Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SOEHARTO sakit lagi. Senin pekan lalu, mantan Presiden RI itu terpaksa dibawa ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan, karena saluran usus besarnya berdarah. Ia diantar anak lelakinya, Sigit Hardjojudanto, dan dua putrinya, Siti Hardijanti Rukmana dan Siti Hutami Adiningsih, menjelang magrib.
Menurut Dokter Azis Rani, anggota tim dokter Soeharto, mantan penguasa Orde Baru itu menderita gangguan saluran pencernaan bagian bawah atau usus besar. Saat pertama datang, ia mengeluhkan adanya darah pada saluran pencernaan bagian bawah. Tubuhnya terasa lemah karena hemoglobinnya 10 persen dari seharusnya 6,3 persen. ?Setelah diperiksa dengan radiologi, disimpulkan tak perlu dioperasi. Cukup diobati saja,? kata dr. Azis.
Penyakit Soeharto itu tergolong wajar untuk orang seumurnya. Menurut dr. Hermansyur, spesialis saluran pencernaan, penyakit ini biasanya diderita 40 persen orang berumur di atas 50 tahun. Gejalanya perdarahan dan sulit buang air besar. ?Paling parah bisa menyebabkan kanker usus kolon, tapi ini bukan kanker,? tuturnya. Selama diopname, Soeharto juga dijenguk kawan-kawan terdekatnya, seperti mantan wakil presiden Sudharmono, pengusaha Sudwikatmono, dan Jenderal (Purn.) Hartono.
Alvin Lie Bebas
ALVIN Lie Ling Piao akhirnya bernapas lega. Kamis pekan lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang membebaskan calon anggota legislatif nomor urut satu dari Partai Amanat Nasional untuk daerah pemilihan Jawa Tengah I itu dari dakwaan: berkampanye di luar jadwal. ?Terdakwa tidak melanggar Undang-Undang No. 12/2003 tentang Pemilu,? kata Ketua Majelis Hakim, Edi Sudarmuhono.
Alvin sekaligus terbebas dari ancaman hukuman satu bulan dan denda Rp 200 ribu serta ancaman penjara 15 hari yang diajukan Jaksa Penuntut Umum Adiana Windawati dan Eka Kurnia. Menurut Edi Sudarmuhono, dakwaan bahwa Alvin menyebar kalender PAN bergambar Amien Rais dan Alvin Lie, lengkap dengan ajakan mencoblos, tidak memenuhi unsur pelanggaran hukum.
Sebab, kata Edi, kalender itu ada di ruang tamu saksi Arianti. ?Setiap yang datang harus izin. Itu bukan bentuk pelanggaran kampanye, karena tidak setiap orang bisa melihat,?? ujarnya. Arianti, pemilik toko kelontong dan kios wartel di Jalan Surtikanti, Semarang, yang saksi utama kasus itu, adalah pemilik poster dan kalender Alvin Lie tersebut.
Vonis itu membuat Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kota Semarang, Gunarto, kecewa. Ia menilai majelis tidak mendasarkan pada Undang-Undang Pemilu dalam mengambil putusan, tapi berdasar Keputusan KPU No. 7/2004 tentang Pelaksanaan Kampanye. ?Ruang tamu saksi Arianti merupakan ruang umum yang digunakan untuk pembayaran pemakai wartel. Jadi, mereka bisa masuk ke ruang tamu setiap waktu,? ujarnya.
Butarbutar Divonis 10 Tahun
PENGADILAN Ad Hoc HAM Jakarta Pusat memvonis Mayjen (Purn.) Rudolf Adolf Butarbutar 10 tahun penjara, Jumat pekan lalu. Mantan Dandim 0502 Jakarta Utara ini dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pelanggaran hak asasi manusia berat dalam peristiwa Tanjung Priok, 12 September 1984, yang menewaskan 23 orang dan menyebabkan 53 lainnya luka-luka.
Majelis hakim pimpinan Cicut Sutiarso juga menghukum Butarbutar supaya memberikan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi terhadap para korban?tanpa merinci jumlahnya. Soal islah antara terdakwa dan sebagian korban, majelis menjadikannya sebagai hal meringankan.
Tampak kecewa dengan putusan itu, Butarbutar berkata dengan nada tinggi, ?Fakta sesungguhnya tidak begitu!? Melalui kuasa hukumnya, Yan Juanda Saputra, ia langsung menyatakan banding.
Bebas, tapi Tak Bebas
SETELAH di Lembaga Pemasyarakatan Salemba sejak awal September 2003, Jumat pekan lalu Abu Bakar Ba?asyir menghirup udara bebas. Tapi malang, di hari kebebasannya itu ia ?dijemput paksa? oleh polisi dan dijebloskan kembali ke tahanan di Mabes Polri. Menjelang pukul 07.00 pagi, polisi membawa Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) itu dengan kendaraan taktis. Setengah didorong, Ba?asyir dimasukkan ke mobil. Ia tampak tenang, tapi tidak demikian ratusan orang pendukungnya. ?Ini bukan penangkapan, ini perampokan. Kami tidak terima surat apa pun,? protes Achmad Chalid, salah satu pengacara Ba?asyir, dengan berteriak.
Saling lempar dan dorong pun terjadi. Dengan mengerahkan tiga water cannon, polisi akhirnya berhasil menghalau massa. Akibat bentrok itu, MMI mencatat 44 orang luka-luka dan 43 lainnya diangkut ke Polres Jakarta Pusat. Pihak polisi mengaku 34 personelnya cedera.
Menurut Direktur VI Anti-Teror Polri, Brigadir Jenderal Pranowo Dahlan, Ba?asyir akan ditahan empat bulan. Sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme, penahanan itu bisa diperpanjang dua bulan. Kepala Polri Jenderal Da?i Bachtiar menyebut penahanan itu sudah sesuai dengan prosedur hukum.
Dua hari sebelum menahan ustad asal Ngruki itu, tim penyidik dari kepolisian mencecarnya dengan 40 pertanyaan. Kecuali soal identitas, tak satu pun pertanyaan dijawab Ba?asyir. Dia yakin, tindakan polisi hanya untuk memenuhi pesanan Amerika.
Tragedi Berdarah di Makassar
Aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Makassar, yang menuntut Ustad Abu Bakar Ba?asyir dibebaskan, Sabtu lalu, berakhir dengan bentrokan berdarah. Seorang mahasiswa tewas, 65 orang luka-luka, tiga diantaranya akibat terkena peluru.
Polisi menyerbu masuk ke kampus UMI, mengejar mahasiswa hingga ke lantai III gedung fakultas teknik. Umumnya luka yang dialami mahasiswa terletak di bagian kepala. Adapun mahasiswa yang terkena tembak: Rahman (Fakultas Hukum), Abdullah (Teknik Sipil), dan Polo Padan (Fakultas Hukum).
Menurut mahasiswa, mereka ditendang, dipukul dengan kayu bangku kuliah, juga gagang pistol. Kejadian ini juga ditayangkan oleh banyak stasiun televisi swasta nasional pada hari yang sama.
Bentrok itu berawal ketika mahasiswa yang berunjuk rasa menyandera seorang polisi, Briptu Sudirman, yang melintas di depan kampus UMI, Jalan Urip Sumoharjo. Di tempat itu, mahasiswa menggelar aksi solidaritas terhadap Ba?asyir. Pengunjuk rasa membakar ban bekas di tengah jalan serta baju seragam militer.
Penyanderaan terhadap Sudirman, menurut mahasiswa, dilakukan untuk membebaskan 26 rekannya yang ditahan polisi karena terlibat bentrok di KPU beberapa jam sebelumnya. Mahasiswa bermaksud melakukan pertukaran sandera. Kedatangan polisi memancing mahasiswa untuk melakukan perlawanan sehingga terjadi bentrokan terbuka.
Salah seorang dosen UMI, Zakir Sabara, mengatakan bahwa tindakan polisi itu sangat keterlaluan. Polisi, menurut dia, menyerbu hingga ruang-ruang laboratorium tempat mahasiswa sedang kuliah praktikum. ?Lab juga dihantam. Tidak ada pembenaran buat polisi,? katanya.
Kepala Polwiltabes Makassar, Kombes Yose Rizal Effendi, mengatakan bentrok tak terhindarkan saat polisi datang untuk membebaskan seorang rekannya yang disandera mahasiswa. Katanya, kedatangan polisi disambut mahasiswa dengan lemparan batu. Bentrok tak terhindarkan.
Dari Jakarta, Kapolri Da'i Bachtiar sudah memerintahkan Kombes Yose Rizal Effendi dicopot atas insiden berdarah ini.
Tiro Tersangka di Swedia
Kejaksaan negeri Swedia pada Mei ini akan memeriksa presiden, perdana menteri, dan Menteri Luar Negeri GAM, masing-masing Hasan Tiro, Tengku Malik Mahmud, dan Zaini Abdullah, sebagai tersangka aksi makar di Nanggroe Aceh Darussalam.
Tapi pemeriksaan baru dilakukan setelah bukti fisik seperti disket, kuitansi transfer dana, laptop berisi surat elektronik antara anggota GAM di Indonesia dan ketiga petingginya di Stockholm diterima kejaksaan Swedia dari Polri. ?Kami sekarang tidak bisa melakukan apa-apa sebelum (bukti fisik) itu datang,? kata si sumber mengutip Lindstrand.
Anehnya, Mabes Polri justru tidak tahu-menahu soal permintaan kejaksaan Swedia itu. ?Belum tahu. Sedang diproses,? kata Direktur I Keamanan dan Transnasional, Brigjen Aryanto Sutadi, melalui pesan singkatnya.
Sudradjat, Widiarsi Agustina, Edy Can, Faisal, Sunariah (Tempo News Room), Irmawati (Koresponden)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo