Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tetap Sepi, Malah Mereka Pergi

Keadaan Pasar Senen masih sepi & pedagang yang ada pun banyak yang meninggalkan tempatnya. Ada usul, supaya sebagian kapling yang disediakan bagi pedagang lemah itu diserahkan kepada pedagang modal kuat.(kt)

18 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUSAT Perdagangan Senen blok V/VI yang merupakan satu di antara 4 pasar yang sudah selesai dibangun dengan dana Inpres di Jakarta Pusat, sampai pekan lalu masih saja sepi. Meskipun pihak pengelola pasar itu sudah mengultimatum: jika masih ada di antara pedagang yang jumlahnya 1602 orang tak menempati tempat berjualan selambat-lambatnya 7 Nopember 1978 haknya akan dicabut. Tapi ternyata menurut Empong Yusuf pimpinan pasar itu dari jumlah pedagang bekas pedagang kaki lima yang akhir Oktober sudah masuk 917, pekan lalu malah berkurang menjadi 700 orang. Seperti dapat diduga alasan mereka: tak laku berjualan di pasar itu. (TEMPO, 29 Juli 1978). Pasar itu, seperti diketahui, dibangun dengan dana Inpres sebesar Rp 1,39 milyar. Tingkat pertama di antara 4 tingkat yang direncanakan telah selesai awal tahun ini. Sisanya masih belum dikerjakan. Tingkat pertama khusus disediakan bagi para pedagang kaki lima yang selama ini tersebar di berbagai sudut kota. Dengan kapling masing-masing 2 X 1,5 meter, pasar itu bisa menampung 1602 pedagang. Empong Yusuf mengakui pasar itu sepi. Usaha untuk meramaikan berupa pertunjukan orkes dangdut dan bioskop hasilnya dikatakan "lebih banyak negatifnya dari pada positifnya." Jelasnya, "yang datang bukannya calon pembeli tapi malah gelandangan dan .... pokoknya anak-anak berandalanlah," Empong menambahkan. Pengalaman Blok M Walikota Jakarta Pusat Eddy Djadjang Djajaatmaja dan Kepala Direktorat V/Perekonomian Pemda DKI Jaya Djoko Brotosuryono, juga mendengar keluhan para pedagang tadi. Komentarnya: para pedagang itu agar bersabar. Pasar, Inpres maupun Non Inpres, menurut pejabat-pejabat ini memang membutuhkan waktu sampai dapat berfungsi. "Lihat saja pengalaman para pedagang pertama di Pasar Blok M dulu," kata Djoko. Selesai awal 1970-an, Pasar Blok M di daerah Kebayoran Baru memang tak segera sibuk begitu ditempati oleh para pedagang. Namun pasar itu menampung segala jenis dagangan dari pedagang yang rata-rata bermodal cukup kuat. Akan halnya Pasar Inpres, walaupun jenis dagangannya bisa beragam, tapi karena modal pedagangnya lemah, jelas tak banyak memberi kesempatan kepada pembeli untuk memilih. Lebih-lebih di Pasar Inpres Senen. Blok lain (I s/d IV) di pusat perdagangan itu dikenal penduduk Ibukota sebagai pasar yang cukup lengkap. Drs Musyanif, Wakil Walikota Jakarta Pusat punya usul: "Pasar Inpres Senen ini mestinya punya ciri sendiri. Dagangannya jangan sama dengan di blok lain. Soal makanan misalnya, juallah misalnya masakan khas Betawi." Usul lain yang lebih menarik datang dari Empong Yusuf sendiri. Ada dua. Pertama, terminal oplet dan bis mini yang sekarang terletak di bagian muka Pusat Perdagangan Senen dipindah ke samping blok Inpres tersebut. Kedua 200 di antara 1602 kapling diserahkan kepada pedagang bermodal kuat, setidaknya lebih dari kelas pedagang kaki lima. Akan hal usul pertama, Yusuf mengakui bukan murni fikiran dia. Katanya, justru Gubernur Tjokropranolo sendiri pernah menjanjikan hal itu ketika beberapa waktu lalu berdialog dengan para pedagang kaki lima di daerah Tanah Abang. Dan janji Gubernur itu menurut Yusuf tidak ditampik begitu saja oleh yang bersangkutan. Hanya soalnya terbentur biaya. "Masih kurang," kata Yusuf tanpa mau menyebutkan anka. "Mudah-mudahan sepulang pak gubernur dari ibadah haji nanti, hal itu bisa dibicarakan lagi." Mengenai usul untuk menyerahkan sebagian kapling kepada pedagang bermodal kuat, menurut Yusuf, dasarnya adalah dengan modal yang cukup bukan mustahil pedagang bisa lebih "dinamis". Dan hal itu katanya masih dipertimbangkan oleh pejabat di tingkat DKI. Betapa pun, Yusuf punya target, akhir tahun ini para pedagang kaki-lima yang sudah mendapat hak, dapat menggunakan haknya berjualan di Pasar Inpres Senen tanpa dalih apapun. "Kalau tidak, haknya dicabut." la tak menyinggung ultimatum serupa yang telah habis sejak 7 Nopember lalu. Kalau mereka tetap tak mau, siapa penggantinya? "Belum semua pedagang kaki-lima dapat jatah. Sisanya itulah kita ambil sebagai penggantinya," Yusuf menjelaskan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus