Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepanjang pekan lalu, terjadi dua peristiwa yang bisa menentukan hidup-matinya Komisi Pemberantasan Korupsi. Jumat pekan lalu, Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat memilih lima komisioner KPK periode 2019-2023. Komisi Hukum juga memilih Inspektur Jenderal Firli Bahuri untuk menakhodai komisi antikorupsi. Terpilihnya Firli ini memancing reaksi sejumlah kalangan karena ia disebut KPK sudah melakukan pelanggaran berat saat menjadi deputi penindakan di lembaga tersebut. Bahkan sempat terbit petisi dari ratusan pegawai karena Firli dianggap merintangi penanganan kasus di sana.
Sehari sebelumnya, Presiden mengirimkan surat persetujuan untuk membahas revisi Undang-Undang KPK kepada Dewan. Dalam daftar inventaris masalah yang diajukan ke DPR, Presiden menyetujui sejumlah hal dalam revisi undang-undang tersebut. Di antaranya soal izin penyadapan dan perlunya dewan pengawas untuk KPK. Sikap Presiden membuat pimpinan KPK kecewa. Mereka meminta Presiden menyediakan waktu untuk bertemu buat menyampaikan pendapat tentang pimpinan KPK terpilih dan revisi undang-undang tersebut.
Berikut ini wawancara Presiden Jokowi yang dirangkum dari dua kali kesempatan, saat ditanyai wartawan pada 11 September lalu dan dalam konferensi pers dua hari kemudian.
DPR sudah memilih lima pemimpin KPK periode 2019-2023. Salah satunya Inspektur Jenderal Firli Bahuri, yang melanggar kode etik berat di KPK saat menjabat deputi penindakan. Firli kini menjadi Ketua KPK terpilih. Tanggapan Anda?
Itu sudah lolos Pansel (Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK) dan prosedurnya sudah dalam kewenangan DPR.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengundurkan diri karena calon-calon bermasalah terpilih menjadi pemimpin KPK….
Itu hak setiap orang. Mundur dan tidak mundur adalah hak pribadi seseorang.
Pemimpin KPK, Agus Rahardjo, merasa sulit menemui Anda untuk berdiskusi tentang pelemahan KPK dalam rencana revisi Undang-Undang KPK dan soal calon pemimpin KPK….
Yang ketemu saya banyak. Tokoh kemarin yang berkaitan dengan RUU KPK banyak, mudah, dan gampang. Lewat Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara Pratikno) saja. Kalau sudah, tentu akan diatur waktunya.
Kenapa Anda terkesan cepat mengirimkan surat presiden untuk merevisi Undang-Undang KPK? Padahal Anda punya waktu 60 hari?
Daftar inventaris masalah hanya empat-lima isu. Cepat, kok. Tapi ya itu, kalau sudah di sana (DPR), urusannya di sana. Jangan ditanya-kan ke saya. Setiap lembaga memiliki kewenangan sendiri-sendiri.
(Presiden Jokowi sebelumnya mengatakan baru menerima DIM dari DPR pada Rabu, 11 September lalu. Ia menuturkan masih mempelajari poin-poin di dalam DIM tersebut. Semua pernyataan itu dia lontarkan sekitar pukul 11.00 WIB. Pada petang hari, atau sekitar pukul 18.30 WIB, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan surat presiden mengenai pembahasan revisi Undang-Undang KPK sudah dikirim ke DPR.)
Apa sebenarnya harapan Anda soal revisi Undang-Undang KPK?
Saya berharap semua pihak bisa membicarakan isu-isu ini dengan jernih, dengan obyektif, tanpa prasangka berlebihan. Saya tidak ada kompromi dalam pembe-rantasan korupsi, karena korupsi musuh kita bersama. Saya ingin KPK memiliki peran sentral dalam pemberantasan korupsi. Saya ingin KPK kewenangannya lebih kuat dibanding lembaga lain.
Anggota DPR periode sekarang akan habis masa jabatannya pada akhir September ini. Apa mengejar penyelesaian revisi Undang-Undang KPK pada September ini juga?
Itu sudah urusan DPR. Kok, tanyanya ke saya. Kita harus tahu ketatanegaraan, setiap lembaga memiliki kewenangan. Pertanyaan itu ke DPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo