Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Setelah Para Jenderal Marah-marah

12 Mei 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gara-gara melawan penguasa Orde Baru, Wiji Thukul dikejar-kejar. Namanya disebut-sebut di televisi oleh seorang jenderal sebagai dalang kerusuhan 27 Juli 1996 di Jakarta. Selama dua tahun, bekas kuli pelitur mebel, aktivis buruh, dan seniman itu menjelajahi hampir separuh Indonesia untuk bersembunyi.

Ketika Orde Baru runtuh, ia tidak keluar dari persembunyiannya. Hingga kini. Banyak laporan masuk tentang keberadaan anak tukang becak Sorogenen itu. Tapi belum satu pun terbukti. Berikut ini rute pelarian Thukul dan laporan tentang keberadaannya* setelah ia dilaporkan menghilang.

Biodata

Nama asli: Widji Widodo
Nama samaran: Paulus (Kalimantan/penjual bakso), Aloysius Sumedi (Kalimantan/rohaniwan), Martinus Martin (Kalimantan, Jakarta/rohaniwan)
Tempat dan tanggal lahir: Sorogenen, Solo, 26 Agustus1963
Status: Menikah (dua anak, satu istri)

Pendidikan terakhir:

  • 1982: Sekolah Menengah Karawitan Indonesia Solo, Jurusan Tari (sampai kelas II)

    Riwayat pekerjaan:

  • Pekerjaan pertamanya termasuk menjadi loper koran, calo tiket, dan tukang pelitur furnitur
  • Seniman
  • Kepala Divisi Propaganda Partai Rakyat Demokratik

    Penghargaan:

  • 1991: Wertheim Encourage Award dari Wertheim Stichting, Belanda, bersama W.S. Rendra
  • 2002: Yap Thiam Hien Award dari Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Indonesia

    Dalam Pelarian

  • Ia mudah dikenali dari bicaranya yang pelo. Selama pelarian, ia menghindari pembicaraan dengan sembarang orang.
  • Mata kanan cedera pada 1995 saat demo buruh PT Sritex, setelah aparat membenturkan wajahnya ke mobil.
  • Ia sering memakai topi supaya tidak mudah dikenali.
  • Untuk menyamarkan badannya yang kerempeng, ia memakai jaket ketika ke luar rumah.
  • Selalu membawa tas putih dari kantong terigu. Isinya buku, pakaian, dan kacamata baca.
  • Jika menuju suatu tempat, ia akan berputar-putar dulu dan berganti-ganti angkutan. Ia turun dari angkutan beberapa ratus meter dari tujuan.
  • Ruangan/rumah yang ia datangi/tempati mesti memiliki akses keluar alternatif untuk melarikan diri.
  • Saat tinggal sendirian di rumah persembunyian, ia akan mematikan listrik dan air, berdiam diri di kamar, sehingga mengesankan tak ada orang di rumah itu.

    Kutipan

    "Hanya ada satu kata: Lawan!"
    dari puisi "Peringatan"

    "Satu mimpi, satu barisan!"
    dari puisi "Satu Mimpi Satu Barisan"

    Jejak Persembunyian

    27 Juli 1996
    Massa pendukung ketua umum versi kongres Partai Demokrasi Indonesia di Medan, Soerjadi, dibantu kepolisian dan TNI mengambil alih secara paksa kantor pusat PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat. Kerusuhan meledak. Pemerintah menuding Partai Rakyat Demokratik sebagai dalangnya, sehingga para aktivis PRD diburu, termasuk Wiji Thukul di Solo.

    Awal Agustus 1996
    Thukul memutuskan lari dari Solo. Awal pelarian itu ditulis Thukul dalam puisi "Para Jendral Marah-marah". Mula-mula ia ke Wonogiri, lalu ke Yogyakarta (kantor harian Bernas), Magelang, dan Salatiga. Pelarian di atas truk itu ia tulis menjadi puisi "Aku Diburu Pemerintahku Sendiri". Di Salatiga, ia bertemu dengan aktivis hak asasi manusia, Arief Budiman, yang menyarankannya menemui Yosep Stanley Adi Prasetyo, yang juga aktivis HAM, di Jakarta. Pertemuan dengan Arief direkam Thukul dalam puisi "Buat L.Ch & A.B".

    Pertengahan Agustus 1996
    Thukul mendatangi adiknya, Wahyu Susilo, di kantor Solidaritas Perempuan, Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur. Ia lalu disembunyikan di Bojong Gede, Bogor, kemudian di Kelapa Gading, Jakarta Timur, dan Bumi Serpong Damai, Tangerang, selama 1-2 pekan. Saat itu, ia menulis puisi "Kado untuk Pengantin Baru" buat Alex, salah satu tuan rumahnya, yang baru menikah. Thukul kemudian sempat dibawa tim evakuasi ke Bandung.

    Akhir Agustus 1996
    Ia dilarikan ke Pontianak, menginap di rumah Martin Siregar. Menggunakan nama samaran Aloysius Sumedi, ia sempat menulis cerpen berjudul "Kegelapan".

    Januari 1997
    Pulang ke Solo. Kepada Sipon, istrinya, ia minta dibuatkan pakaian bayi sebelum kembali ke Kalimantan. Sipon menduga Thukul sudah menikah lagi dan istrinya hendak melahirkan. Namun, menurut Martin, pakaian bayi itu sebagai hadiah untuk sang istri yang sedang hamil.

    Maret 1997
    Thukul kembali ke Jakarta dan aktif lagi di PRD. Ia menjabat Ketua Divisi Propaganda PRD dan menjadi editor "Suluh Pembebasan", suplemen kebudayaan PRD. Ia sempat tinggal di kontrakan aktivis PRD di Pekayon, Bekasi, dan Rumah Susun Kemayoran. Saat di Pekayon, ia sempat mengajak Sipon dan anak-anaknya datang.

    Agustus 1997
    Ketika berkunjung ke rumah adiknya, Thukul mengaku sedang di Tangerang bersama Linda Christanty untuk mengorganisasi buruh dan tukang becak. Di Karawaci, ia tinggal di rumah kontrakan bersama Lukman dan Andi Gembul.

    November 1997
    Thukul meminta izin kepada Linda, yang berada di Sekretariat Mahasiswa Universitas Indonesia di Margonda Raya, Gang Salak, untuk pulang ke Solo, menengok Fajar Merah, anaknya, yang akan merayakan ulang tahun ketiga.

    Desember 1997
    Thukul bertemu dengan Sipon dan anak-anaknya di Yogyakarta dan tinggal satu pekan di Parangtritis.

    Januari 1998
    Thukul pindah ke Cikokol. Sebelum Idul Fitri, yang jatuh akhir Januari, ia menelepon adiknya dan mengatakan hendak pulang ke Solo untuk berlebaran.

    April 1998
    Thukul menelepon Lawu Warta Cempe Wisesa, gurunya di Teater Jagat, menanyakan kabar Sipon dan anak-anaknya. Ia berkata sedang di Bengkulu, Sumatera, dan menitipkan anak-anaknya kepada Lawu.

    Mei 1998
    Kerusuhan meledak di Jakarta. Thukul menelepon Sipon, khawatir terhadap keadaan istri dan anak-anaknya karena Solo ikut rusuh. Ia juga mengatakan kondisinya baik-baik saja dan saat itu sedang di Jakarta. Tidak ada kabar dari Thukul setelah itu.

    Maret 2000
    Sipon melaporkan kehilangan Thukul ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

    Pulau Rambut, Kepulauan Seribu (Mei 1998)

  • Seusai kerusuhan Mei, masyarakat melaporkan sejumlah penemuan mayat di Pulau Rambut. Namun mayat Thukul tak ditemukan.

    Bengkulu (Oktober 1998)

  • Thukul pernah mengaku berada di Bengkulu. Ketika dilacak ke kampung budaya milik aktivis Bengkel Teater di Desa Batu Layang, Kerkap, ia ternyata tak ada. Ia juga tak pernah singgah ke rumah pamannya, Slamet, di Desa Putih Doh, Lampung.

    Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu (1999)

  • Kontras mendapat laporan penemuan mayat di Pulau Kelapa dari masyarakat. Ketika tempat itu didatangi, mayat Thukul tak ditemukan.

    Banten (2001)

  • Kontras mendapat laporan ada orang mirip Thukul di Banten, dekat pabrik Krakatau Steel. Setelah ditelusuri, orang itu bukan dia.

    Depok (2006)

  • Ada yang mengaku melihat Thukul di Pasar Agung, Depok. Setelah dicek oleh Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia dan Kontras, ternyata itu orang gila.

    Siapa Masih Hilang

    1. Yani Afri

  • Pendukung PDI Megawati
  • Jakarta, April 1997

    2. Sonny

  • Pendukung PDI Megawati
  • Jakarta, April 1997

    3. Deddy Hamdun

  • Aktivis PPP pendukung Mega-Bintang
  • Jakarta, Mei 1997

    4. Noval Alkatiri

  • Aktivis PPP
  • Jakarta, Mei 1997

    5. Ismail

  • Sopir Deddy Hamdun
  • Jakarta, Mei 1997

    6. Suyat

  • Aktivis PRD
  • Solo, Februari 1998

    7. Herman Hendrawan

  • Aktivis PRD
  • Jakarta, Maret 1998

    8. Petrus Bima Anugerah

  • Aktivis PRD
  • Jakarta, Maret 1998

    9. Ucok Munandar Siahaan

  • Mahasiswa Perbanas
  • Jakarta, Mei 1998

    10. Yadin Muhidin

  • Alumnus Sekolah Pelayaran
  • Jakarta, Mei 1998

    11. Hendra Hambali

  • Siswa SMA
  • Jakarta, Mei 1998

    12. Abdun Nasser

  • Kontraktor
  • Jakarta, Mei 1998
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus