Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pornografi di kalangan remaja memang memprihatinkan. Menurut Direktur Minauli Consulting Medan, Psikolog Dra. Irna Minauli,M.Si, saat ini banyak remaja terpapar pornografi dan membuat mereka ingin mempraktikkan hal serupa serta memamerkan kemampuan yang dimiliki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Mereka yang memiliki kecenderungan kepribadian narsistik akan merasa bangga, jika dapat memamerkan hal tersebut," kata Minauli. Paparan yang sangat besar terhadap pornografi, menurutnya, seringkali membuat mereka yang kecanduan pornografi akan memandang perempuan hanya sebagai objek seksual saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Itu sebabnya mereka hanya memanfaatkan perempuan dan bukan didasari oleh cinta dan kasih sayang," ujar Minauli.
Baca juga:
Stop Pornografi, Simak 6 Alasannya
Ia menyebutkan, saat ini dengan mudahnya akses internet, bahkan di daerah terpencil sekalipun, membuat orang mudah mengakses pornografi. Sementara para orang tua atau guru, mungkin agak gagap teknologi sehingga mereka tidak membatasi akses internet yang ditonton oleh anak-anaknya.
Selain itu, kurangnya pemahaman tentang pendidikan seks justru memperparah kondisi seks bebas ini karena remaja tidak mendapat bekal pengetahuan tentang bahaya atau dampak dari seks bebas yang mereka lakukan.
"Faktor kurangnya penanaman nilai-nilai agama juga turut berperan terhadap kejadian seks bebas ini," ucapnya.
Minauli menjelaskan kalau zaman dulu, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa berperan sebagai aktor atau aktris. Namun, dengan kemajuan teknologi ponsel maka setiap orang bisa menjadi siapa saja, termasuk menjadi kameraman atau penyebar video.
Ilustrasi remaja. ilustrasi/chosun.com
Banyak orang yang dengan sengaja mendokumentasikan hal-hal yang sebenarnya merupakan hal yang sangat pribadi, dengan alasan tertentu.
"Bagi para remaja yang relatif belum bisa berpikir jauh, mereka melakukan hal itu hanya sekedar ingin mendapatkan like atau menjadi viral," katanya.
Ia mengatakan, hal yang sering luput dari perhatian adalah para penonton yang ada di lokasi kejadian, misalnya remaja yang memvideokan atau mereka yang seharusnya bisa mencegah terjadinya kejadian tersebut. Dalam banyak kasus, seringkali para penonton yang seharusnya bisa mencegah, namun malah sering berperan sebagai yang seolah-olah memberi semangat kepada para pelaku.
Artikel lain:
Waspadai Jika Anak Kecanduan Internet
Berkurangnya empati dan kepedulian sosial tampaknya berperan sehingga banyak yang tidak berusaha mencegah.
"Tekanan sosial (social pressure) yang awalnya bisa berperan mencegah terjadinya hal-hal negatif cenderung semakin berkurang karena keengganan untuk mencampuri urusan orang lain," katanya.
Sebelumnya, siswa dan siswi SMK Bulukumba, AM dan WA pemeran video viral "Janganko kasih nyala blitz-nya", akhirnya telah dihukum pihak sekolah dan telah dikeluarkan sejak April 2019.