Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Presiden Adalah yang Tertinggi

13 Oktober 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETAHUN pemerintahan SBY-JK, Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla seperti berada di tengah pusaran. Orang mengkritiknya sebagai super-wapres yang kerap melangkahi wewenang presiden. Ia memang menggebrak: mengambil alih wewenang penanggulangan bencana di Aceh, mengambil inisiatif perdamaian Gerakan Aceh Merdeka dengan pemerintah, dan menjadi Ketua Umum Partai Golkar.

Ia memang kerap tak sabar dan ingin bergerak cepat—sesuatu yang dianggap bertolak belakang dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Gesekan dirinya dengan Susilo mudah dirasakan publik meski keduanya secara resmi membantah ketidaksesuaian itu.

Senin malam pekan lalu, Jusuf Kalla, 63 tahun, menjelaskan posisinya setelah setahun berduet dengan SBY mengelola negara. ”Terus terang, dalam politik saya just do it saja,” ujarnya kepada wartawan Tempo Bambang Harymurti, Arif Zulkifli, Wenseslaus Manggut, Nezar Patria, Metta Dharmasaputra, dan Thonthowi Djauhari. Wawancara sepanjang satu jam itu berlangsung santai di ruang tengah rumah dinas Wakil Presiden yang berdinding putih. Di meja tersaji teh hangat dan kue black forest. Berikut petikannya:

Menurut Anda, berapa nilai yang pas buat pemerintahan SBY dan JK selama setahun ini?

Seorang murid tidak pernah menilai dirinya sendiri. Rasanya kami sudah kerja keras. Secara fisik, kami pergi pagi dan baru pulang malam hari. Jarang Presiden dan Wakil Presiden bekerja selama itu. Selama setahun ini kami sudah melakukan beberapa hal penting seperti membenahi ekonomi, politik, dan keamanan. Di sektor ekonomi, kami sudah menggerakkan sektor infrastruktur, perbankan, dan lain-lain, walaupun masih ada sejumlah kendala.

Tapi rupiah malah jeblok?

Ya, sempat menguat ke Rp 10 ribu, tapi kemarin turun lagi. Pas-pasan sekitar Rp 10 ribulah. Tapi harus diingat, sebabnya karena faktor eksternal, yakni kenaikan harga minyak dunia. Negara mana pun kena dampaknya.

Anda merasa sukses di bidang apa saja?

Selama 30 tahun terakhir, inilah zaman di mana orang paling takut korupsi. Bahwa yang ditangkap cuma yang kecil-kecil, kita bisa berdebat. Tapi dari bupati, anggota DPRD, gubernur, menteri, semua takut melakukan korupsi. Saya kira ini sudah kemajuan yang luar biasa bila dibandingkan dengan dua tahun lalu, lima tahun lalu, dan seterusnya. Dalam soal pemberantasan korupsi, kita tidak terlalu jelek bila dibandingkan dengan negara lain di Asia.

Nilai tukar rupiah setahun pemerintahan Megawati sepertinya lebih baik dari setahun pemerintahan SBY-JK?

Tidak bisa dibandingkan seperti itu. Pada zaman Megawati harga minyak dunia US$ 24 per barel, sekarang US$ 70 per barel. Bayangkan, berapa dolar cadangan devisa harus dipakai untuk mengimpor minyak. Kalau BBM tidak dinaikkan, cadangan devisa makin merosot karena dolarnya berkurang untuk mengimpor, dan rupiah tersedot untuk subsidi. Sekarang saja cadangan devisa tahun ini turun dari US$ 36 miliar menjadi US$ 30 miliar, dan akan terus menyusut jika BBM tidak dinaikkan.

Banyak yang menilai tim ekonomi saat ini kalah kelas dibanding zaman Megawati?

Yang benar saja. Mari kita bandingkan saja satu per satu. Mulai dari Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, antara Pak Dorodjatun Kuntjoro Jakti dan Pak Aburizal Bakrie, mana lebih baik? Saya dengan baik mengenal keduanya. Ada yang menilai bahwa mungkin Aburizal tidak kuat teori ekonominya. Tapi mana yang lebih baik: kuat teori atau kuat di lapangan? Dari sisi itu, saya kira bagus Pak Aburizal. Lalu untuk posisi Kepala Bappenas, antara Pak Kwik Kian Gie dan Ibu Sri Mulyani, pasti lebih baik Sri Mulyani. Menteri Keuangan antara Boediono dan Jusuf Anwar, saya kira sama nilainya. Menteri Perdagangan, antara Mari Pangestu dan Rini Soewandi, saya kira lebih baik Mari. Menteri BUMN, antara Laksamana Sukardi dan Sugiharto, saya kira lebih baik Sugiharto. Dulu perusahaan kita habis dijual.

Wakil presiden sekarang lebih baik dari wakil presiden dulu?

Hahaha.... Pokoknya secara total periode ini lebih bagus dari tahun kemarin. Kalau tidak ada musibah tsunami dan harga minyak tidak melambung tinggi, tentu lebih banyak yang bisa kami lakukan.

Menurut Anda, di dalam kabinet, apakah Aburizal tidak punya konflik kepentingan?

Ical itu orang yang saya kenal lama. Sebelum jadi menteri, Ical adalah seorang pengusaha sukses dan ulet. Dia menekuni bisnis batu bara, padahal tidak ada yang menduga bisnis itu akan membesar. Jadi, buat apa mempersoalkan Aburizal?

Nama-nama menteri yang Anda sebutkan pasti tidak kena reshuffle?

Saya tidak mengatakan begitu, (melainkan) karena Anda mengajak saya membandingkannya. Saya paham karena saya berada di kedua pemerintahan itu. Perbandingan itu tidak berarti mereka sudah kerja maksimum.

Apakah reshuffle akan dilakukan?

Kalau ada penggantian, itu berdasarkan performa para menteri. Bukan karena alasan politis. Bisa macam-macam alasannya: seperti total output tidak benar, performanya tidak benar. Masing-masing menteri telah kami minta membuat laporan kinerja. Reshuffle akan dilakukan kalau betul-betul performanya rendah.

Menurut Anda sendiri, lebih baik ada reshuffle atau tidak?

Secara obyektif harus saya katakan bahwa kita perlu peningkatan-peningkatan. Tidak semua menteri bisa mencapai angka maksimum. Itu sudah jelas.

Termasuk menteri-menteri ekonomi itu?

Ya. Ada dalam bidang ekonomi.

Dalam bidang ekonomi, apa yang dianggap paling berhasil?

Saya ingin katakan bahwa pertumbuhan ekonomi kita lebih baik dari sebelumnya. Pemberantasan korupsi jauh lebih bagus dari dua tahun atau lima tahun sebelumnya.

Data dari Transparansi Internasional menunjukkan bahwa skor Indonesia dalam daftar negara terkorup membaik dari 2 menjadi 2,2, tapi kita masih di posisi enam terbawah?

Tapi dari tahun ke tahun kita ada peningkatan.

Dibandingkan tahun lalu, hubungan Anda dengan Presiden lebih baik atau lebih buruk?

Tahun lalu kan cuma tiga bulan dan tahun ini sudah 10 bulan. Saya kira tidak ada yang berubah.

Makin akrab atau makin tidak akrab?

Orang luar kerap menafsirkan yang bukan-bukan, padahal hubungan kami baik-baik saja.

Tapi kok belum berkantor bersama juga?

Itu faktor teknik. Setelah dianalisis oleh Satuan Pengamanan Presiden, kantor Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang mau ditempati terlalu di pinggir jalan. Kalau ada bom mobil, bisa terbang itu gedung. Karena itu, harus dibikin pagar yang kokoh seperti di Kedutaan Australia itu.

Masyarakat menilai hubungan Anda dan SBY merenggang waktu teleconference rapat kabinet. Komentar Anda dan Presiden kepada pers juga kerap tak kompak?

Itulah. Jawaban (kami) kan tergantung pertanyaan. Kalau pertanyaannya beda-beda, ya jawabannya beda-beda pula—tapi prinsipnya tidak ada masalah. Tapi coba tunjukkan apa komentar saya yang berbeda dari presiden.

Dalam soal BBM, tak seperti Presiden, Anda sudah jauh-jauh hari mengatakan BBM akan naik?

Presiden itu adalah yang tertinggi, keputusan final. Kalau dia bikin statement dan salah, tidak ada yang bisa mengoreksinya. Kalau saya yang salah kasih statement, Presiden bisa meluruskan. Tapi statement saya itu hampir semuanya sudah dibicarakan dengan beliau. Soal kenaikan BBM itu, kita sudah bikin target. Kira-kira sebelum puasa. Jumlahnya juga sudah dihitung. Jangan sampai subsidi itu lebih daripada Rp 90 triliun, karena kita enggak bakal kuat.

Tapi Presiden sempat bilang bahwa besaran kenaikan sekitar 35 hingga 50 persen?

Presiden tidak pernah bicara besaran. Yang pertama bicara soal besaran adalah Bappenas. Tapi Bappenas bilang minimum 50 persen. Kadang-kadang ada satu-dua orang menghadap Presiden, lalu bilang bahwa besaran kenaikan BBM sekian. Padahal, Presiden tidak pernah omong begitu. Saya sendiri cek kepada beliau.

Soal penyaluran bantuan, kabarnya Bank Dunia sempat cemas dan kagum dalam soal transfer kompensasi bantuan. Ini terbesar di dunia tapi cuma disiapkan dalam dua bulan. Pemerintah tak takut pada risikonya?

Tidak ada cara lain. Kita bikin sesederhana mungkin. Bank Dunia pernah datang ke kantor saya. Mereka bilang minimum butuh waktu delapan hingga 15 bulan untuk menyalurkan dana kompensasi. Saya bilang, sudahlah kau pulang saja. Saya lebih ngerti negeri ini daripada Anda.

Saat diminta SBY menjadi pasangan, Anda memberi salah satu syarat agar difungsikan sebagai chief executive officer. Setahun ini, apakah hal itu terlaksana?

Itu bukan keinginan saya. Istilahnya tidak persis seperti itu. Macam-macam sebutannya. Ada yang mengatakan menjadi semacam kepala staf.

Betulkah ada kesepakatan pembagian tugas hitam di atas putih dengan SBY?

Sudahlah. Itu masa lalu, masa sebelum pemilu, karena sistem pemilihannya berbeda. Sukses-tidaknya adalah tanggung jawab bersama. Karena itu, kita kampanye bersama. Saya kira semua pasangan calon presiden dan wakil presiden saat itu melakukan hal yang sama.

Agreement itu masih dipakai sampai sekarang?

Kurang lebihlah. Pak SBY sangat gentleman melaksanakan itu, tapi orang selalu salah tafsir. Padahal, sudah sejak awal saya katakan bahwa untuk membangun bangsa ini kita perlu bekerja bersama-sama. Jadi, bukan untuk kepentingan saya.

Pembagiannya, SBY fokus pada soal strategi dan visi, sementara soal teknis ditangani Anda?

Begitulah aturan yang kita bentuk bersama. Kalau Anda lihat, setelah rapat kabinet, saya rapat teknis bersama para menteri.

Masih telepon-teleponan dengan Presiden 4-5 kali sehari?

Itu untuk menjaga komunikasi di antara kita.

Frekuensinya tambah tinggi atau malah berkurang?

Biasa sajalah.

Kabarnya, banyak menteri jarang berkonsultasi dengan Presiden, melainkan dengan Anda?

Dalam tata cara pemerintahan ada strategi, ada implementasi. Itu biasa saja.

Kalau ada perbedaan pendapat antara Anda dan Presiden, bagaimana menyelesaikannya?

Ya, tentu kata terakhir tetap dari Presiden. Presiden itu sangat demokratis. Rapat kabinet selalu mengeluarkan keputusan yang bisa dipahami menteri-menteri.

Dalam masalah Aceh dan subsidi BBM, betul inisiatif datang dari Anda?

Tidak benar. Semua itu keputusan kabinet. Tidak ada keputusan yang diambil tanpa rapat kabinet.

Ketika rupiah merosot, Presiden datang ke Bank Indonesia. Yang dibawa malah Kapolri, bukan tim ekonomi. Ada apa?

Ada laporan yang masuk yang mengatakan bahwa banyak pengusaha yang mengambil keuntungan jangka pendek dalam pertukaran nilai rupiah. Itu dianggap sesuatu yang merugikan negara, tapi ternyata kan tidak bisa dibuktikan, karena kita menganut devisa bebas.

Sebagai pengusaha, Anda selalu ingin bergerak cepat, sementara SBY selalu banyak pertimbangan. Anda sering gregetan enggak?

Kalau sifat kami sama, bahaya ini bangsa. Kalau dua-duanya serba cepat, bisa-bisa sehari menerbitkan ratusan keputusan. Jadi, kombinasi kami ini sudah bagus.

Kabarnya, dalam rapat Golkar baru-baru ini, Anda sempat mengeluh soal hubungan yang kurang harmonis dengan SBY?

Tidak benar. Itu sama sekali tidak benar.

Golkar minta jatah tujuh menteri ya?

Saya selalu katakan bahwa kita tidak dalam posisi menentukan. Pertama bahwa Golkar itu bukan merupakan koalisi awal pemilihan presiden. Pemilihan presiden lebih dulu, baru saya menjadi Ketua Golkar. Kabinet sudah terbentuk, baru Golkar masuk.

Tapi Golkar adalah partai yang paling menuntut reshuffle kabinet?

Itu Golkar dalam arti personal, bukan keputusan organisasi Golkar. Jadi, tuntutan itu tidak bisa ditafsirkan sebagai keputusan partai.

Kalau ada peluang, Anda akan menempatkan kader Golkar di pemerintahan?

Tentu saja. Tapi kabinet itu kan hak prerogatif presiden.

Hampir setahun menjadi Ketua Umum Golkar, Anda merasa sudah menguasai berbagai kelompok politik di Golkar?

Sejak awal saya katakan, kalau sudah menjadi ketua partai, siapa pun harus kita rangkul. Saya tidak melihat ada orang Akbar atau orang lain—semua orang Golkar. Kalau saya cuma bisa memimpin orang sendiri, itu berarti saya Ketua RW, ketua kelompok.

Ini soal lain. Selama setahun menjadi Wakil Presiden, bagaimana Anda mengeliminasi anggota keluarga yang ingin memanfaatkan jabatan Anda?

Keluarga saya itu semuanya pengusaha, karena kami hidup dan lahir dari keluarga pengusaha. Tak satu pun dari kami yang menjadi pegawai negeri. Saya bilang ke mereka, silakan saja berbisnis. Selama tidak menggunakan fasilitas, tidak ada yang salah.

Katanya, Anda sempat menskors Halim Kalla, adik Anda sendiri, karena membawa orang Alcatel ke Aceh?

Bukan skorsing. Pokoknya, tidak boleh memanfaatkan fasilitas. Soal saya marah, itu biasa.

Ada direksi atau komisaris bank pemerintah yang kikuk kalau ada orang yang membawa nama keluarga Anda untuk minta kredit?

Mereka tidak perlu takut. Bahwa keluarga saya minta kredit, itu bukan barang baru. Lima puluh tahun lalu mereka sudah minta kredit. Mengapa tiba-tiba harus disetop? Kalau dia mau minta kredit, silakan saja, asal jangan menggunakan fasilitas. Kalau tak layak, tolak saja.

Dulu Lembang Sembilan (lembaga tim sukses SBY-JK) sempat mengirim surat ke Tim Penilai Akhir (TPA), mengusulkan sejumlah nama untuk jabatan direksi BUMN?

Itu konteksnya Lembang Sembilan mengenal beberapa calon yang baik, dan itu terjadi bukan cuma di Indonesia. Di Amerika Serikat juga begitu. Ketika Bill Clinton menjadi Presiden, orang Arkansas banyak menjadi pejabat. Waktu Ronald Reagan presiden, banyak orang California jadi pejabat.

Tapi Anda sempat menegur Lembang Sembilan?

Saya tegur: jangan begitu, itu tidak boleh. Itu di luar pengetahuan saya.

Santer dikabarkan bahwa anak atau menantu Anda ikut memperebutkan minyak di Blok Cepu?

Itu sama sekali tidak benar. Tidak ada anak ataupun menantu saya yang ikut bisnis itu.

Dalam proyek jalan tol, Bosowa dan Bakri menang, Anda merasa rikuh tidak?

Tidak. Puluhan tahun Bosowa ikut proyek jalan tol, masak tiba-tiba kita hentikan?

Dalam hal penyelesaian Aceh, kabarnya, Anda sempat meminta bantuan gubernur Aceh nonaktif Abdullah Puteh meski ketika itu ia masih di penjara?

Pak Abdullah Puteh kami libatkan, tapi tidak dalam konteks Helsinki. Ia dilibatkan sebelum ditahan dan sesudah ditahan. Saya minta izin kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengundang Abdullah Puteh ke sini. Saya bilang, boleh enggak malam-malam saya bawa Pak Puteh ke rumah dinas Wakil Presiden. KPK bilang boleh.

Lalu?

Ya. Sebelum Puteh ditahan, kami ke Batam sama-sama, ketemu orang Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Puteh berangkat dari Aceh, saya berangkat dari Jakarta. Tapi bukan dalam konteks Helsinki, melainkan jalur GAM yang lain lagi. Namun, saat itu contact person Puteh salah. Jadi gagal. Saya tiga kali mencari jalur dengan GAM, tapi kontaknya tidak tepat. Saya lalu telepon Muzakir Manaf (Panglima GAM—Red.) dengan siapa seharusnya negosiasi kami lakukan. Dia bilang, ”Sudahlah, telepon saja ke Stockholm.”

Tahun 2009, apakah Anda akan mencalonkan diri menjadi presiden?

Di AS butuh 200 tahun untuk orang Selatan jadi presiden. Jadi, tak mudah bagi orang Bugis untuk jadi presiden. Dulu ada Habibie, tapi itu kan by accident (setelah Soeharto jatuh).

Tapi Anda kan termasuk orang yang bergerak cepat?

Tapi 60 persen pemilih berada di Jawa kan?

Jadi, tidak ada alasan bagi SBY untuk mengkhawatirkan Anda?

Tidak perlu khawatir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus