LANGKAH pertama Walikota Surabaya drs Muhadji Widjaja yang baru
beberapa bulan lalu dilantik ialah menertibkan lalu-lintas. Maka
warga kota yang memperingati ulang tahun kotanya ke-686 pada 31
Mei lalu itu di malam hari kini bisa menyaksikan pemandangan ini
di sepanjang jalan antara Wonokromo dan Tanjungperak sejauh 10
Km truk gandeng pada antri.
Penertiban lalu lintas itu memang dimulai dengan pengaturan
keluar masuk kota bagi kendaraan jenis truk. Dimulai sejak awal
Mei lalu sifatnya baru percobaan. Kendaraan jenis tersebut tak
boleh masuk kota kecuali setelah jam 22.00 sampai 05.00 pagi.
Percobaan semula hanya untuk seminggu, tapi setelah ternyata
hasilnya agak memuaskan, kemudian dilanjutkan untuk beberapa
minggu lagi. Dalam masa percobaan seminggu pertama timbul ekses:
pendistribusian minyak tanah bagi kebutuhan warga kota
terganggu. "Ekses itu segera kita ketahui dan hari itu juga truk
tangki minyak dikecualikan," ucap Komandan Polisi Lalu Lintas
(Dansatlantas Kowiltabes) Surabaya Mayor Manantar Hutagalung.
Maksud lain dari penertiban truk gandengan tersebut juga untuk
memantapkan kegunaan pangkalan barang (terminal cargo). Seperti
halnya di Jakarta yang antara lain misalnya mempunyal Pasar
Induk Sayur-mayur di Kramatjati, sejak 1975 Surabaya pun
mempunyai pangkalan barang. Menurut Imam Suwarno sebagai
pimpinannya, dalam soal penyediaan pangkalan semacam itu
Surabaya sesungguhnya lebih dulu dari Jakarta ataupun Semarang.
Tapi sementara pangkalan semacam itu disediakan, pemerintah
kotamadya juga mengeluarkan izin dispensasi. Akibatnya, "hampir
di semua jalan di daerah Jembatan Merah dan Kembang Jepun selama
ini lalu lintas sering macet total karena truk besar yang
mendapat dispensasi itu tetap saja melakukan bongkar muat di
sana," tukas Hutagalung.
Ada Oknum
Pengelolaan pangkalan barang di Surabaya ditangani PT Margo
Rahayu. Sejak 3 bulan lalu Pemerintah kotamadya menunjuk bekas
Gubernur Irian Jaya yang belakangan aktip dalam urusan
sepakbola, Acub Zaenal, sebagai Direktur Utamanya. Baru beberapa
hari menduduki jabatan itu dikabarkan Acub sudah mengetahui
penyakit yang menyebabkan pangkalan yang ditangani perusahaannya
selama ini kurang berfungsi. Yakni adanya izin dispensasi tadi.
Seperti dikatakan Imam Suwarno maka Acub pun mendesak walikota
agar ketentuan adanya dispensasi itu dicabut.
Untuk masuk ke pangkalan barang setiap truk harus membayar Rp
750 sehari. Akan hal dispensasi izinnya bisa diperoleh hanya
dengan Rp 1350 untuk selama sebulan. Tak heran izin semacam itu
bisa keluar lebih dari 3000 lemba dalam sebulan. Sebab para
pengusaha truk tentu saja menganggap bayarannya lebih ringan.
Apa syarat untuk pengusaha truk memperoleh izin itu tak jclas
benar. Selain misalnya jika barang yang diangkutnya bersifat
vital seperti bahan bakar. "Yang jelas dengan adanya izin
dispensasi ada oknum yang enak," ucap Imam Suwarno.
Maka sistim dispensasi itu pun dihentikan. Pangkalan barang yang
sejak Pebruari lalu berturut-turut disinggahi 5.500 lantas
7.100 dan kemudian 7.500 truk sebulan, pada setengah bulan
pertama Mei lalu 4.500 truk. Dalam pada itu, seperti dikatakan
Hutagalung lalu lintas kota sekarang sudah lebih tertib. "Kalau
larangan truk yang dicoba selama ini akhirnya ditetapkan berlaku
seterusnya, sudah matang betul," kata Hutagalung.
Kapan peraturan diberlakukan secara tetap, masih harus ditunggu
penilaian masa percobaan. Sekalipun sudah terasa manfaatnya,
jalan-jalan dalam Kota Surabaya terasa belum longgar benar.
Truk-truk tanpa gandengan masih bebas kluyuran. Itu sebabnya
masih dalam rangka memantapkan pangkalan barang, truk jenis ini
pun direncanakan untuk ditertibkan. Pendistribusian barang dari
pangkalan barang ke segenap penjuru kota akan dilakukan dengan
truk mini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini