BEBERAPA orang pendukung Bimbo di masa lalu rupanya merasa perlu
bikin grup sendiri sekarang. Mereka adalah Iwan Abdulrachman,
Wandy Kuswandi dan Indra Rivai. Dibantu oleh Nieke Rasyidi dan
Iwan K. Karsaman, mereka kemudian mendirikan grup bernama
'Kalikausar' -- yang baru saja berhasil mencetak kaset bernama
Sejuta Kabut, lewat Yukawi.
"Kalikausar artinya Sungai Kausar yang mengalir di surga.
Lagu-lagu kami diharapkan dapat menyejukkan atau mendamaikan
bagi pendengar," kata Iwan kasih penjelasan.
Menurut Iwan, tekad mereka adalah menegakkan campuran musik
balada, country dan klasik -- hal yang sudah sempat menjadi
pamor Bimbo. Sejak 1976, ketika Bimbo mulai mengeluarkan
lagu-lagu macam Tante Sun, Iwan dan kawan-kawannya keluar --
menganggap Bimbo sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip musik
mereka. Kebetulan Yukawi pasang omong, mau merekam lagu-lagu
Iwan asal lain dari yang lain.
'Sejuta Kabut', yang berisi 12 lagu (tiga di antaranya punya
Iwan, dan mengingatkan pada lagu-lagu Bimbo lama) sebenarnya
tidak benar-benar mengulangi warna Bimbo yang hilang. Di sana
ada lagu Sejuta Kabut yang memang mengingatkan kita pada lagu
Flamboyant atau Sendiri. Tetapi lagu lainnya seperti Pohon
Jambu (Wandy), Gema Cinta (Ache & Alit), Bayangan Malam (Nieke
R & Moel R & Niko) lebih mengingatkan kita kepada lagu-lagu pop
gaya sekarang. Lagu Wijaya Kusuma (Albert Warnerin) bahkan sama
wataknya dengan lagu-lagu Ebiet (TEMPO, 26 Mei).
Kalikausar rupanya amat dipengaruhi Beatles, terutama dalam
paduan suara. Apa yang dilakukan Beatles dalam album Sgt.
Pepper's Lonely Hearts Club Band mereka coba juga. Ada unsur
klasik, balada, country. Hanya saja, Kalikausar tidak memiliki
vokal yang trampil dan lepas seperti Beatles. Nieke Rasyidi,
penyanyi andalan mereka, sebenarnya sudah berusaha keras -- dan
menang terasa ia sendirian yang siap. Kalikausar masih lebih
banyak memperhatikan musik dibanding kerongkongan.
Perobahan
Iwan sendiri mengaku, kelompoknya tidak memiliki suara merdu
seperti Bimbo. Tapi ia punya cita-cita. "Kami ingin mengajak
orang dekat dengan alam, sebagaimana dulu saya lakukan dengan
lagu Flamboyant." Sementara Wandy mengakui kaset pertama ini
belum utuh benar. Di dalamnya bercampur lagu-lagu Indra yang
bercorak balada, lagu Iwan yang semi-klasik dan lagunya sendiri
yang ingin mengangkat warna Sunda. Ini katanya sengaja
dilakukan, untuk menguji "yang mana akan memperoleh samhutan
masyarakat."
Apa pula kata Bimbo? Syamsuddin mengakui Bimbo sekarang sudah
berubah. Tapi ia punya alasan. Kalau Iwan mengatakan "cinta
kepada alam, Syam mengaku "lebih cinta lagi kepada kehidupan
manusia." Itulah sebabnya banyak lagu kami sekarang seperti
Tante Sun, Pohon Terakhir, Singkatan, bertema kehidupan,"
ujarnya. Ia menjelaskan bahwa Bimbo mulai dengan lirik, kemudian
menyusul lagu.
Sejuta Kabut memang mulai dengan bait yang bersentuhan dengan
alam. Iwan menulis: "Sejuta kabut turun perlahan/Merayap di
jemari jalanan/Meratap melolong lalu menjauh/Menggoreskan kesan
ngeri di hati." Tapi tidak semua lagu Kalikausar begitu. Pohon
Jambu Wandy menyerempet suasana di sebuah penampungan anak
nakal. Wandy juga menulis 21 Tahun Lagi (tahun 2.000). Sedangkan
Ruddy Muchtar membikin Hari Esok yang dinyanyikan dengan baik
oleh Nieke Rasyidi --yang bicara tentang manusia, hari esok dan
hidup masa kini. Semuanya dilakukan dengan kesadaran artistik,
sehingga sama sekali tidak merupakan protes sosial tapi puisi.
Lebih lagi, seperti dikatakan Iwan, "lagu-lagu kami tidak
mengharuskan orang buka kamus."
Syamsuddin menilai Kalikausar dengan Sejuta Kabut masih belum
menunjukkan tampang khas. Toh ia merasa mereka akan berkembang
-- dalam arti perobahan bisa saja terjadi -- sementara Iwan
masih juga ngotot mengatakan bahwa mereka akan mempertahankan
warna sekarang -- yang pernah ketemu tapi terlepas dari Bimbo.
Yang sangat diandalkannya dari gerombolannya adalah sikap jantan
tapi lugu. Maklum Iwan ini memang pendaki gunung, pendekar silat
dan sangat pribumi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini