Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono membantah menerima dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sebesar Rp 225 juta melalui tim sukses kampanyenya pada Pemilu 2004. Keterangan ini dinyatakan sehubungan dengan pengakuan mantan calon presiden Amien Rais yang menerima Rp 400 juta. Menurut Presiden, Jumat lalu, tim kampanye SBY-Kalla saat itu tak pernah menerima dana DKP. Ia juga menolak tudingan menerima dana asing. ”Tak ada satu dolar pun dana dari Washington seperti yang diopinikan Amien Rais,” ujar Presiden di depan kantor kepresidenan, Istana Negara, Jakarta.
Bantahan SBY menyusul serangkaian pernyataan serupa dari tim Megawati Soekarnoputri, tim Wiranto, dan mantan presiden Abdurrahman Wahid. Semuanya menolak tudingan menerima dana DKP. Salahuddin Wahid, pasangan Wiranto dalam pemilu, mengaku menerima dana itu meski dalam kapasitas pribadi, bukan sebagai calon wakil presiden.
Presiden serius menanggapi tudingan Amien Rais. Menurut dia, tindakan itu menyinggung kehormatannya, yang bisa berujung pada tuntutan hukum. Pernyataan Presiden ini sekaligus menanggapi kesaksian mantan Kepala Biro Umum dan Tata Usaha Direktorat Jenderal Kelautan Pulau-pulau Kecil dan Pesisir, Didi Sadili. Rabu lalu, di muka pengadilan ia mengatakan pernah tiga kali mengeluarkan uang dari dana DKP untuk tim sukses pasangan SBY-Kalla.
Interpelasi, Presiden Diwakili Widodo A.S.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dipastikan tak akan hadir memberikan keterangan di muka parlemen terkait dengan hak interpelasi DPR perihal resolusi PBB atas Iran. Meski belum diumumkan secara resmi, sumber Tempo di Istana mengatakan, Presiden akan diwakili Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Widodo A.S.
Tujuh fraksi di parlemen—kecuali Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Damai Sejahtera—telah menyetujui usulan pemanggilan Presiden untuk memberikan keterangan tentang dukungan RI terhadap resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memberikan sangsi atas penggunaan kekuatan nuklir Iran. Wakil Ketua DPR Zaenal Ma’arif memastikan surat pemanggilan beserta delapan pertanyaan tertulis disampaikan Badan Musyawarah ke Presiden, Jumat lalu.
Suara protes terdengar menanggapi keengganan Presiden ini. Menurut Ketua DPR Agung Laksono, ia mengharapkan Presiden bersedia hadir sendiri tanpa harus diwakili bawahan. Agung mengakui, tak ada satu pun aturan yang bisa mengatakan Presiden harus datang sendiri memenuhi undangan DPR. Tata Tertib DPR Pasal 174 ayat 4 menyebutkan, presiden bisa diwakili menteri.
Mantan Dubes Tersangka
KASUS pungutan liar di Kedutaan Besar RI di Malaysia ikut menyeret mantan Duta Besar RI untuk Malaysia (2000–2004) Hadi A. Wayarabi Alhadar ke kursi tersangka. Rabu pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuding Hadi dan Arken Tarigan, mantan Kepala Bidang Imigrasi Kedubes RI Malaysia, memungut uang dari WNI yang mengurus dokumen keimigrasian di Malaysia. Kebanyakan korbannya adalah Tenaga kerja Indonesia (TKI) setempat.
Menurut juru bicara KPK, Johan Budi S.P., Hadi dianggap mengetahui praktek pungutan liar itu, sekaligus menerima dana dari selisih tarif yang dikutip. Diperkirakan negara dirugikan Rp 41,6 miliar akibat aksi itu. ”Pak Hadi diduga telah menerima aliran dana dari operator, yaitu Supraba dan Arken Tarigan, tapi (uangnya) digunakan untuk operasional kedutaan,” kata Suharsyah M. Idji, pengacara Hadi, kepada Tempo. Selain di kedutaan, KPK pun terus menyisir kasus pungli di sejumlah Konsulat Jenderal RI di Malaysia.
Vonis Bebas Terdakwa BNI
PENGADILAN kasus pembobolan BNI sebesar Rp 1,7 triliun membebaskan M. Arsjad dan Tri Kuntoro. Senin lalu, bekas Direktur Kepatuhan dan bekas Kepala Divisi Hukum BNI itu dinyatakan ketua majelis hakim Yohanes E. Binti tak terbukti memperkaya diri atau orang lain.
Putusan ini bertentangan dengan tuntutan jaksa, yang menganggap keduanya bersalah memberikan 40 lembar cek perjalanan senilai Rp 1,8 miliar ke pejabat Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian. Penerima cek itu, Brigadir Jenderal Samuel Ismoko dan Komisaris Besar Irman Santoso, kini mendekam di penjara. ”Justru yang memberikan dibebaskan. Ada apa ini?” ujar jaksa Ahmad.
Menurut Yohanes, dana itu diberikan untuk membantu kegiatan operasional Mabes Polri untuk mengusut kasus ini. ”Anggaran kepolisian untuk mengusut hanya Rp 2,5 juta,” kata dia. Atas putusan itu, jaksa mengatakan akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Sementara itu, Ketua Pengadilan Jakarta Selatan, Andi Samsan Nganro, mengatakan akan mengevaluasi pemberian vonis bebas ini.
Yayasan Soeharto Digugat
Kejaksaan Agung akan menggugat secara perdata Yayasan Supersemar, yang pernah diketuai mantan presiden Soeharto, atas dugaan penyalahgunaan dana organisasi. Penyalahgunaannya terjadi ketika dana yang mestinya untuk bantuan sosial dan kegiatan amal justru dialirkan ke perusahaan keluarga dan kroninya. Kejaksaan menuntut pengembalian kerugian negara Rp 1,5 triliun dan pembayaran kerugian imateriil yang Rp 10 triliun.
Menurut Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Alex Sato Bya, Kamis lalu, dari tujuh yayasan yang pernah dipimpin penguasa Orde Baru itu, Yayasan Supersemar akan menjadi lembaga pertama yang digugat perdata oleh kejaksaan.
”Kami punya surat perintah dari Soeharto untuk menanam dana yayasan di PT Sempati Air, Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), PT Timor, PT Goro, Kosgoro, dan banyak lagi,” kata Alex. Sebagian di antara yang ia sebutkan adalah perusahaan milik Hutomo Mandala Putra alias Tommy, putra bungsu Soeharto.
Diakui Alex, gugatan dilayangkan untuk memenuhi syarat pengadilan di Guernsey, Inggris, yang tengah menyidangkan pencairan uang Tommy 36 juta euro (setara dengan Rp 421 miliar) yang dibekukan oleh BNP Paribas karena diduga hasil korupsi. Rabu pekan lalu, pengadilan Guernsey memperpanjang pembekuan uang itu enam bulan ke depan sambil menunggu proses peradilan di Indonesia.
Newmont Gugat New York Times
Belum genap sebulan setelah divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Manado, Sulawesi Utara, dalam perkara pidana pencemaran lingkungan Teluk Buyat, Presiden Direktur PT Newmont Minahasa Raya (NMR), Richard Bruce Ness, menggugat secara perdata harian The New York Times.
Gugatan dilayangkan karena pemberitaan New York Times dinilai tidak benar, menyesatkan, dan tidak profesional tentang pencemaran lingkungan di Teluk Buyat. Gugatan didaftarkan kuasa hukum Ness, Arief T. Surowidjojo, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa dua pekan lalu. Namun, pengacara Ness ini masih enggan menjelaskan soal gugatan tersebut. ”Kami masih mempelajarinya,” kata Arief.
Dalam materi gugatan yang diajukan Ness dinyatakan, pemberitaan New York Times dan beberapa media yang merupakan anak perusahaannya seperti International Herald Tribune dan The Boston Globe dinilai telah merugikan Newmont. Selain menggugat New York Times, Ness juga menggugat reporternya, Jane Perlez.
Ness menuntut permintaan maaf yang dimuat sebagai berita utama pada halaman pertama New York Times dan semua media massa yang menjadi anak perusahaannya. Dalam gugatannya, Ness menuntut ganti rugi material sebesar US$ 894 ribu (sekitar Rp 8,4 miliar) dan imateriil sebesar US$ 63,93 juta (sekitar Rp 607 miliar).
Betawi Versus Betawi
Bentrokan antarorganisasi massa Betawi Forum Betawi Rempug (FBR) dan Ikatan Keluarga Betawi (Ikabi) mengakibatkan dua orang tewas dan satu luka parah. Pertikaian terjadi di Jalan Ciledug Raya, Kebayoran Lama, Selasa pekan lalu.
Sekjen Ikabi, Mahmud, mengatakan, bentrok terjadi karena kedua pihak memperebutkan lahan parkir. Kapolres Jakarta Selatan, Komisaris Besar Williardi Wizar, mengatakan, polisi telah memeriksa enam saksi. Puluhan senjata tajam jenis pedang, tongkat kayu, bambu dan batangan besi juga disita. ”Kami tak akan mentolerir perbuatan anarkistis,” katanya.
Bentrok terjadi dua kali: pukul 10.30 WIB dan 14.30 WIB. Pada bentrok pertama, massa FBR yang datang dari arah Cipulir dihadang massa Ikabi di sekitar Supermarket Alfa. Kedua pihak terlibat baku hantam dengan batu, pentungan, dan senjata tajam hampir 30 menit. Ade Sulis Hadi, 24 tahun, warga Jalan Masjid Cidodol, Grogol Selatan, ini terluka di dada kanan, dagu, dan pipi kirinya. Ia tewas di tempat.
Dua korban lain, Syarifuddin Jufri, 21 tahun, dan Sugandi, 53 tahun, dibawa ke Rumah Sakit Pusat Pertamina. Syarifuddin, warga Cipulir, tewas setelah 20 menit tiba di rumah sakit. Adapun Sugandi bisa diselamatkan. Dua yang terakhir ini berasal dari FBR.
Tak rela teman mereka jadi korban, massa FBR kembali berdatangan. Bentrok kedua tak terhindarkan.
Ghazali, dari FBR, mengaku bingung dengan kejadian itu. Sebab, sebelumnya anggota dua ormas itu tak pernah bentrok. ”Dulu saya ikut merintis Ikatan Keluarga Betawi,” kata Ghazali. Beberapa saat setelah bentrok, pemimpin kedua kubu telah bertemu dan sepakat berdamai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo