PUSAT Perdagangan Senen blok V/VI yang merupakan satu di antara
4 pasar yang sudah selesai dibangun dengan dana Inpres di
Jakarta Pusat, sampai pekan lalu masih saja sepi. Meskipun pihak
pengelola pasar itu sudah mengultimatum: jika masih ada di
antara pedagang yang jumlahnya 1602 orang tak menempati tempat
berjualan selambat-lambatnya 7 Nopember 1978 haknya akan
dicabut. Tapi ternyata menurut Empong Yusuf pimpinan pasar itu
dari jumlah pedagang bekas pedagang kaki lima yang akhir Oktober
sudah masuk 917, pekan lalu malah berkurang menjadi 700 orang.
Seperti dapat diduga alasan mereka: tak laku berjualan di pasar
itu. (TEMPO, 29 Juli 1978).
Pasar itu, seperti diketahui, dibangun dengan dana Inpres
sebesar Rp 1,39 milyar. Tingkat pertama di antara 4 tingkat yang
direncanakan telah selesai awal tahun ini. Sisanya masih belum
dikerjakan. Tingkat pertama khusus disediakan bagi para pedagang
kaki lima yang selama ini tersebar di berbagai sudut kota.
Dengan kapling masing-masing 2 X 1,5 meter, pasar itu bisa
menampung 1602 pedagang.
Empong Yusuf mengakui pasar itu sepi. Usaha untuk meramaikan
berupa pertunjukan orkes dangdut dan bioskop hasilnya dikatakan
"lebih banyak negatifnya dari pada positifnya." Jelasnya, "yang
datang bukannya calon pembeli tapi malah gelandangan dan ....
pokoknya anak-anak berandalanlah," Empong menambahkan.
Pengalaman Blok M
Walikota Jakarta Pusat Eddy Djadjang Djajaatmaja dan Kepala
Direktorat V/Perekonomian Pemda DKI Jaya Djoko Brotosuryono,
juga mendengar keluhan para pedagang tadi. Komentarnya: para
pedagang itu agar bersabar. Pasar, Inpres maupun Non Inpres,
menurut pejabat-pejabat ini memang membutuhkan waktu sampai
dapat berfungsi. "Lihat saja pengalaman para pedagang pertama di
Pasar Blok M dulu," kata Djoko.
Selesai awal 1970-an, Pasar Blok M di daerah Kebayoran Baru
memang tak segera sibuk begitu ditempati oleh para pedagang.
Namun pasar itu menampung segala jenis dagangan dari pedagang
yang rata-rata bermodal cukup kuat. Akan halnya Pasar Inpres,
walaupun jenis dagangannya bisa beragam, tapi karena modal
pedagangnya lemah, jelas tak banyak memberi kesempatan kepada
pembeli untuk memilih. Lebih-lebih di Pasar Inpres Senen. Blok
lain (I s/d IV) di pusat perdagangan itu dikenal penduduk
Ibukota sebagai pasar yang cukup lengkap.
Drs Musyanif, Wakil Walikota Jakarta Pusat punya usul: "Pasar
Inpres Senen ini mestinya punya ciri sendiri. Dagangannya jangan
sama dengan di blok lain. Soal makanan misalnya, juallah
misalnya masakan khas Betawi."
Usul lain yang lebih menarik datang dari Empong Yusuf sendiri.
Ada dua. Pertama, terminal oplet dan bis mini yang sekarang
terletak di bagian muka Pusat Perdagangan Senen dipindah ke
samping blok Inpres tersebut. Kedua 200 di antara 1602 kapling
diserahkan kepada pedagang bermodal kuat, setidaknya lebih dari
kelas pedagang kaki lima.
Akan hal usul pertama, Yusuf mengakui bukan murni fikiran dia.
Katanya, justru Gubernur Tjokropranolo sendiri pernah
menjanjikan hal itu ketika beberapa waktu lalu berdialog dengan
para pedagang kaki lima di daerah Tanah Abang.
Dan janji Gubernur itu menurut Yusuf tidak ditampik begitu saja
oleh yang bersangkutan. Hanya soalnya terbentur biaya. "Masih
kurang," kata Yusuf tanpa mau menyebutkan anka. "Mudah-mudahan
sepulang pak gubernur dari ibadah haji nanti, hal itu bisa
dibicarakan lagi."
Mengenai usul untuk menyerahkan sebagian kapling kepada pedagang
bermodal kuat, menurut Yusuf, dasarnya adalah dengan modal yang
cukup bukan mustahil pedagang bisa lebih "dinamis". Dan hal itu
katanya masih dipertimbangkan oleh pejabat di tingkat DKI.
Betapa pun, Yusuf punya target, akhir tahun ini para pedagang
kaki-lima yang sudah mendapat hak, dapat menggunakan haknya
berjualan di Pasar Inpres Senen tanpa dalih apapun. "Kalau
tidak, haknya dicabut." la tak menyinggung ultimatum serupa yang
telah habis sejak 7 Nopember lalu. Kalau mereka tetap tak mau,
siapa penggantinya? "Belum semua pedagang kaki-lima dapat jatah.
Sisanya itulah kita ambil sebagai penggantinya," Yusuf
menjelaskan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini