Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Taman di Setiap Penjuru Kota

SEMACAM oasis, begitu yang terasa saban memandang hamparan hijau di berbagai titik Bengaluru, ibu kota Karnataka, negara bagian di India.

2 November 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya menyejukkan mata, lanskap taman yang ijo royo-royo seperti “mencuci” kembali pikiran kita yang lelah menghadapi kemacetan kota. Keasrian yang bak hidangan surgawi di salah satu ekosistem teknologi informasi (IT) terbesar di dunia ini.

Itu yang kami rasakan saat mampir di area Gedung Parlemen Bengaluru, yang berhadapan dengan gedung Pengadilan Tinggi Karnataka. Di sana kita tak hanya menjumpai taman yang elok dilihat, tapi juga burung-burung yang berkeliaran di langit biru yang bersih. Gedung Parlemen—atau disebut Vidhana Soudha oleh warga setempat—selesai dibangun pada 1956. Di antara taman hijau yang ada persis di depan gedung, terdapat patung Mahatma Gandhi dan politikus sekaligus ekonom B.R. Ambedkar.

Bengaluru menyandang banyak wajah. Kota ini tak hanya terkenal sebagai rumah dari berbagai perusahaan IT ternama, seperti Microsoft dan Intel. Ia juga kerap disebut sebagai “Pensioners’ Paradise” (“Surga Para Pensiunan”) dan Kota Tamannya India. Alasannya dengan mudah kita temukan saat berada di sana. Selain ditumbuhi pohon-pohon rindang yang perkasa, Bengaluru berhias taman dengan kembang warna-warni di berbagai ceruk kotanya, yang menenangkan untuk berleha-leha.

Misalnya Taman Botani Lalbagh, Taman Cubbon, Taman Pohon Banyan, Taman M.N. Krishna Rao, dan Hutan Turahalli yang rimbun. Keberadaan ruang terbuka hijau ini membuat udara di Bengaluru makin sejuk. Kota yang memiliki dua musim—hujan dan panas—ini sehari-hari bersuhu rata-rata 16-28 derajat Celsius, lebih sejuk daripada Bogor, Jawa Barat. “Cuacanya hampir selalu seperti mendung dan saat panas pun jarang sekali sampai menyengat,” kata salah seorang warga Bengaluru, Anthony Raj. “Ini salah satu faktor yang membuat orang kerasan tinggal di sini.”

Hijaunya Bengaluru dirintis penguasa Kerajaan Mysore pada abad ke-17, Hyder Ali, yang jatuh hati pada iklim kota ini yang sejuk. Ia kemudian membangun Taman Lalbagh, yang dicukil dari nama saudara perempuannya, Lal Bi. Pemerintah Inggris kemudian memperluas taman itu sekaligus menggarap Taman Cubbon untuk menghijaukan kota dan menanam pohon di sejumlah ruas jalan Bengaluru yang kini seperti kanopi peneduh.

Namun tak semua taman di Bengaluru luas. Sebagian di antaranya nyempil di antara bangunan perkantoran ataupun berbentuk taman vertikal, seperti yang menempel di pilar-pilar Jalan Hosur, Electronic City, salah satu kawasan industri di Be-ngaluru. Taman vertikal ini digagas dan digarap SayTrees, lembaga nirlaba yang aktif bergerak menghijaukan India. Tercatat ada lebih dari 3.500 tumbuhan yang ditanam SayTrees di Be-ngaluru.

Keberadaan tumbuhan hijau itu tak cuma untuk estetika, tapi juga buat mengurangi dampak polusi udara. Pemerintah setempat memang kian serius menggarap aksi penghijauan, begitu pun lembaga swadaya masyarakatnya. Baru-baru ini publik dan Bangalore Environment Trust menuntut pemerintah menggelar sensus tumbuhan. Sebab, kegiatan itu sudah lebih dari empat dekade tidak dilakukan, sementara gas buangan dari kendaraan bermotor mendesak dicari solusinya.

Petisi itu dikabulkan Pengadilan Tinggi Karnataka, yang memerintahkan otoritas penghitungan pohon mulai bekerja sejak 20 Agustus lalu. Namun proses ini diperkirakan memakan waktu tiga tahun karena mesti mengukur umur serta mengecek spesies dan kesehatan pohon secara keseluruhan.

ISMA SAVITRI (BENGALURU)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Isma Savitri

Isma Savitri

Setelah bergabung di Tempo pada 2010, lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro ini meliput isu hukum selama empat tahun. Berikutnya, ia banyak menulis isu pemberdayaan sosial dan gender di majalah Tempo English, dan kini sebagai Redaktur Seni di majalah Tempo, yang banyak mengulas film dan kesenian. Pemenang Lomba Kritik Film Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019 dan Lomba Penulisan BPJS Kesehatan 2013.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus