Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Putusan yang Perlu Disidik

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mempailitkan Prudential Life. Mahkamah Agung harus segera memeriksa majelis hakim perkara ini.

3 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gara-gara sengketa senilai Rp 1,43 miliar, PT Prudential Life Assurance dipailitkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Jumat dua pekan lalu. Keputusan ini jelas mengejutkan karena menyangkut sebuah perusahaan asuransi yang melibatkan ribuan nasabah dan yang tahun lalu berhasil meraih premi di atas Rp 1 triliun. Apalagi kurator yang ditunjuk pengadilan langsung memerintahkan perusahaan yang secara finansial sangat bugar itu—dan dikuasai oleh raksasa multinasional Inggris ternama—agar menghentikan semua kegiatannya. Ini jelas sebuah keputusan yang melanggar akal sehat. Namun, uniknya, majelis hakim berpendapat keputusannya diambil semata-mata berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1998. Ini berarti mengulang alasan yang mendasari keputusan pailit PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia pada 13 Juni 2002. Pengulangan ini seharusnya tak terjadi. Sebab, Mahkamah Agung telah menolak keputusan itu setelah pihak Manulife mengajukan kasasi. Pertimbangan para hakim agung ini sepatutnya menjadi acuan bagi majelis hakim yang dipimpin Putu Supadmi itu dalam mengambil keputusan. Bahwa keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum itu tak dijadikan acuan, kendati kasusnya sangat mirip, tentu mengundang pertanyaan, bahkan kecurigaan. Sebab, sulit untuk tidak jatuh pada kesimpulan bahwa keputusan itu diambil karena pertimbangan di luar hukum atau karena tidak menguasai hukum. Karena itu, Mahkamah Agung tak punya pilihan lain kecuali segera menurunkan tim pengawasnya untuk memeriksa majelis hakim. Kalaupun tak dapat dibuktikan adanya patgulipat, setidaknya kompetensi para hakim yang memutus perkara ini patut diuji. Jika persoalan kompetensi itu yang menjadi masalah, tindakan yang harus diambil Mahkamah Agung diharapkan tak hanya sebatas pada pemberian sanksi terhadap majelis hakim perkara ini. Semua hakim di pengadilan niaga hendaknya ditatar kembali tentang semangat yang melahirkan UU No. 4 Tahun 1998 tentang kepailitan, sehingga mereka tak mudah dikelabui oleh para pengacara yang memanfaatkan celah-celah kelemahan produk hukum tersebut. Dalam hal ini tak ada salahnya menyimak pendapat mendiang Hakim Agung Earl Warren. Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat pada 1954-1969 ini mengatakan, "Adalah semangat dan bukan bentuk hukum yang membuat keadilan hidup sehat." Kearifan Warren membuatnya dikenal sebagai hakim reformis yang layak diteladani. Kita tentu berharap kearifan itu juga dapat hadir di negeri ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus