harga yang bisa kita lihat enggak akan lebih dari Rp 500 ribu,” ujarnya. Mahalnya tarif tes PCR ini pun dikeluhkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Dia berharap pemerintah pusat segera mengeluarkan standar harga tes PCR. Doni Monardo mengatakan mahalnya biaya tes itu mengakibatkan Indonesia belum memenuhi standar minimal pemeriksaan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan WHO merekomendasikan pemeriksaan 1 orang per 1.000 penduduk tiap pekan. Mengacu pada jumlah penduduk di Indonesia, minimal mesti dilakukan 269.500 tes per pekan atau 38.500 per hari. “Kita per hari sudah 31 ribu. Kurang 8.000 lagi,” ujar Wiku dalam sebuah diskusi, Rabu, 23 September lalu.
Rapid test massal gratis yang diselenggarakan oleh Pemkot Surabaya dan BIN, di Surabaya, Mei 2020. humas.surabaya.go.id
Dengan kondisi itu, mobil milik BIN pun bergerak di sepanjang Jawa, yang merupakan pulau terpadat dan memiliki jumlah kasus positif terbanyak. Tak hanya di Jawa Barat, mobil van itu juga bergerak ke Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Purwanto enggan menjelaskan berapa harga empat mobil laboratorium yang dimiliki BIN. Namun dua narasumber yang mengetahui pembelian tersebut mengatakan mobil itu didapat dari perusahaan yang berlokasi di Jakarta Selatan. Dokumen penawaran mobile PCR perusahaan itu yang didapat Tempo menunjukkan satu paket mobil dibanderol seharga Rp 5 miliar. Selain mobil, isi paket itu di antaranya 4 centrifuge, 4 head block, 1.000 reagen, dan 4 unit mobile laboratory.
Masalahnya, tak semua hasil pemeriksaan BIN dilaporkan ke otoritas terkait. Dua pejabat di Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan mengatakan lembaga mereka tak pernah mendapat hasil pemeriksaan itu. Hal senada disampaikan Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur Joni Wahyudi. Menurut dia, selama BIN menggelar pemeriksaan di Surabaya, tidak ada satu pun data yang masuk ke timnya. “Mereka tidak melapor ke kami,” ujar Joni. Adapun Wawan menyatakan hasil tes selalu dilaporkan ke Satuan Tugas dan Kementerian Kesehatan. “Tidak ada yang kami tutup-tutupi,” katanya.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, DEVY ERNIS, RAYMUNDUS RIKANG, NURHADI (SURABAYA), AYU CIPTA (TANGERANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo