Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sujud Terakhir di Kwala Begumit

14 Agustus 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

REVOLUSI Sosial pecah di Sumatera Timur pada 5 Maret 1946. Para pemuda yang tergabung dalam Pemuda Sosialis Indonesia berpawai di sekitar Istana Langkat memprotes feodalisme dan keberpihakan Sultan kepada Belanda. Mereka juga mendatangi kantor Tengku Amir Hamzah di Binjai.

Sebagai asisten residen di sana, dan menantu Sultan Mahmud, Amir dianggap antek Kesultanan yang pro-penjajah. Segala kiprah Amir sejak Sumpah Pemuda hingga pidato-pidato di radio tentang nasionalisme lindap di mata para pemuda. Saidi Husny, polisi kawan Amir, sudah mengingatkan agar penyair yang lembut itu segera mengungsi.

Amir menolak. Pada 7 Maret 1946 sore, para pemuda menangkap Amir di rumahnya. Selama dua pekan, Amir tiga kali berpindah kurungan, dari rumah tahanan Binjai, Kebun Lada, sampai perkebunan Kwala Begumit, sepuluh kilometer di luar Binjai. Penyair Pujangga Baru itu dieksekusi pada 20 Maret 1946, setelah disiksa di tempat terakhir bersama 26 tahanan lain.

Teks: REZA MAULANA | Ilustrasi: kendra paramita

Binjai, 7 Maret 1946, sekitar pukul 15.00 WIB.
Tengku Busu* kami pinjam dulu. Nanti dikembalikan.
Di Kwala Begumit, Amir Hamzah dan 26 tahanan lain disiksa. Mereka hanya bercelana pendek goni.
Dasar feodal pengkhianat!
Selama Amir ditahan, para penculiknya mendatangi kembali Kamaliah. Mereka meminta bekal untuk Amir dan mengabarkan Camat Binjai itu dalam keadaan baik.
...tapi hanya Al-Quran dan nasi goreng yang sampai ke tangan Amir. Pakaian dan bekal lain ditahan penculiknya.
Ini bekalmu, Tengku Busu!
Rasanya awak tidak akan dapat pulang lagi.
Kau kan pujangga kenamaan. Buatkanlah sepucuk sajak untukku!
Datanglah engkau wahai maut Lepaskan aku dari nestapa Engkau lagi tempatku bertautDi waktu ini gelap gulita..
Pantunnya sedap kali!
Di kebun pisang di Kwala Begumit itu, para pemuda sosialis mengeksekusi tahanan satu per satu pada 20 Maret 1946, pukul 02.00 - 05.00 WIB.
Mohon jangan bunuh saya....
...nanti Republik yang dipersalahkan.
Keluarga raja cinta penjajah!
Kamu feodal. Harus dimusnahkan!
kalau begitu...
...izinkan saya salat terlebih dahulu.
allahuakbar....
Salah satu algojo adalah Ijang Widjaja, guru silat dan tukang kebun Istana Langkat. Ia pegawai kesayangan Amir.
Lailahaillallah....
Jasad Amir ditemukan tiga setengah tahun setelah eksekusi, saat pengadilan mendakwa Ijang dalam pembunuhan Philips Simandjuntak, polisi yang raib saat huru-hara itu. Jasad Amir terkubur bersama delapan jenazah lain. Rangka tubuhnya dikenali dari dua geraham yang tanggal, cincin emas berbatu nilam, serta jimat timah yang terselip di celana goninya.

Sumber: Penemuan Pusara Pudjangga Amir Hamzah, Rokyoto dan D.A.R. Kelana Putra, 1964; Biografi-Sejarah Pujangga dan Pahlawan Nasional Amir Hamzah, T.H.M. Lah Husny, 1982

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus