Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah DKI Jakarta berancang-ancang membuka kembali rumah ibadah.
Keuskupan Agung Jakarta menyiapkan protokol yang menghilangkan sebagian tradisi.
Dewan Masjid Indonesia Wilayah Jakarta meminta jemaah menyiapkan sendiri perlengkapan salat.
BEBERAPA kali mengikuti perayaan ekaristi melalui layar televisi, Martha Sediyono tak bisa menahan tangis. Perempuan 70 tahun itu ingin bisa beribadah secara langsung di gereja. “Meskipun saya menyiapkan ruang khusus untuk ikut misa online, rasanya lebih khusyuk beribadah di gereja,” ujar Martha saat dihubungi pada Kamis, 28 Mei lalu.
Warga Kompleks Marna Putra, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, itu biasanya mengikuti misa setiap pukul 6 pagi di Gereja Santo Leo Agung, sekitar 3 kilometer dari rumahnya. Namun, sejak 21 Maret lalu, Keuskupan Agung Jakarta menutup semua gereja dan kapel di Ibu Kota, Tangerang, dan Bekasi untuk mencegah penularan virus corona. Mengobati kerinduannya, dalam sehari Martha minimal dua kali mengikuti misa yang disiarkan melalui Internet.
Keinginan beribadah langsung juga dirasakan oleh Caroline Sutono, 59 tahun, yang saban hari mengikuti misa di Gereja Santo Yakobus, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Setiap kali melihat deretan bangku gereja yang kosong dari layar televisi, dia merasa sendu. Baik Caroline maupun Martha ingin segera menerima hosti, roti pipih perlambang tubuh Yesus Kristus. “Saya pasti langsung datang kalau gereja sudah dibuka,” ucap Caroline.
Sekretaris Keuskupan Agung Jakarta Pastor Vincentius Adi Prasojo mengatakan ada desakan dari sebagian umat Katolik agar gereja bisa segera dibuka. Namun Keuskupan Jakarta memilih menunggu hingga pemerintah membolehkan rumah ibadah beroperasi kembali. Rencananya, pembukaan rumah ibadah masuk fase keempat pemberlakuan new normal atau normal baru, pekan pertama Juli. “Begitu pemerintah membolehkan rumah ibadah dibuka, kami akan membuka secara serentak semua gereja di wilayah Keuskupan Jakarta,” kata Adi.
Menurut Adi, lembaganya masih menyiapkan protokol ibadah di gereja yang disusun tim penanggulangan pandemi Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19. Dibentuk Uskup Agung Jakarta Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo pada 1 Maret lalu, tim ini berisi perwakilan rohaniwan dan umat serta sejumlah dokter. Protokol yang ditargetkan selesai paling lambat pertengahan Juni itu bakal disimulasikan sebelum disebarkan ke semua gereja.
Dia memastikan nantinya seluruh umat dan semua petugas ibadah wajib mengenakan masker hingga ibadah selesai. Umat pun akan diukur suhu tubuhnya dan wajib menggunakan cairan penyanitasi tangan (hand sanitizer) sebelum masuk ke gereja. Umat yang diperbolehkan masuk pun terbatas karena posisi bangku akan diatur supaya tak berdekatan. Adi mencontohkan, Gereja Katedral yang berkapasitas 900 orang mungkin hanya akan terisi separuhnya. Jika kapasitas penuh, anggota umat yang datang belakangan akan diminta mengikuti misa selanjutnya. “Ini bagian dari disiplin new normal,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemasangan tanda jarak shaf shalat, menjelang penerapan new normal beraktivitas ibadah, di Masjid Agung Al-Barkah, Bekasi, Jawa Barat, / TEMPO/M Taufan Rengganis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota tim penanggulangan Covid-19 Keuskupan Jakarta, dokter Angela N. Abidin, mengatakan tim kesehatan mendeteksi berbagai tradisi dalam ibadah yang berpotensi menjadi sarana penularan virus melalui air liur atau kontak fisik. Salah satunya bernyanyi. “Bernyanyi lebih banyak mengeluarkan droplet ketimbang berbicara,” kata dokter spesialis mikrobiologi klinik ini pada Sabtu, 30 Mei lalu. Tim pun merekomendasikan pembatasan nyanyian ataupun anggota paduan suara saat misa.
Menurut Angela, tradisi lain yang berpotensi menyebarkan corona adalah salam damai. Nantinya, umat hanya memberikan salam namaste, mengatupkan tangan di dada. Pun kantong kolekte atau pengumpulan uang persembahan, tidak lagi diedarkan di tengah misa, melainkan diletakkan di satu tempat yang bisa diisi sebelum atau sesudah ibadah. Lebih baik lagi, Angela melanjutkan, jika kolekte dilakukan melalui sistem digital atau transfer.
Tatanan baru juga akan diterapkan di Masjid Istiqlal. Kepala Protokol Humas Istiqlal Abu Hurairah Abdul Salam memastikan jumlah anggota jemaah yang diperbolehkan masuk ke kompleks masjid bakal dibatasi untuk menghindari kerumunan. Apalagi Istiqlal tak hanya menjadi tempat ibadah, tapi juga merupakan tempat wisata dan ziarah. “Kami akan meminta bantuan petugas keamanan untuk mengatur keluar-masuk jemaah,” tutur Abdul Salam pada Selasa, 26 Mei lalu.
Abdul Salam memastikan pengurus masjid bakal menyusun protokol normal baru sebelum Istiqlal dibuka kembali. Salah satunya dengan mewajibkan pengunjung menggunakan cairan penyanitasi tangan sebelum masuk ke masjid. Menurut dia, pembatasan jarak akan diterapkan untuk anggota jemaah yang melaksanakan wudu dan salat di dalam masjid. Pengurus juga bakal lebih rutin menyemprotkan disinfektan, terutama ke bagian yang sering disentuh pengunjung.
Ancang-ancang membuka rumah ibadah mulai diambil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada Rabu, 27 Mei lalu, Kepala Biro Pendidikan Mental dan Spiritual Hendra Hidayat menggelar rapat daring bersama sejumlah pemuka agama di Ibu Kota. Ketua Umum Pengurus Wilayah Dewan Masjid Indonesia DKI Jakarta Ma’mun Al-Ayyubi, yang hadir dalam pertemuan itu, bercerita bahwa mereka ditanyai soal kesiapan membuka kembali rumah ibadah jika pembatasan sosial berskala besar dilonggarkan.
Dimintai tanggapan, Hendra membenarkan ada pertemuan tersebut. Menurut dia, pertemuan itu merupakan langkah awal persiapan pembukaan rumah ibadah. Hendra mengaku meminta para pemimpin agama memastikan “rumah Tuhan” dalam kondisi bersih, aman, dan nyaman sebelum kembali digunakan. Ia pun meminta mereka menyusun panduan tertulis untuk mencegah penyebaran corona dalam peribadahan. “Seluruh kegiatan ibadah dan kegiatan agama lain harus tetap mengacu pada protokol kesehatan,” ucapnya.
Ma’mun Al-Ayyubi menyatakan lembaganya sedang menyusun protokol ibadah di masjid. Prinsipnya, pengurus masjid harus mengatur jarak antar-anggota jemaah saat salat. Termasuk salat Jumat, yang ramai diikuti jemaah. Selain menyerukan penggunaan masker dan penyanitasi tangan, Dewan Masjid DKI akan mengimbau umat membawa sendiri perlengkapan salat, seperti sajadah dan mukena. Para pengurus diminta tak lagi menyiapkan perlengkapan tersebut.
Menurut Ma’mun, pelaksanaan salat juga tak perlu berlama-lama. Dewan Masjid Jakarta akan mengimbau pengkhotbah memperpendek ceramahnya. Begitu pula bacaan salat. Setelah salat selesai, anggota jemaah pun diminta segera meninggalkan masjid. “Tak perlu bersalaman,” ujar Ma’mun.
Menyatakan akan menaati keputusan pemerintah, Ma’mun berharap masjid di Jakarta bisa kembali dibuka. Apalagi pemerintah berencana membuka kembali pusat belanja. “Jangan masjidnya ditutup, malnya dibuka. Nanti bisa timbul kecemburuan, bahkan kerawanan sosial,” katanya.
Adapun Hendra Hidayat belum bisa menyebutkan waktu pembukaan rumah ibadah. “Nanti akan diputuskan oleh Gubernur,” ujarnya. Ia memastikan pemerintah DKI tak akan terburu-buru mengambil keputusan. “Kami tidak mau nanti tempat ibadah menjadi kluster baru penyebaran corona.”
PRAMONO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo